KMAC 20 Sekolah Jam 5 Pagi, dari Pro-Kontra Hingga Revisi

Sekolah Jam 5 Pagi:

Pro-Kontra Hingga Revisi

Oleh Erry Yulia Siahaan
Aktivitas pelajar di pagi buta itu merupakan implikasi dari kebijakan baru Pemprov NTT yang memberlakukan masuk jam sekolah pukul 05.00 WITA (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha/aww.)

Hari-hari ini, perbincangan kita masih ramai seputar kebijakan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat, untuk memberlakukan masuk sekolah pukul 05.00 WITA bagi para peserta didik sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat. Laiskodat mengatakan hal itu tidak salah, demi memupuk etos kerja sejak dini.

Penegasan itu termuat dalam video berdurasi 1 menit 43 detik yang beredar di media sosial. Tujuan memulai kegiatan belajar mengajar (KBM) sedini itu, kata Gubernur NTT, untuk membentuk, melatih, serta memberikan pengajaran dan pendampingan siswa sehingga bisa mempersiapkan diri dengan baik agar nantinya dapat melanjutkan pendidikan ke kampus atau perguruan tinggi unggul, seperti Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM), juga sekolah-sekolah kedinasan seperti Akademi Militer (Akmil) dan Akademi Kepolisian (Akpol).

Pemberlakuan kebijakan itu antara lain melihat fakta masih sangat minimnya jumlah lulusan SMA di NTT yang diterima di universitas negeri terkemuka dan sekolah-sekolah kedinasan. Padahal, 50% dari APBD NTT sudah dialokasikan untuk pendidikan. Ini dinilai melampui ketentuan undang-undang.

Murid kelas 12, SMAN 6 Kupang masuk sekolah jam 5 pagi. (Foto: Jo Kenaru/NTT/vivo.co.id)

Sementara pro dan kontra berjalan, kebijakan itu sudah mulai diterapkan. Seperti bisa disaksikan pada foto yang diterbitkan di laman viva.co.id yang bertuliskan “Murid kelas 12, SMAN 6 Kupang masuk sekolah jam 5 pagi” hasil jepretan Jo Kenaru (NTT). Dari foto itu terlihat sejumlah murid berdiri dalam barisan di lapangan, seperti sedang mendengarkan pengarahan, dengan latar belakang langit yang masih gelap.

Laman CNN Indonesia, Rabu (1/3) memuat berita tentang penerapan kebijakan itu di 10 sekolah, untuk siswa kelas 12. Meskipun sekolah-sekolah itu menetapkan penerapannya menjadi pukul 05.30, ternyata banyak siswa yang telat karena tidak ada angkot. Menurut seorang siswa, umumnya angkutan umum belum beroperasi pada pukul 04.30 sampai 05.30 WITA.

Suara Pro

Sikap pro antara lain datang dari Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi. Menilai bahwa ide itu cemerlang, Soi meminta pemberlakuan perubahan jam masuk sekolah menjadi pukul 05.00 WIB diterjemahkan secara baik oleh semua pihak. Seperti dimuat oleh CNN Indonesia Rabu (1/3) malam, Soi meminta agar kebijakan itu tidak menimbulkan beragam persepsi hingga kegaduhan di tengah masyarakat. Pihaknya meminta kepada masing-masing sekolah untuk memodifikasi dan mengatur metodenya.

Pada prinsipnya, kata Soi, ini untuk mempersiapkan anak didik, untuk meningkatkan kompetensi dan memiliki daya juang yang tinggi. Perubahan jam masuk sekolah bertujuan melatih anak agar memiliki fight spirit dan itu bisa dimulai sejak pagi hari dengan beraktivitas. Juga, agar mutu pendidikan di NTT semakin baik.

Story pada salah satu akun Facebook kerabat.

Di antara facebook kerabat, ada yang mendukung ide Gubernur.

“TERBAIK ‘Try and Fix It’ tulisnya mengutip ucapan Gubernur dalam story-nya yang diiringi lagu A Million Dreams lewat suara Lucy Thomas. “Tidak ada PERUBAHAN di dunia ini yang tidak ada Pro dan Kontra. Keep Spirit.”

Kontra

Sikap kontra datang dari berbagai kalangan. Orangtua banyak yang mengeluh. Sebuah akun di facebook dari seorang kerabat di NTT menuliskan keberatannya kalau anak-anak harus masuk sekolah jam 5 pagi, karena ngurus tanam kelor dulu. Entah maksud dari kerabat itu adalah untuk menyindir Gubernur, karena dua tahun lalu ada gerakan menanam kelor di NTT yang juga diprakarsai oleh Gubernur, ataukah memang hari-hari ini dia sibuk berbudidaya kelor di kampung.

Sebuah berita memuat ungkapan netizen yang meminta Gubernur untuk ngantor juga jam 5 pagi agar menjadi teladan. Masyarakat menilai, pergi ke sekolah sepagi itu sangat rawan, apalagi ada kebijakan jalan kaki yang dibuat oleh Gubernur melalui surat edaran tertanggal 7 November 2022.

Sejumlah anggota DPR, psikolog, dan pengamat pendidikan ikut mengecam kebijakan Gubernur tersebut. Ada yang menyebutnya “aneh dan tidak nyambung”.

