KMAC 15. Profesionalisme Guru dan Perkembangan Teknologi

Pendidikan, YPTD15 Dilihat

KMAC 15. Profesionalisme Guru dan Perkembangan Teknologi
Penulis : Theresia Martini, S.Ag., M.M

Pada satu kesempatan, penulis membaca di salah satu platform blog terkenal Kompasiana, milik Pak Evridus Mangung, yang mengulas tentang kegelisahan dan kecemasan sebagian Generasi Baby Boomer atas kehadiran Generasi Z dalam dunia pendidikan.
Baca: Generasi Baby Boomer atas kehadiran Generasi Z dalam dunia pendidikan.

Dijelaskan oleh kompasianer bahwa ketidaknyamanan muncul karena sebagian dari Generasi Baby Boomer tersebut belum bisa menggunakan alat tehnologi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pendidik.

Sementara situasi berbanding terbalik dialami oleh Generasi Z yang sangat terbuka terhadap perkembangan teknologi digital, sehingga cenderung menggunakan berbagai fitur digital yang tersedia sehingga sangat memfasilitasi dan mempermudah mereka bekerja, baik untuk melengkapi perangkat pembelajaran yang bisa diselesaikan dalam hitungan menit saja dan juga membantu serta mempermudah mereka dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Kondisi ini disebut-sebut sebagai penyebab Generasi Baby Boomer menjadi berkecil hati dan bahkan sampai mengalami situasi tertekan (stress) dan pada akhirnya bersikap pasrah dengan mencari alibi demi pembenaran diri, demikian tulis Pak Evridus Mangung.

Lain lagi masalah tersaji yang penulis temukan pada tulisan Kompasianer Ayah Tuah, yang masih menyinggung tentang kemajuan tehnologi digital

Baca: Puisi Dan Nasib Para Penyair 

Pada tulisan Ayah Tuah, menceritakan suatu situasi di WA KPB, yang mengalami sedikit “kegaduhan.” Kegaduhan disebabkan oleh Kompasianer Acek Rudy, membagikan puisi di grup dan menjelaskan bahwa puisi itu dibuat oleh “robot cerdas” bernama ChatGPT. GPT sendiri merupakan kependekan dari Generative Pre-Trained Transformer, yang di kutip dari Tribunnews, ChatGPT adalah sebuah perangkat lunak yang dikembangkan OpenAI. Sebuah platform kecerdasan buatan yang didirikan oleh Sam Altman dan Elon Musk, demikian di jelaskan Ayah Tuah pada tulisannya di Kompasiana, 18 februari 2023 lalu.

Ayah Tuah (mungkin) dengan ekspresi tersenyum getir mengatakan, “… membuat saya berdebar, kenapa robot itu seperti bernyawa, punya “perasaan”. Dan puisi adalah cara mengolah rasa yang dituangkan dalam bentuk permainan kata. Ah, mesin pun bisa berasosiatif dan bermetafora.”

Selanjutnya Ayah Tuah juga mengungkapkan, “Sebagai media pembelajaran, untuk pembanding, sebenarnya tak apa. Ia menjadi masalah kalau penyair (juga penulis lain) sangat bergantung kepada robot cerdas itu. Dan ini membuat tumpulnya kreativitas. Melahirkan generasi pemalas.” Generasi bodo amat.

Demikian kalimat penutup diungkapkan Kompasianer Ayah Tuah, yang menampakan kekecewaan ataupun kejengkelannya dengan kecanggihan teknologi, yang siap mengancam kreativitas manusia dan akan melahirkan generasi pemalas.

Dua ulasan kontradiktif yang ditulis oleh dua kompasianer di atas, sengaja penulis tampilkan untuk melihat perbandingan yang ada di lapangan sesungguhnya, terkait dengan “Profesionalisme Guru dan Perkembangan Tehnologi.”

Di satu sisi perkembangan tehnologi digital menurut tulisan Pak Evridus Mangung, telah menguntungkan bagi Generasi Z karena memberikan kemudahan manusia memenuhi kebutuhannya, namun di sisi lain perkembangan tehnologi dapat membunuh kreativitas manusia dan memberikan dampak melahirkan generasi pemalas, yang termuat di tulisan Ayah Tuah.

Penulis  sendiri sebagai salah satu dari masyarakat Generasi Baby Boomer, mengakui kebenaran dari tulisan, Pak Evridus Mangung tersebut. Penulis terkadang mengalami kepanikan dengan perkembangan teknologi digital yang dituntut untuk dipahami dan dimengerti.

Hal ini bukan berarti penulis memberikan dukungan atau menolak pernyataan dari kalimat penutup yang ditulis Ayah Tuah, bahwa perkembangan teknologi digital ChatGPT akan berdampak buruk karena membunuh kreativitas dan juga  melahirkan generasi pemalas, khusus bagi para penyair, seperti tulisan Ayah Tuah

Penulis sangat mengakui kebenaran dari pernyataan yang tertuang di kalimat penutup Ayah Tuah, yang dimungkinkan sebagai generasi pemalas dan kurang kreatif, jika “masyarakat” (baca; penyair) melulu mengandalkan dan berharap pada kecanggihan teknologi digital yang dirancang sedemikian rupa oleh sebagian kecil orang kreatif untuk membantu dan meringankan pekerjaan manusia.

