Cerbung ini khusus persembahan penulis untuk mereka para mahasiswa. Namun juga untuk mereka yang masih berjiwa muda.
DUA PULUH DELAPAN
Suasana seperti ini mengingatkanku saat bersama Erika. Gadis yang sudah menjadi masa laluku. Rasanya memang seperti mimpi bersama Erika sejak masih SMA, namun saat menjadi mahasiswa harus menerima kenyataan Erika menikah dengan orang lain.
Tidak mudah melupakan kenangan bersamanya begitu saja. Ya sempat aku terguncang tapi mampu bangkit dengan dukungan sahabat-sahabatku terutama Aini Mardiyah. Bagiku Aini adalah orang terdekatku.
Lucunya Aini adalah sahabat Erika bahkan hingga sekarang mereka masih sering kontak. Apakah lucu anggak ya jikak aku harus jatuh cinta kepada Aini Mardiyah? Entahlah.
Tidak seperti biasanya hari itu Aini datang ke Kampus tidak bersama lelaki yang biasa menemaninya.
“Aini kok menyetir sendiri? Kemana Si Ganteng yang biasa menemanimu?”
“Si Ganteng? Oh Erwin maksudmu. Iya memang dia ganteng. Dia sudah pulang ke Padang!” Jawab Aini dengan suara datar biasa saja. Namun hal ini bagiku justru menambah rasa penasaran. Siapakah Erwin, apakah dia calon suami Aini? Aku jadi menyesal mengajukan pertanyaan tadi. Maksudnya ingin mengorek informasi eh malah jawaban Aini membuat aku bertambah galau.
“Hei Han kenapa kamu jadi melamun begitu?”
“Ah enggak apa-apa. Aku hanya berfikir pasti Aini kangen Erwin yang biasanya selalu bersama-sama,” kataku mulai usil lagi. Sebenarnya enggak enak juga bersikap seperti ini tapi apa boleh buat kalau tidak begini aku tidak akan tahu siapa cowok yang membuat aku menjadi galau ini.
“Kangen?” Aini tiba-tiba tertawa seolah-olah yang aku katakan itu memang lucu. “Han, dia itu saudara sepupuku yang masih duduk di SMA. Kebetulan kemarin sedang liburan. Ingin kuliah di Bogor, nanti kalau sudah lulus. Lucu dong dengan sepupu kangen-kangenan. Kalau sama kekasih baru kangen!” Kata Aini masih meninggalkan senyum.
“Oh pantas setelah aku perhatikan wajahnya agak mirip-mirip kamu, Aini!” Kataku dengan hati lega sambil mengalihkan pembicaraan.
“Ya iyalah, Erwin itu anak tanteku. Udah ah kita ke Laboratorium saja.” Ajak Aini.
“Ok Nona manis kita kerja untuk skripsi biar cepat rampung.”
Aini tersenyum dan kami menuju Laboratorium untuk bekerja seperti biasa. Terus terang selama di Laboratorium itu aku tidak begitu fokus bekerja. Selalu memikirkan Aini padahal sekarang orangnya ada di ruangan yang sama.
Memang ada rasa lega ketika tahu bahwa lelaki yang selalu bersama Aini itu ternyata masih sepupunya. Namun tetap saja bagiku harus menempuh jalan terjal untuk bisa meraih cinta Aini. Walaupun hampir setiap hari selalu bersama Aini namun pada setiap pembicaraan kami hanya canda dan tawa yang biasa saja.
Ilustrasi Foto by Pixabay.
Teman-teman bagi penggemar novel sila baca novel di bawah ini, klik saja tautannya.
1 komentar