Menghargai Diri Sendiri

Ada ungkapan asing yang mengatakan, “don’t judge the book by the cover.” Ungkapan ini menunjukkan sebuah pesan bahwa apa yang ada dalam sebuah buku, diketahui dari isinya sehingga buku tersebut harus dibaca.

Pengalaman sebuah pribadi mengungkapkan bahwa orang seringkali melihat atau menilai seseorang dari sisi luarnya saja.  Orang pun keliru menilai pribadi seseorang.

Misalnya, ketika seseorang berwajah “sangar” dengan mimik wajah serius terkesan menunjukkan seorang yang pemarah, sombong atau kurang bersahabat. Namun, ketika ia diajak berbicara dan orang mulai mengenalnya, ternyata ia merupakan sosok pribadi yang ramah dan bersahabat.

 Ciri Karakter

Kata “karakter” terarah pada suatu kualitas pribadi yang positif seperti peduli, jujur, adil, menghargai sesama, berbela rasa dan bertanggung jawab. Kualitas pribadi tersebut dikatakan sebagai ciri karakter.

Pengenalan karakter  membantu seseorang untuk mengetahui akibat yang dihasilkan dari suatu tindakan. Hal ini berkaitan erat dengan kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan manusia lainnya. Karakter yang kuat membantu seseorang untuk mematuhi sebuah aturan sosial atau kehidupan bersama manusia lainnya.

Selain itu, penguatan karakter akan mempengaruhi penghargaan orang lain terhadap diri sendiri. Tidak perlu menjadi orang yang sempurna. Jauh lebih penting adalah memulai dan terus berusaha untuk mengembangkan karakter pribadi sehingga relasi dengan orang lain tetap terjaga baik. Kesadaran bahwa semua manusia berada pada posisi yang sama, derajat yang sama, dan memiiki tanggung jawab sosial mendasar yang sama, hendaklah dimiliki semua pribadi sebagai sesama ciptaan-Nya.

Membuat Refleksi

Kita tentu pernah menatap diri sendiri untuk beberapa waktu ketika sedang bercermin. Sekilas, kita akan langsung mengamati dan menilai secara fisik, bayangan diri yang terpantul pada cermin. Pengamatan dan penilaian awal biasanya terpusat pada area wajah seperti kondisi panca indera, pipi, warna kulit  dan  gesture wajah. Setelah itu perhatian beralih kepada bagian tubuh lainnya.

Di sisi lain, bercermin dapat menjadi sarana untuk mengamati dan menilai sisi bagian dalam diri yaitu karakter diri. Ketika bercermin, ada hal-hal yang hendaknya diperhatikan yaitu:

  1. Menerima semua hal yang tampak tidak sempurna dalam diri. Sang Pencipta telah menciptakan manusia beragam, tidak ada yang sama. Menerima diri apa adanya merupakan ungkapan rasa syukur atas karunia Tuhan.
  2. Mencintai diri sepenuh hati. Apapun adanya, diri sendiri merupakan karya Tuhan dengan rencana yang sudah disiapkan-Nya.
  3. Mengenali karakter diri dengan baik. Hal yang sangat baik untuk mengetahui ciri karakter apa yang dimiliki. Misalnya periang, rendah hati, ramah, luwes dan sebagainya. Hal ini menjadi modal utama untuk menjalin relasi yang baik dengan lingkungan sosial.
  4. Mengembangkan potensi diri yaitu ciri karakter tersebut. Potensi tersebut terus diasah agar dalam prakteknya menjadi sebuah habitus atau kebiasaan yang tampak alami (tidak dibuat-buat).

Mandiri dan Kesepian

Penting untuk dikatahi bahwa kesepian dan mandiri tidaklah sama. Seseorang yang tampak mampu melakukan berbagai hal sendirian sering dikatakan sebagai orang yang mandiri.

Jika terdapat kesulitan untuk bergaul dan bekerja sama dengan orang lain, alangkah baiknya membangun komunikasi dengan orang terdekat dan lebih memahami serta dapat dipercaya.

Setiap orang memiliki gaya (style) tersendiri. Ada yang peduli, adil, koperatif, pemaaf dan sebagainya. Gaya yang menjadi ciri khas itu dapat menjadi icon pribadi bagi orang lain.

Itulah sebabnya, kita sering mendengar orang mengatakan: Si Sombong, Si Jahat, Si Pemalu, Si Murah Hati, dan sebagainya.

Cinta Diri dan Egois

Seringkali orang terperangkap pada dua kata yang nyaris tidak terlihat perbedaannya. Kedua istilah “cinta diri” dan “egois”  dipisahkan oleh orientasi ketika diaplikasikan dalam hidup sehari-hari.

Cinta diri dimaknai sebagai sebuah sikap menerima diri apa adanya dan menjadikannya sebagai kekayaan karakter pribadinya. Kecintaan pada diri membuat seseorang percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain. Ia tidak menjadikan dirinya sebagai “pusat perhatian”. Ia berada pada garis lingkaran bersama-sama dengan orang lain.

Karakter egois menempatkan dirinya sebagai sentral atau pusat perhatian orang. Ia berada di titik tengah lingkaran dan berusaha tampil sempurna dibandingkan orang-orang yang berada pada garis lingkaran. Biasanya, orang seperti ini akan gelisah bila pamor sentral itu mulai redup dan masalah dimulai.

Insight

Nah, mulailah mencoba mengenali ciri karaktermu dan berusahalah untuk mencintai dirimu apa adanya. Tidak ada manusia yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Dia, Sang Pencipta Semesta Alam.***(kps)

Tinggalkan Balasan