Mengairi Gurun

Cerpen, Fiksiana43 Dilihat

Oleh : Heri Setiyono, S.Pd

 

Guru macam apa aku ini yang terlena dengan urusan administrasi. Sudah menjadi tugas untuk guru mengerjakan administrasi kelas, tetapi administrasi sekolah yang tidak habis dikerjakan, Oh sungguh menyita waktu.

Di sekolah ini semua bertumpu padaku, sedang para atasan bukannya tidak mau tahu tetapi tidak memiliki kemampuan untuk itu. Manajerial pun hanya dilakukan dengan perintah tanpa teladan dan solusi dari pengalaman dan  data.

Perhatian kepada murid nampaknya perlu dan harus. Perkembangan di kelasku tidak mencapai titik yang kuharapkan, meskipun tidak ada masalah berarti tetapi ada suatu kekurangan. Utamanya adalah kepedulian. Acuh tak acuk kepada sekitar, menjadi masalah.

Sejenak aku merenung apakah karena aku yang tidak seratus persen mengajar dengan benar. Teringatlah aku petuah seorang filsuf negeri barat bahwa mengajar bukanlah menebang poho di hutan tetapi membuat irigasi dan mengairi gurun.

Butuh perhatian khusus, mengajar sambil lalu tidak akan menghasilkan luaran yang  serius. Hal ini kudapati ketika aku disibukkan dengan pekerjaan administrasi kreatifitas mengajar tidak menjadi merdeka seperti yang diangankan pemerintah. Merdeka belajar.

Belajar dari murid

Suatu siang sengaja kuamati murid-muridku di suatu jam istirahat. Semuanya asyik dengan hal-hal yang mereka suka, makan, bermain dan hanya berkumpul dengan kelompok sepermainan saja. Aku mengetahui ada kekurang akraban dalam kelasku. Beberapa anak lebih suka menyendiri. Beberapa lagi sibuk mengusili yang lain dengan berbagai candaan yang menurutnya lucu.

Belajar dari situ aku menyadari ternyata anak-anak lebih memiliki perbedaan daripada orang dewasa yang senyatanya serupa kalau tidak menikmati hidup ya hidup selalu dalam problema. Menjadi dewasa sepertinya memasuki dunia yang berbeda dengan kebahagian masa kanak-kanak.

Aku ingin mengutuhkan kebahagian dalam kelasku. Kucatat satu persatu masalah beserta kemungkinan solusinya. Kujadwalkan saat itu dalam setengah tahun ke depan ada perbaikan.

Ada yang lebih unggul dari keadaan

Termin pertama kuberikan berbagai bacaan. Aku ingin anak-anak terbebas bahwa belajar melulu pada materi teks terstruktur dalam garis kurikulum. Hari itu aku hanya ingin anak-anak membaca saja. Memilih apapun bacaan yang disuka dari yang kusediakan.

Menakjubkan ternyata setiap anak memiliki ketertarikan terhadap genre buku tertentu. Dari situlah aku berusaha menghadirkan pembelajaran yang mengarah kepada minat mereka.

Beberapa kekagumanku terletak pada pengetahuan dan kreatifitas yang mereka lakukan dalam menghadapi keadaan. Hani yang terlahir di keluarga kurang mampu, ayahnya hanya tukang tambal ban memiliki kreatifitas dalam seni batik dan membantu ibunya dalam mengerjakan kain batik. Saat itu kain batik yang berproses bertahap-tahap dilakukan tidak oleh satu orang. Ada orang tersendiri yang mengisi pola batik dengan titik-titik. Ada juga yang bertugas mengisi malam pada warna yang dipertahankan yang disebut “nembok.” Hani membantu pekerjaan orang tuanya dan dia memiliki kesabaran dan ketekunan luar biasa ternyata.

Kemudian Dinda yang dari keluarga berada namun pendiam dan penyendiri, ternyata memiliki ide-ide brilian dalam menyelamatkan lingkungan dan life hack terhadap masalah kehihdupan  sederhana.

Keadaan beberapa anak yang luar biasa. ada yang jaraknya jauh dari sekolah dan bersepeda hingga lebih dari setengah jam dan masih banyak lagi. Kesemuanya adalah istimewa dan mereka mampu lebih unggul dari keadaan.

Sesuatu istimewa yang dicapai bukanlah dari perjuangan individu tetapi solidaritas bersama yang menjadikan berkembang dan bertumbuh bersama. Kelas kini tumbuh bersama. Itulah yang menjadikan istimewa.

Keistimewaan tidaklah muncul begitu saja dari yang kulakukan dalam memupuk kebersamaan, mengaungkan solidaritas hingga persatuan kelas, perlahan kelas menjadi lebih dinamis. Benarlah bahwa guru hanya  berperan menjadi jembatan untuk muridnya menuju tujuan dan setelah mereka menyeberang maka guru harus meleburkan diri agar mereka mampu membangun jembatannya sendiri.

Mengairi gurun tidaklah sesulit yang dibayangkan. Karena kreatifitas selalu datang entah dari udara yang membawa uang air pengetahuan ataupun kanal-kanal yang teguh kita bangun.

Heri Setiyono, S.Pd

NPA anggota PGRI 10094000266

Tinggalkan Balasan