Hidup Bagaikan Talang

Sosbud35 Dilihat

Hidup Bagaikan Talang

Hidup Bagai Talang

Sri Sugiastuti

Bisa berbagi pada yang lain. Sudahkah kita lakukan? Pertanyaan itu menohok hati Bu Kanjeng. Kadang merasa sugih dewe, pinter dewe, nguyu dewe. Itu juga susah. Jadi sebaiknya kita itu pandai – pandai berbagi pada yang lain.

Ada perumpamaan yang cantik dari sebuah lampu. Ya Lampu bisa menyalurkan pada yang lain. Ada saklar mahal kalah dengan saklar murah bila tidak bisa menyalurkan sia-sia. Jangan sampai malu karena ada tuntutan dari tetangga Pasti tidak bisa tidur.

Artinya tidak mukmin bila ada tetangga yang masih lapar. Pernahkah ngabsen tetangga yang belum makan. Disinilah, fungsi kekhalifahan harus hidupkan.
Kita harus bisa sebagai penyalur kasih sayang Allah.

Banyak cara yang bisa dilakukan. Contoh kecil dan sepele yang dilakukan teman Bu Kanjeng seorang guru di sekolahnya. Hampir tiap Jumat, ada saja yang dibawa ke Sekolah untuk berbagi dengan teman-temannya.

Bu Kanjeng tidak kaget, karena memang sering menerima dan langsung disalurkan. Layaknya sebuah talang yang menyalurkan apa yang sudah diterima. Ada 2 kg mie basah, 3 ikat sawi sendok, dan 5 ikat besar bayam cabut.

Otak Bu Kanjeng langsung bekerja. Ini Jumat barokah, gizi santri TPA pun harus dipikir. Secepat halilintar menu menari di benaknya. Untuk guru karyawan mie goreng dan pecel oke. Untuk santri TPA nanti sore, nasi goreng dan bola- bola daging giling. Lalu yang mengerjakannya siapa Bu Kanjeng? Mungkin ada pertanyaan itu ya? Bagi- bagi tugas sesuai tupoksi masing- masing. Ada ibu kantin yang biasa ia mintai tolong. Artinya Bu Kanjeng bisa berbagi lagi. Berbagi pekerjaan tepatnya.

Setelah jelas perintahnya. Bu Kanjeng beralih ke tugas lain. Ia ingin silahturahmi ke rumah besannya yang menderita kanker. Sejak idul fitri Bu Kanjeng belum berkunjung lagi. Ia tidak ingin menyesal karena menunda. Senin lalu hal itu terjadi. Ia mengingkari kata batinnya. Sudah direncanakan Sabtu akan menengok besannya yang juga menderita kanker stadium lanjut. Bu Kanjeng menunda karena ada kegiatan lain. Nah penyesalan pun datang. Allah memanggilnya untuk menghadap- Nya.

Padahal Bu Kanjeng paham mendoakan dan mengunjungi orang sakit itu wajib hukumnya. Sekaligus sebagai pengingat betapa rezeki sehat itu sangat berharga. Selain Itu juga sebagai introspeksi diri bahwa di saat kita diberi ujian sakit, maka materi itu tidak ada nilainya.

Maka hiduplah seperti talang yang bisa menyulurkan apa yang sudah didapat. Ada juga yang memberi perumpamaan bahwa rezeki itu bak air yang ada di dalam sumur. Tidak boleh ditimbun.

Sumur bila tidak ditimba, maka air itu akan tidak enak, bau, airnya pun keruh. Begitu juga rezeki yang kita peroleh, bila ditumpuk pasti mubajir.

Gambaran hidup bagaikan talang membuka wawasan Bu Kanjeng untuk selalu bisa berbagi dan bersyukur punya kesempatan memikirkan orang lain.Bu Kanjeng yakin hidupnya pun sudah ada yang mikir.

Bagaimana menurut anda?

 

Tinggalkan Balasan

4 komentar