RASA BAHASA DALAM BERKOMUNIKASI
Oleh: Nanang M. Safa
Seringkali kita mendengar percakapan atau perdebatan tentang makna beberapa kata yang sebenarnya masih bersaudara atau serumpun. Bagi sebagian besar pembaca, pendengar atau penulispun kata-kata tersebut secara umum dianggap sama saja. Namun jika ditelisik lebih dalam tentang makna kata atau rasa bahasanya, sebenarnya ada perbedaan strata dalam penggunaannya. Rasa bahasa bisa dimaknai sebagai penghayatan estetik dari sebuah kata atau bahasa.
Banyak orang menganggap penggunaan kata dalam berkomunikasi hanyalah sekedar mengungkapkan deretan kalimat. Intinya antara yang berbicara dan yang diajak bicara (mendengarkan) mengerti, selesai. Ok, untuk ukuran standarnya memang begitu. Namun ada kalanya berkomunikasi itu bukan sekedar mengerti, namun harus ada andap asor (sopan santun) dalam berkomunikasi. Itulah yang saya sebut sebagai strata kata. Strata kata ini akhirnya akan mempengaruhi rasa bahasa yang Anda ucapkan.
Dalam bahasa Jawa sendiri misalnya, untuk menyebut kata “kamu” saja ada beberapa sebutan. Menyebut “kamu” kepada orang yang dituakan maka harus menggunakan strata bahasa paling tinggi yakni kata “Panjenengan” yang dalam bahasa Jawa disebut krama inggil. Kemudian untuk strata di bawahnya ada kata “Sampeyan” yang dalam bahawa Jawa disebut basa krama, dan di bawahnya lagi ada kata “Kowe” yang dalam bahasa Jawa disebut basa ngoko.
Pada postingan ini saya hanya mengambil satu contoh kata yang juga sering menjadi bahan perdebatan yakni kata “janji”.
Ketika Anda ketikkan sinonim kata “janji” di search angine google, maka Anda akan disuguhi beberapa kata termasuk kata “sumpah” dan “ikrar”. Atau jika kebetulan Anda seorang penggemar Teka Teki Silang (TTS) dan Anda mendapati pertanyaan “janji” maka bisa saja Anda mengisikan kata “sumpah” atau “ikrar”. Dan karena kebetulan huruf dari ketiga kata tersebut berjumlah sama, maka Anda tinggal menyesuaikannya dengan kotak mendatar atau menurun.
Yudistira, seorang sastrawan senior tanah air mengungkapkan bahwa kata “janji” lebih cenderung digunakan dalam hubungan antar sesama manusia, artinya kata “janji” digunakan dalam konteks yang sepadan. Maka dalam sebuah kesepakatan hampir pasti kita temui kata “perjanjian” bukan “persumpahan”.
Kata “sumpah” kedudukannya satu tingkat lebih tinggi dibanding kata “janji”. Kata “sumpah” mengandung konteks kesucian yakni ada keterlibatan Tuhan di dalamnya. Misalnya penggunaan kata sumpah dalam ucapan atau kalimat “Sumpah demi Allah .…” bukan “Janji demi Allah .…”
Sedangkan kata “ikrar” menempati strata tertinggi dibanding kedua saudaranya. Dalam kata “ikrar” terkandung makna terdalam dari sebuah janji yang disertai sumpah untuk dapat mewujudkannya dengan segenap penyerahan diri orang yang berikrar. Misalnya, dalam penggunaan kalimat “Mengikrarkan dua kalimah syahadat”. Dengan demikian kata “ikrar” memiliki konsekuensi paling berat dalam konteks rasa kebahasaan.
Demikian tulisan singkat tentang contoh penggunaan kata sinonim yang sekilas sama namun sebenarnya memiliki rasa atau strata yang berbeda. Postingan ini hanyalah sebagai pembuka wawasan awal sesuai pengetahuan dan pemahaman penulis yang tentu sangat terbatas. Silahkan Anda telusuri lebih lanjut tentang materi dalam postingan ini. Anggap saja tulisan singkat ini sebagai pemantik diskusi jika memang dianggap perlu didiskusikan. Pendapat dan argumentasi Anda sangat berarti sebagai penambah wawasan bagi banyak orang.
#kmab#17