Berbagi Tugas

Cerpen, Fiksiana, Terbaru73 Dilihat

Berbagi Tugas

Baju bersih masih teronggok di kasur Ijad. Jemuran siang ini lumayan banyak. Qia senang sekali ganti baju. Saat keluar rumah tak lupa jilbab mungil selalu menutupinya. Walaupun baru 6 tahun, alhamdulillah sudah terbiasa menunaikan kewajiban muslimah. Qia termasuk anak yang pandai memadukan pakaian dan jilbabnya. Jika pakai jilbab pasti akan mencari yang cocok dengan bajunya. Tapi ada satu baju kesukaannya. Warnanya ungu, lengan pendek bermotif bunga, ada hiasan pita di belakang dan tasnya terselempang di pundak. Bajunya melebar saat dipakai. Qia mengatakan ini baju “princess”. Sehari dipakai, dicuci, disetrika, esoknya dipakai lagi. Qia memakainya saat santai di rumah. Kalau dipakai keluar rumah, Qia pasti pakai celana “legging” sampai mata kaki.

“Emak, baju “princesku” mana?”. Qia bertanya sambil mengeringkan badannya dengan handuk putih bergambar barby.
“Kemarin sudah dicuci, coba cari di kasur ada apa tidak?”.
“Ga ada, Mak”. Qia membolak balik semua baju. Semakin berantakan baju yang belum sempat dilipat itu. Emak akhirnya menghampirinya. Emak ikut mencari baju Qia. Rupanya baju “princess” terselip di antara baju yang lain di keranjang siap setrika. Akhirnya Qia memakai baju warna abu-abu dengan celana panjang merah pemberian tantenya.

Emak dengan 3 anaknya berbagi tugas. Lifa bertugas menyetrika dan menyapu rumah. Saat tidak ada zoom setoran pagi Lifa diminta membantu Emak memasak di dapur. Kata Mbah Uti kepada Marni, Lifa supaya sering-sering disuruh, supaya tahu pekerjaan yang ada di rumah. Sekaligus untuk membiasakan membantu orang tua. Kadang anak-anak sibuk sendiri dan tidak tahu tugasnya. Untuk itu, sebagai orang tua harus membiasakannya. Kelak saat dewasa tidak akan kaget dengan pekerjaan di dapur.

Ijad sebagai anak laki-laki sering bermain bersama temannya di luar rumah. Apalagi musim pandemi seperti ini, kalau sudah main akhirnya mengumpulkan tugasnya baru di sore harinya. Karena masih SD jadi belajar menggunakan zoom maupun google meet hanya sepekan dua kali. Emak memberi tugas rumah kepada Ijad untuk membantu melipat baju setelah diangkat dari jemuran.
“Ijad, ayo dilipat bajunya, mbak Lifa mau menyetrika nanti sore,”.Lifa mengingatkan dari kamarnya. Ijad masih bermain lego bersama temannya.
“Iya nanti,”. Ijad menjawab dengan singkat. Rupanya Ijad sedang serius bermain. Lego dibuatnya menjadi mobil tank lengkap dengan tentaranya. Mainannya begitu banyak dan kecil-kecil asesorisnya. Jika ada yang hilang satu, kadang Qia yang jadi sasarannya. Ijad mengira Qia yang bermain legonya.

Jam tiga sore sudah terlewat. Mendung menyelimuti. Sudah dua hari ini, matahari tidak bersinar cerah. Jika pagi hari, kabut tipis turun ke bawah, daun-daun berembun tebal. Srrgg..dingin saat keluar rumah. Hawa segar terasa.

Ijad beringsut dari tempat duduk dan segera merapikan mainannya. Lego dibelinya sejak masih TK, wajar saja ada satu kardus besar ketika semua mainnya dicampur. Ijad mulai mengerjakan tugasnya. Membalik dan melipat baju. Kadang Ijad sambil menggerutu karena sudah menggunung bajunya. Belum lagi jika ada selimut atau kerudung segiempat milik Emak. Ijad kesulitan melipatnya. Sebetulnya hanya kurang sabar saja. Sudah ingin segera main di luar bersama temannya.
“Qia, bantuin dong. Ini baju kamu banyak banget”.Ijad sambil menumpuk baju dan memindahkan sebagian ke keranjang. Jika tidak dipindah, maka akan guling dan berantakan lagi.
“Nanti, Qia lagi mainan, aku yang kecil-kecil ya, Mas”. Kalau Qia tidak segera menghampiri, Ijad kembali berteriak.
“Cepetan sih, Mas sudah ditunggu sama Mas Afik tuh”.
“Iya, iya..Qia bantuin”. Qia pun menurut dan menemani Ijad melipat baju. Ijad merasa Qia tidak diberi tugas apa-apa sama Emak. Jadi, Qia diajaknya. Emak pun kadang mengingatkan Qia supaya membantunya. Qia sebetulnya anak yang penurut. Qia paling cepat tanggap saat di suruh mengambilkan ini itu oleh Emak maupun kakak-kakaknya. Pikir Emak, itu sudah cukup memberi tugas buat Qia.

