Menjadi Pengantar Undangan (2)

KMAB, Terbaru21 Dilihat

MENJADI PENGANTAR UNDANGAN (2)

Oleh: Nanang M. Safa’

 

Dusun Kampung Baru wilayahnya tidak terlalu luas. Membentang dari sisi Timur ke sisi Barat sepanjang kurang lebih 500 meter saja. Rumahnya juga belum terlalu padat. Namun istimewanya kampung ini, warganya sangat heterogen. Lazimnya mereka adalah para nelayan pendatang dari luar Jawa dan akhirnya menetap secara turun-temurun di kawasan ini.  Setelah cukup lama maka terbentuklah sebuah kampung yang dinamai Kampung Baru.

Dulu ketika saya kecil, kawasan Kampung Baru ini hanya dihuni oleh sekelompok orang dan belum bernama (atau barangkali saya yang belum tahu namanya ketika itu). Kawasan ini dulunya dipenuhi pohon kelapa dan suasananya begitu sunyi. Di kawasan ini juga banyak ditemui anjing peliharaan warga yang bagi saya dan teman-teman kecil saya kala itu, adalah binatang yang cukup menakutkan. Maka ketika kami bersepeda onthel (istilah kerennya sekarang nggowes), kami selalu tancap pedal main cepat-cepatan  ketika melewati jalanan kecil di depan sekelompok perumahan warga. Sesekali waktu kami sempatkan mengusili anjing-anjing itu agar mengejar kami. Dan ketika anjing-anjing itu mengejar kami, tentu kami lari tunggang-langgang tak tentu arah. Tapi ya … itulah keasyikan masa kecil kami ketika itu.

“Heh, turun!” suara teman saya mengagetkan saya.

Spontan saya turun dari boncengannya. Di dekat kami berhenti itu kebetulan ada seorang ibu beserta anak perempuannya sedang duduk santai di depan pintu rumahnya. Saya datangi mereka dan saya tanyakan nama yang tertulis di amplop coklat yang saya pegang. Dari ibu itu saya mendapatkan keterangan tentang salah satu nama biarpun dia sendiri kelihatan kurang yakin. Setelah mengucapkan terima kasih, saya ajak teman saya menuju arah rumah yang ditunjukkan.

350 meter ke arah barat, kami berhenti. Saya turun dari boncengan motor maticnya. Kebetulan ada seorang bapak sedang mengecat pintu rumah papannya. Dan kebetulan juga, ternyata nama yang tertulis di amplop itu rumahnya persis di belakang rumah bapak itu. Dengan rasa optimis saya langsung menuju rumah yang ditunjukkan. Namun ternyata rumah itu pintunya tertutup rapat. Saya tanyakan pada tetangga samping rumahya, katanya penghuni rumah itu sedang ada kepentingan dan pulangnya mungkin sore hari. Akhirnya amplop coklat itu saya titipkan kepada tetangganya itu. Beres.

Masih ada satu amplop lagi yang beralamat di RT 07 (Kampung Baru). Saya tanyakan kepada bapak yang tadi juga tidak kenal. Maka saya ajak teman saya pulang. Bukan putus asa, tapi masih ada yang lain yang harus kami antarkan. Namun sekali lagi sebelum kami benar-benar memutuskan untuk meninggalkan Kampung Baru, saya sempatkan bertanya pada seorang warga, kebetulan usianya masih cukup muda. Pertimbangan saya, barangkali saja kalau usia yang tertulis di amplop undangan itu juga masih muda, dia mengenalnya. Namun lagi-lagi zonk. Akhirnya kami putuskan kembali.

Sekarang di tangan saya masih tersisa 4 amplop. Satu amplop warga RT 07 (Kampung Baru) yang tidak bisa ditemukan tadi, 3 alamat warga RT 01 yang sejak awal sudah bikin kami pusing tujuh keliling.

Di sepanjang perjalanan pulang kami memperbincangkan keempat amplop coklat tersebut. Hampir saja kami putuskan untuk kembali namun tiba-tiba saja teman kami itu berujar, “Jangan-jangan ini berada di kawasan dekat aliran sungai di perbatasan desa”. Maka saya nurut saja ketika teman saya itu membelokkan motor maticnya ke gang yang dimaksud. Dan ahai … ketika saya turun dari boncengan dan bertanya kepada seorang ibu muda yang sedang asyik ngobrol dengan dua ibu muda tetangganya, ternyata benar, 3 amplop tersebut milik mereka. Sungguh lega rasanya.

Dan akhirnya kami sepakat kembali ke kantor. Satu amplop yang tersisa saya serahkan kembali kepada Panitia, tentu dengan berbagai cerita petualangan yang kami alami di lapangan.

Singkat cerita, Panitia berusaha segera mencari kejelasan alamat yang tertulis di amplop coklat tersebut. Eh, ternyata di luar dugaan kami. Alamat yang tertulis di amplop itu adalah alamat lama. Orangnya sudah pindah ke alamat baru di RT 06.

“Pantas saja ….” komentar saya pendek.

*****

Itulah kisah petualangan saya bersama seorang teman menjadi pengantar undangan. Ternyata mengantar undangan itu bukan pekerjaan mudah.

Catatan yang bisa dijadikan saran jika anda menjadi pengantar undangan (termasuk menjadi kurir) adalah:

Pertama, kuatkan mental Anda ketika menjalani tugas sebagai pengantar undangan (termasuk juga sebagai kurir). Anda sangat mungkin berhadapan dengan berbagai karakter manusia yang barangkali tidak pernah terlintas di pikiran Anda. Maka hanya mental bajalah yang akan bisa beradaptasi dalam berbagai situasi.

Kedua, jangan pernah menganggap remeh sebuah pekerjaan apapun itu, termasuk tugas sebagai pengantar undangan jika Anda tidak ingin mengalami kendala atau bahkan kegagalan dalam menjalankan tugas Anda.

Ketiga, sebaiknya Anda membekali diri dengan nomor hp yang bisa dihubungi untuk memudahkan pencarian alamat yang Anda tuju. Apalagi jika alamat yang akan Anda cari itu berada di wilayah perkotaan.

Keempat, jangan mudah putus asa dan menyerah. Berusahalah untuk tetap fokus menyelesaikan tugas Anda apapun tantangannya. Anda akan mendapatkan kepuasan batin tak terhingga ketika Anda bisa menyelesaikan tugas yang diberikan kepada Anda.

Selamat bertugas!

 

#kmab#02

Tinggalkan Balasan