Anggota Komisi X DPR Syaiful Huda, seperti dikutip dari CNN Indonesia, tidak setuju dengan kebijakan itu karena masih banyak cara lain untuk meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan, selain memajukan jam masuk sekolah. Psikolog pendidikan Rizza Utami Purbasari mengatakan gagasan itu keliru karena semakin pagi anak beraktivitas, semakin terganggu fungsi kognitif dan perkembangan otak anak. Dengan bangun lebih cepat, jam tidur dan istirahat anak akan terganggu. Hal ini akan menyebabkan berbagai hal, mulai dari penurunan atensi hingga gangguan memori. Jam tidur anak harus terpenuhi maksima. Kualitas tidur akan berpengaruh terhadap perkembangan otak dan fungsi kognitif anak.

Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melalui Sekjen FSGI, Heru Purnomo, mendesak agar usulan tersebut untuk dibatalkan.

Revisi        

Troubleshooting an HTTP 500 internal server error is like solving a mystery. (Sumber: hubspot.com)

Selasa (28/2), Gubernur masih bersikukuh tidak akan mundur soal kebijakan tersebut, khususnya untuk sekolah di mana kebijakan itu diberlakukannya, yaitu SMA 1 dan SMA 6. “Karena itu saya tak akan mundur. Saya menyatakan ini penting,” kata Viktor dalam video yang diunggah di akun Instagram @viktorbungtilulaiskodat, Selasa (28/2).

Kemarin, Pemprov NTT melalui Kepala Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Provinsi NTT Linus Lusi, S.Pd,.M.Pd. yang didampingi oleh Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Provinsi NTT Prisila Q, dikabarkan telah menggeser jam masuk sekolah untuk siswa di beberapa SMA dan SMK Kota Kupang menjadi pukul 05.30 WITA.

Sebagaimana diberitakan oleh Kompas.TV, kebijakan itu untuk sementara berlaku bagi 10 sekolah di Kota Kupang, yaitu SMAN 1, SMAN 2, SMAN 3, SMAN 5, SMAN 6, SMKN 1, SMKN 2, SMKN 3, SMKN 4, dan SMKN 5. Penerapannya satu bulan sejak 27 Februari. Selanjutnya, dua sekolah dengan hasil terbaik akan dipilih untuk nantinya didampingi khusus oleh berbagai perguruan tinggi, agar bisa masuk dalam jajaran 200 SMA/SMK terbaik di Indonesia.

Pendapat Saya

Saya sendiri jika ditanya, setuju atau tidak setuju, saya akan bertanya balik, untuk bagian ide atau pernyataan yang mana dari Gubernur yang perlu saya setujui atau tidak setujui? (Maklum, saya lagi getol mengutak-atik semantik) Jangankan ide atau pernyataan itu seutuhnya, satu bagian kecil saja, bahkan satu titik, dari ide atau pernyataan itu sudah bisa menimbulkan pembahasan panjang dari beragam sudut pandang. Apalagi ide itu dilemparkan kepada banyak orang.

Saya penganut non hitam-putih dalam memandang persoalan. Jadi, semua berpulang pada yang menelorkan ide, yang mengeluarkan pernyataan, dan yang kebagian tugas melaksanakan. Apalagi, Gubernur NTT sudah mengatakan, jangan samakan NTT dengan Jakarta dan jangan pula membawa-bawa Finlandia. “NTT kekurangan infrastruktur, suprastruktur, sumber daya, semua kita kurang kecuali uang.”

Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat (Sumber: cnnindonesia.com)

Laiskodat terkesan ingin bisa dipercaya bahwa keputusannya benar. Dia ingin menegaskan bahwa dirinya lebih mengenal daerahnya ketimbang orang luar.

Nah, saya di Bogor, bisa bilang apa? Iya, kan? Apalagi, saya bukan ahli kebijakan publik. Saya tidak memiliki power atau otoritas untuk mengatakan boleh atau tidak.

Sebagai gubernur, Laiskodat pastilah sudah paham bahwa kalau memang tidak yakin, sebaiknya tidak usah dipaksakan. Kalau kira-kira harus disertai pengorbanan yang tidak setimpal dengan apa yang dicita-citakan, juga sebaiknya dipikirkan ulang. (Mudah-mudahan Laiskodat juga sudah tahu, bahwa bila sebuah gebrakan drastis dilakukan di hari-hari yang sudah mendekati ujian ini, bisa saja dinilai kurang elok. Sebab, sedikit atau banyak, hal itu tentu berpengaruh pada psikologis anak, sebagai salah satu pihak yang harus menjalani langsung kewajiban itu.)

Sebelum membuat keputusan itu, Laiskodat tentu sudah paham bahwa tidak bagus jika dia meluncurkan gebrakan ini untuk sekadar sensasi ketimbang pemotivasi untuk meningkatkan prestasi. Apalagi, Gubernur sadar, dia suatu waktu harus meninggalkan kursi Gubernur. Masa dia mau membuat kebijakan yang bakal kontra-produktif buat citra dan karirnya, iya kan? ***

Tinggalkan Balasan