Ijad kemudian pergi ke luar sambil ijin pada Emak minta uang dua ribu untuk membeli jajan.
“Emak, minta uang dua ribu ya,”. Emak sengaja memberi uang dua ribuan di dompet khusus jajan. Anak-anak jadi tidak repot dan mencari Emak meminta uang. Tapi sehari dibatasi hanya boleh mengambil 2 lembar karena Emak juga sudah menyediakan jajan di rumah. Saat akan mengisi dompet lagi, Emak akan mengabsen, siapa saja yang sudah mengambil uang jajan itu.

“Wah, uang Emak habis nih. Tadi siapa yang sudah jajan,”.
“Tadi yang mengambil Qia dua ribu dan Ijad empat ribu. Terus ada pengamen lewat, ambil uang itu juga,” lapor Lifa. Lifa merasa yang jarang jajan keluar, katanya malas keluar rumah. Lifa paling sering hanya nitip ke Emak saat berangkat ke sekolah.
“Ya, tidak apa-apa, yang penting tidak boros. Jajannya tolong diingatkan jangan beli sembarangan,” pesan Emak.

Azan magrib masih kurang satu jam. Lifa segera menancapkan kabel setrika ke stop kontak. Sambil menunggu panas, Lifa merapikan alas setrika. Emak sudah hafal, Lifa hanya menyetrika baju yang kecil-kecil. Kaos Bapak, celana panjang Ijad, dan baju Qia, itulah yang sering disetrika Lifa. Daster Emak dan gamis pasti masih menumpuk di keranjang. Emak sudah menyuruh supaya Lifa latihan. Tapi ternyata belum mau juga. Lampu setrika pun berkedip oranye tanda sudah siap melindas baju supaya rapi.

“Qia, tolong dong masukkan bajumu ke almari,” perintah Lifa. Pewangi pun disemprot menambah segar pada baju. Lifa pun menyetrika dengan cepat. Hasilnya belum halus dan rapi seperti setrikaan Emak. Cukuplah untuk meringankan pekerjaan rumah.
“Ya, Mbak sebentar, Qia belum selesai makan,”. Qia menghabiskan makan dan minum kemudian beranjak menuju ke kamar. Qia membawa setumpuk bajunya dan mulai menata memasukkan ke almari. Qia pisahkan baju dalam, jilbab dan bajunya.

“Qia, ambilkan gantungan baju , 2 saja,”. Rupanya kemeja Bapak sudah selesai disetrika, sehingga siap menanti untuk digantung di almari.

Qia pun mengambil gantungan dan memasukkan bajunya. Hasilnya belum rapi dan tidak seimbang kanan dan kirinya. Baju sudah bertumpuk rapi dan siap diangkut kembali. Setelah selesai, Lifa mencabut kabel dan meletakkan setrika dalam posisi berdiri.
“Emak, aku menyetrika jilbabku ya, biar hangat,” kata Qia. Jilbab akan dipakai untuk mengaji bada magrib.
“Qia, setrikanya masih panas lho. Silakan boleh, tapi hati-hati kena kulit”.
“Qia sudah pernah latihan kok, Mak. Dulu kan Qia punya mainan setrikaan juga,” Qia menjelaskan supaya Emak percaya kemampuannya.

Lifa segera menyapu lantai. Kertas pesawat Ijad masih berantakan di luar. Mainan Qia sudah dirapikan kembali ke tempatnya. Lifa menyapu dengan cepat, azan magrib sudah berkumandang. Akhirnya tanpa seijin Ijad, kertas pesawat pun tersapu. Ijad tidak pulang. Biasanya setelah main, Ijad langsung menuju masjid. Mudah-mudahan tidak menanyakan kembali pesawat yang sudah mendarat di tempat sampah.

 

#Tantangan hari ke-21 Lomba Menulis di blog menjadi buku

Profil Singkat Penulis

Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300 , email : safitriyuhdiyanti@gmail.com,

Tinggalkan Balasan