Sebaliknya, jika perkembangan teknologi digital sebagai wujud nyata dari revolusi industri 4.0 yang terus menyempurnakan diri melalui konsep era society 5.0 dapat kita ikuti secara bertahap demi perkembangan diri maka kekhawatiran akan ketertinggalan zaman pun akan sirna.

Demikian yang dituntut untuk dilaksanakan para guru sebagai tenaga profesional dalam menghadapi tantangan perkembangan teknologi digital di era society 5.0 saat ini.

Perubahan pola pikir (mindset) sebagai faktor terpenting akan mempengaruhi kehidupan kita. Pasalnya, hal-hal yang selalu kita pikirkan dari waktu ke waktu akan memberi dampak langsung pada sifat dan sikap kita, bukan sebaliknya.

Hal yang tampaknya kecil bisa membuat perbedaan besar, mindset menyumbang perbedaan utama antara mereka yang berhasil dan mereka yang tidak.

Jadi, jika serius ingin mencapai kesuksesan di setiap bidang kehidupan, kita harus belajar untuk menguasai bidang tersebut dan menetapkan mindset yang tepat.

Dalam tulisan terdahulu penulis mengupas tentang tuntutan yang harus dipenuhi seorang guru sebagai tenaga profesional yang harus memiliki berbagai macam kriteria.

Baca: Guru dan Tantangan Profesionalisme 

Kriteria-kriteria tersebut tidak cukup apabila tidak disertai dengan perubahan cara berpikir yang lebih kritis, konstruktif dan inovatif sehingga dapat beradaptasi dengan perkembangan era yang sedang dan terus akan berlangsung.

Seperti yang kita ketahui bersama era society yang diperkenalkan oleh Pemerintah Jepang pada tahun 2019 lalu telah memasuki era industri 4.0.

Sementara itu konsep era society 5.0 yang mulai populer sejak 2 tahun lalu, tepatnya pada 21 Januari 2019 merupakan penyempurnaan konsep-konsep sebelumnya.

Konsep era society 5.0 merupakan era perkembangan tehnologi merupakan bagian dari hidup manusia itu sendiri, sehingga memungkinkan kita menggunakan ilmu pengetahuan berbasis modern dapat memenuhi segala kebutuhan manusia.

Internet bukan hanya digunakan sekadar berbagi informasi, melainkan juga untuk menjalani dan memenuhi kebutuhan kehidupan.

Manusia di era society 5.0 dituntut untuk lebih berinovasi menemukan dan menghasilkan solusi dalam mengatasi dan memenuhi segala problem kebutuhan hidupnya, agar tetap berlangsung.

Sebuah kenyataan yang dihadapi masyarakat pada era ini, untuk berani bersikap dan berpikir maju sekian langkah mengikuti perkembangan zaman, namun tetap berpijak pada nila-nilai budaya bangsa.

Dengan adanya perubahan era society 5.0 sebagai kelanjutan dari era revolusi industri 4,0 maka mau tidak mau, suka atau tidak suka menyebabkan terjadinya perubahan dan pergeseran sistem dalam dunia pendidikan.

Diprediksi bahwa pendidikan akan menjadi lebih dinamis dan terbuka, sehingga dimungkinkan dapat dijangkau oleh siapa saja, di mana saja, dan kapan saja, karena lebih banyak memanfaatkan teknologi informasi untuk berinteraksi dan berkolaborasi.

Dengan begitu guru maupun peserta didik memiliki keluasan dan kemerdekaan dalam belajar dan mengajar dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan.

Menghadapi era society 5,0 dunia pendidikan memiliki peran cukup besar dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Elemen penting lainnya seperti pemerintah terkait dan organisasi masyarakat serta masyarakatnya sendiri turut berperan untuk melakukan perubahan terkait dengan paradigma pendidikan untuk menumbuhkan kreativitas peserta didik.

Mari!!! semua rekan guru Generasi Baby Boomer; sudah saatnya kita terbuka dan membuka diri pada perkembangan zaman, mulailah bergerak dengan belajar, belajar dan terus belajar mewujudkan profesionalisme seorang guru.

Belum atau tidak terpilih menjadi seorang Guru Penggerak bukan alasan untuk tidak mengembangkan diri dan menyerah pada keadaan.

Teruslah kita berupaya untuk mengembangkan potensi diri. Segala upaya yang kita lakukan adalah mulia, demi mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membangun potensi anak negeri sebaik-baiknya.

Tidak perlu berkecil hati. Tunjukkan pada dunia bahwa kita mampu mengalahkan dunia. Karena musuh terbesar kita bukanlah dunia dan perkembangannya, melainkan DIRI SENDIRI.

“Tetap Semangat Rekan Guru Indonesia, Bersama Kita Pasti Bisa”

 

Pangkapinang, 25 Februari 2023

Tinggalkan Balasan

7 komentar