MENGAPA HARUS GALAU?
Oleh: Nanang M. Safa
Anda pasti memiliki hobi. Hobi yang saya maksud di sini tentulah hobi yang menurut standar umum positif. Seperti saya sendiri misalnya, sejak dulu saya suka menulis. Kegiatan menulis ini bagi saya sudah menjadi bagian dalam kehidupan keseharian saya, biarpun ada kalanya terjeda karena rutinitas keseharian yang kadang memang harus menyita waktu saya. Namun itupun tidak lantas membuat saya melupakan kegiatan menulis. Maka saya berani mengatakan dalam berbagai kesempatan bahwa hobi saya adalah menulis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “hobi” memiliki arti kegemaran atau kesenangan istimewa yang dilakukan pada waktu senggang, bukan sebagai pekerjaan utama. Hobi adalah kegiatan rekreasi yang dilakukan pada waktu luang untuk menenangkan pikiran dan memperbaiki suasana hati seseorang (https://greatdayhr.com/id-id/blog/apa-itu-hobi-pengertian-manfaat-dan-jenisnya/).
Beberapa cara juga saya lakukan untuk merawat hobi menulis saya tersebut. Saya bergabung dengan beberapa grup penulis baik lokal maupun nasional. Saya juga mengelola blog pribadi selain juga bergabung dengan website menulis semisal website Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan (YPTD). Selain itu sesekali saya juga ikut lomba menulis. Beberapa buku antologi bersama dan buku solo ber-ISBN juga menjadi bukti bahwa saya memang hobi menulis.
Sebagai seorang yang memiliki hobi menulis, tentu saya juga ingin menyebarluaskan tulisan-tulisan saya. Tujuannya tentu agar tulisan-tulisan saya bisa dibaca banyak orang. Bukan untuk pamer. Bukan pula untuk gagah-gagahan. Toch saya juga belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan banyak penulis di luar sana. Jadi intinya saya hanya ingin berbagi tentang berbagai hal melalui tulisan. Siapa tahu tulisan saya tersebut memberikan manfaat dan bisa menginspirasi orang lain. Maka setelah saya memosting tulisan di blog pribadi maupun website YPTD, saya seringkali membagi linknya untuk saya share di grup WhatsApp maupun di akun facebook saya.
Oya, saya ngeblog sejak bulan Juli tahun 2012. Blog saya hanyalah blog gratisan. Blog tersebut saya beri nama https://kampus215.blogspot.com/. Hingga akhir Juli 2022 ini, blog saya telah dikunjungi sebanyak 233.582 kali. Belum terlalu banyak memang. Selain itu ketika saya coba lacak di google, ternyata banyak juga yang mengcopy paste tulisan-tulisan saya untuk berbagai keperluan. Bukankah ini bisa menjadi bukti juga bahwa tulisan-tulisan saya cukup banyak dicari dan diminati?
Namun beberapa waktu lalu, beberapa teman satu grup WhatsApp yang kebetulan juga sering bertemu di dunia nyata, menyampaikan bahwa semestinya link postingan saya tidak perlu dishare di grup. Tentu saja hal ini menggunggah rasa penasaran saya. Apa yang salah dengan tulisan saya? Mengapa tiba-tiba saja saya dilarang berbagi? Bukankah sudah sejak lama kebiasaan ini saya lakukan? Mengapa baru sekarang muncul keberatan? Apakah saya sudah melanggar privasi mereka?
Saya harus mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu. bukan apa-apa. Saya hanya merasa aneh saja. Mestinya mereka sudah sangat hafal dengan kebiasaan saya berbagi postingan di WAG. Maka saya mulai menyelidik tentang keberatan beberapa teman saya tersebut. Pada akhirnya penyelidikan saya mengerucut pada satu simpulan bahwa postingan saya dianggap menjadi pemicu munculnya program Satu Guru Satu Buku (SaGuSaBu) di tempatnya mengajar.
“Begitukah?” Tanggapan saya singkat sambil tersenyum kepada teman saya yang membisiki saya tentang kegelisahan beberapa teman saya tersebut.
Coba jika Anda berada di posisi saya, bagaimana perasaan Anda mendengar berita seperti itu? Sedih atau gembira? Meratap atau bersyukur? Lalu apa yang akan Anda lakukan?
Saya mulai merenung. Tidak perlulah mencari siapa yang paling benar dalam hal ini. Barangkali saja memang ada hal-hal yang harus dikompromikan.
Menulis adalah hobi saya. Berbagi link adalah cara saya sejak lama untuk menyebarluaskan tulisan-tulisan saya. Dan saya yakin semua itu tidak melanggar hak orang lain juga. Dari sisi ini tentu saya bisa saja tetap melakukan kebiasaan saya berbagi link melalui media apapun yang bisa saya akses, termasuk grup WhatsApp. Atau bahkan kegiatan saya untuk berbagi semakin menggila karena saya ingin membuktikan kepada mereka bahwa saya tidak pernah surut langkah terhadap hal yang saya yakini benar. Seperti kata pepatah “Sekali layar terkembang pantang surut ke belakang.” (https://id.wikiquote.org/wiki/Sekali_layar_terkembang,_pantang_surut_ke_belakang). Namun saya kira saya juga tidak bisa seegois itu.
Saya mencoba berfikir dari sisi lain. Barangkali saja mereka merasa galau ketika harus menulis, apalagi harus menulis satu buku ber-ISBN dalam jangka satu tahun. Anda juga pasti tahu bahwa menulis itu butuh kesungguhan dan keseriusan. Saya sengaja tidak mengatakan bahwa menulis itu sulit dan memerlukan keterampilan khusus. Saya yakin teman-teman saya yang berprofesi sebagau guru adalah orang-orang hebat. Bukankah untuk bisa menjadi guru saja disyaratkan harus lulus S1? Urusan tulis-menulis tentulah sudah menjadi menu sehari-hari. Hanya barangkali saja mereka belum terbiasa. Makanya saya lebih suka mengatakan menulis itu hanya butuh kesungguhan dan keseriusan. Mereka mungkin hanya perlu waktu dan kesiapan mental untuk memulai menulis yang nantinya bisa diterbitkan menjadi buku ber-ISBN.
Akhirnya untuk sementara waktu saya tidak membagi postingan saya di grup WhatsApp yang satu ini. Saya mencoba memahami perasaan teman-teman saya. Saya juga tidak mau menjadi orang egois di atas kegalauan orang lain. Dan ternyata langkah taktis saya ini justru berdampak positif. Beberapa teman secara pribadi mengajak saya berbagi pengalaman tentang cara menulis dan tentang cara menerbitkan buku ber-ISBN.
Semoga ke depan teman-teman saya yang berbrofesi sebagai guru tidak galau lagi ketika diajak “menulis”. Semoga ke depan program SaGuSaBu bisa menyebar ke banyak sekolah. Ayo terus kita giatkan literasi di segala lini.
Salam literasi!
#kmab#25