Menulis itu pada hakikatnya melampiaskan hasrat dan gairah, yang bergejolak didalam jiwa. Ketika hal itu sudah bisa dituangkan maka sama halnya dengan pelepasan hasrat dan gairah.
Namun hasrat dan gairah tersebut bisa dikatakan passion, ketika apa yang dituliskan sesuai dengan selera dan keinginan hati. Itulah sebuah kenikmatan yang tiada tara, dan tidak semua orang bisa merasakan hal seperti itu.
Masing-masing penulis memiliki minat yang berbeda dalam hal memilih genre tulisannya, ada yang lebih tertarik tulisan yang bersifat umum, tidak berpatokan pada genre tertentu, namun ada yang secara spesifik memilih konsisten untuk menulis fiksi.
Begitu jug ada yang khusus mengamati persoalan sosial, politik, dan budaya. Semua memang tergantung minat masing-masing. Penulis sendiri pada awalnya lebih cenderung meemilih untuk menulis apa saja yang bersifat umum.
Namun sejak dua tahun lalu lebih genderung untuk menulis tentang sosial, politik, dan budaya, karena topik tulisan yang berbasis tiga hal ini lebih mudah dituangkan penulis, ada perasaan lega setelah setelah mempostingnya.
Penulis sendiri belum berani untuk mengatakan itu sebagai “passion”, tapi sejauh ini topik pembahasan yang menyangkut ketiga hal tersebut memang lebih mudah untuk dituliskan tenimbang hal-hal lain yang tidak penulis kuasai.
Ada yang menyarankan, sebaiknya menulis tentang hal-hal yang lebih mudah untuk dituliskan, dimana saat menuliskannya hati menjadi senang, karena apa yang dituliskan sangat difahami, sehingga bisa dituliskan dengan mengalir.
Saran ini penulis rasakan ada benarnya, karena memang apa yang dituliskan haruslah difahami terlebih dahulu, bagaimana mungkin bisa memahami kalau kita sendiri tidak menyukai apa yang sedang dituliskan.
Tidak bermaksud ingin memilih spesialisasi dalam menulis sih, tapi lebih kepada memilih cara agar gampang untuk menulis. Menulis itu menjadi gampang ketika kita menguasai topik dan tema yang kita tulis.
Kadang kita melihat ada seorang penulis yang begitu piawai menulis tentang filsafat, mungkin kalau orang-orang yang tidak terlalu dekat dengan filsafat, akan sangat kesulitan untuk menuangkan idenya yang terkait dengan filsafat, karena tidak menguasai ilmunya.
Ada juga yang lebih menekuni tema-tema hiburan, me-review, menuliskan resensi tentang tayangan film. Tidak semua penulis punya kemampuan untuk menuliskannya, jika tidak menekuni, dan mau secara serius mengulasnya dengan kelengkapan pengetahuan yang dimiliki.
Itulah kenapa saya katakan, menulis sesuai dengan passion itu sangat menyenangkan, juga sangat membahagiakan. Bisa jadi ini salah satu cara untuk mencari kesenangan, dan membahagiakan diri sendiri.
Bagi yang mengerti, ternyata membahagiakan diri sendiri itu bisa dilakukan dengan cara yang sangat sederhana, salah satunya adalah menulis sesuai dengan passion yang dimiliki. Ya hakikatnya menulis itu untuk membahagiakan diri sendiri, bukanlah malah mempersulit diri sendiri.
Menulis sesuai dengan passion itu, samahalnya dengan menentukan takdir dari sebuah tulisan. Ketika kita menemukan passion, itulah yang nantinya menjadi ‘branding’ kita, dengan begitu takdir tulisan pun akan mengikuti branding tersebut.
Menulis dengan banyak tema yang berbeda, akan sulit untuk menemukan passion, karena passion itu lahir dari rasa suka, yang memunculkan gairah untuk memacu semangat dalam menulis.
Stimulasi itulah yang pada akhirnya yang akan memunculkan passion.
Menulis sesuai dengan passion itu seperti menemukan hati diri, dan jadi diri itulah yang pada akhirnya di debut branding. Seorang penulis yang sudah memiliki branding, dia akan hidup dengan tulisan-tulisannya yang senantiasa diburu pembaca setianya.