40 Tahun, Usia Kematangan Seseorang?

Humaniora0 Dilihat
Sumber gambar: Intersisi News

 

Bulan Oktober 2020 merupakan sesuatu yang istimewa buat saya. Di bulan inilah 40 tahun yang lalu saya dilahirkan. Tak terasa waktu begitu cepat berputar, seolah baru kemaren ternyata sudah sekian puluh tahun berlalu.

Sebagian orang berpendapat bahwa usia 40 tahun merupakan suatu titik pencapaian kematangan dalam beberapa segi dari diri seseorang. Di usia inilah diharapkan seseorang sudah mencapai kematangan psikologis dan sudah memiliki kepribadian yang stabil dalam mengahadapi berbagai problematika dalam kehidupan.

Berbicara usia 40 tahun, ternyata Angka 40 tahun ini dapat ditemukan di dalam Al Qur’an Surat Al-Ahqaf ayat 15 yang artinya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri “.

Ayat tersebut menjelaskan bahwa di usia empat puluh tahun, sebaiknya orientasi kehidupan seseorang tidak hanya memikirkan dirinya saja, tetapi sudah mengarah pada sebuah kesadaran berupa rasa syukur yang mendalam atas berbagai karunia Allah SWT, serta senantiasa berbuat kebaikan dan menghindari dari segala perbuatan dosa seraya bertaubat kepada Allah SWT.

Banyak di antara manusia yang pada usia empat puluh tahun, mulai meningkat posisinya tidak lagi menjadi sosok domestik pada rumah tangganya, tetapi sudah bermetamorfosis menjadi sosok yang tampil ke publik, baik pada skala lokal, regional, maupun nasional.

Sebagai contoh, dapat dilihat pada pribadi Nabi Muhammad S.A.W. Pada usia 40 tahun, Nabi Muhammad S.A.W diangkat oleh Allah SWT sebagai utusan-Nya yang membawa misi perubahan dan pembebasan manusia dari penindasan manusia lainnya.

Beliau telah berhasil melakukan sebuah transformasi diri, dari hanya sekedar kepala rumah tangga dalam keluarga, menjadi pemimpin ummat manusia yang diakui baik oleh kawan maupun lawan.

Sungguh sangat disayangkan apabila di usia 40 tahun, seseorang masih saja bergelut dengan lumpur noda dan dosa. Berbicara mengenai usia, kita tidak akan pernah tahu sampai dimana batas usia kita akan berakhir.

Secara umum, rata-rata usia harapan hidup manusia saat ini adalah kisaran 60-70 tahun, sehingga seseorang yang sudah memiliki usia 40 tahun berarti ia sudah melewati separuh dari usianya.

Sebagai orang yang sudah dewasa, berarti tidak ada pikiran lain selain memikirkan masa depan kehidupannya yang jauh lebih abadi dari hari ini. Ia sudah harus mampu keluar dari lingkaran kehidupan yang bersifat rutinitas tanpa makna, menuju aktifitas yang bernilai kebaikan untuk banyak orang dan bernilai abadi.

Dengan kita memiliki kesadaran bahwa usia kita di dunia hanya sementara, maka kita akan melakukan berbagai aktifitas yang bernilai abadi. Di antara aktifitas kehidupan yang bernilai abadi adalah melakukan aktifitas sosial yang mengajak manusia ke jalan kebenaran, kembali kepada fitrahnya sebagai hamba Tuhan, bukan hamba setan atau budak-budak dunia.

Kegiatan atau aktifitas ini dapat dilakukan oleh siapapun tanpa mengenal profesi maupun jabatan sosial yang disandangnya. Namun, aktifitas kebaikan tersebut tidak boleh melupakan peran dan dan fungsinya di dalam ruang domestik keluarga untuk membentuk keluarga yang ideal (sakinah, mawaddah, dan rahmah) serta mewujudkan anak-anak yang soleh dan senantiasa mendo’akan kedua orang tuanya.

Semoga dengan makin bertambahnya usia, kita makin memiliki kematangan dalam berpikir dan bertindak, sehingga setiap yang kita lakukan dapat bernilai kebaikan, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.

Sebagai insan yang beragama kita juga meyakini bahwa setelah kehidupan ini, kita akan menjalani kehidupan lain yang lebih kekal dan abadi, sehingga tidak ada kata lain selain mempersiapkan bekal yang cukup untuk menempuh perjalanan panjang tersebut.***

Tinggalkan Balasan

1 komentar