Selamat pagi sobat,
Di pagi hari yang cerah ini saya mengangkat topik di rubrik NGETEH MORNING tentang Puisi Taufik Ismail Untuk Palestina.
Konflik antara Israel dan Palestina belum ada tanda-tanda akan mengarah menuju perdamaian.
Perang terus saja terjadi, gencatan senjata cuma sementara kemudian muncul lagi baku tembak karena dipicu oleh berbagai sebab, begitu seterusnya entah kapan berakhirnya. Yang pasti, setiap ada baku tembak akan ada korban jiwa yang berjatuhan terutama dari warga sipil terutama ibu ibu dan anak anak.
Salah satu sastrawan kondang tanah air Taufik Ismail juga menuliskan karya puisinya sebagai bentuk protes dan keprihatinan dari konflik berkepanjangan Israel dan Palestina tersebut di atas.
Taufik Ismail, adalah salah seorang Sastrawan angkatan 66, yang masih eksis hingga saat ini.
Berikut ini puisi Taufik Ismail berjudul “Palestina Bagaimana Aku Bisa Melupakanmu” yang pernah dibacakannya pada saat KTT OKI Tahun 2016 lalu :
Ketika rumah-rumahmu diruntuhkan bulldozer dengan suara gemuruh menderu, serasa pasir dan batu bata dinding kamar tidurku bertebaran di pekaranganku, meneteskan peluh merah dan mengepulkan debu yang berdarah.
Ketika luasan perkebunan jerukmu dan pepohonan apelmu dilipat-lipat sebesar saputangan lalu di Tel Aviv dimasukkan dalam file lemari kantor agraria, serasa kebun kelapa dan pohon manggaku di kawasan khatulistiwa, yang dirampas mereka.
Ketika kiblat pertama mereka gerek dan keroaki bagai kelakuan reptilia bawah tanah dan sepatu-sepatu serdadu menginjaki tumpuan kening kita semua, serasa runtuh lantai papan surau tempat aku waktu kecil belajar tajwid Al-Qur’an 40 tahun silam, di bawahnya ada kolam ikan yang air gunungnya bening kebiru-biruan kini ditetesi airmataku.
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Ketika anak-anak kecil di Gaza belasan tahun bilangan umur mereka, menjawab laras baja dengan timpukan batu cuma, lalu dipatahi pergelangan tangan dan lengannya, siapakah yang tak menjerit serasa anak-anak kami Indonesia jua yang dizalimi mereka – tapi saksikan tulang muda mereka yang patah akan bertaut dan mengulurkan rantai amat panjangnya, pembelit leher lawan mereka, penyeret tubuh si zalim ke neraka, An Naar.
Ketika kusimak puisi-puisi Fadwa Tuqan, Samir Al-Qassem, Harun Hashim Rashid, Jabra Ibrahim Jabra, Nizar Qabbani dan seterusnya yang dibacakan di Pusat Kesenian Jakarta, jantung kami semua berdegup dua kali lebih gencar lalu tersayat oleh sembilu bambu deritamu, darah kamipun memancar ke atas lalu meneteskan guratan kaligrafi
“Allahu Akbar!” dan “Bebaskan Palestina !”
Ketika pabrik tak bernama 1000 ton sepekan memproduksi dusta, menebarkannya ke media cetak dan elektronika, mengoyaki tenda-tenda pengungsi di padang pasir belantara, membangkangit resolusi-resolusi majelis terhormat di dunia, membantai di Shabra dan Shatila, mengintai Yasser Arafat dan semua pejuang negeri anda, aku pun berseru pada khatib dan imam shalat Jum’at sedunia: doakan kolektif dengan kuat seluruh dan setiap pejuang yang menapak jalanNya, yang ditembaki dan kini dalam penjara, lalu dengan kukuh kita bacalah ‘laquwwatta illa bi-Llah!’
Palestina, bagaimana bisa aku melupakanmu
Tanahku jauh, bila diukur kilometer, beribu-ribu
Tapi azan Masjidil Aqsha yang merdu ..
Serasa terdengar di telinga.
#DukungPalestina
Sobat, saatnya saya undur diri dan mari kita nikmati secangkir teh hangat di pagi hari ini ..
Selamat beraktivitas ..
Salam sehat ..
NH
Depok, 23 Mei 2021