Mawar Hitam Negeri Peri

Cerpen, Fiksiana27 Dilihat

Peri Menil tidur bersama Syofi malam itu. Keluarga Syofi memperlakukannya dengan sangat baik. Awalnya dia takut melihat manusia. Ratu Peri selalu melarang mereka datang ke perkampungan manusia. Kata Ratu Peri, manusia suka menangkap hewan, mencabut tanaman dan menebang hutan sesuka hati. Alam dirusak demi kenyamanan hidup manusia. Makanya Peri Menil dan kawan-kawan tidak pernah keluar dari negeri peri.

“Peri Menil, ceritakanlah tentang negerimu,” pinta Syofi menjelang mereka tidur.

“Negeriku sangat permai. Kami memiliki tugas masing-masing untuk menjaga kelestarian negeri kami. Aku bertugas menyiram taman bunga mawar. Ada yang bertugas mengaliri sungai, mengecat kupu-kupu, memberi lampu kunang-kunang, dan masih banyak lagi. Kalau tugas kami selesai, kami akan bermain bersama.

“Lalu kenapa kau sangat ketakutan saat melihatku tadi?” tanya Syofi penasaran.

“Ratu Peri sebenarnya melarang kami keluar dari negeri Peri. Kami dilarang bertemu dengan manusia karena manusia suka merusak alam dan makhluk lain,” kata Peri Menil.

“Kenapa Ratu Peri berpikir seperti itu? Tidak semua manusia itu jahat,” kata Syofi meyakinkan Peri Menil.

“Iya Syofi. Aku baru kali ini bertemu dengan manusia. Ternyata kau dan orang tuamu sangat baik padaku,” ucap Peri Menil.

“Lo..belum tidur juga ya?” sapa Bunda yang masih mendengar Syofi dan Peri Menil masih bercakap-cakap. Bunda masuk ke kamar Syofi dan duduk di kursi samping tempat tidur. Ayah mengikuti Bunda dan duduk di sampingnya.

“Ini Bun, tadi Peri Menil sangat ketakutan bertemu denganku, makanya aku bertanya mengapa begitu,” jawab Syofi.

“Iya Menil? Jangan takut. Kami semua baik kok,” jelas Bunda.

“Iya Bun, tadi aku sudah bilang kalau tidak semua manusia jahat seperti yang dipercaya oleh para peri. Oh ya Ayah, kenapa Ayah bisa tahu kalau ada mawar hitam di taman mawarnya Peri Menil?”  tanya Syofi teringat mawar hitam yang dibicarakan Ayah sebelumnya.

“Sebenarnya Ayah pernah bertemu dengan Ratu Peri. Sudah lama sekali. Ayah masih kecil waktu itu,” kata Ayah mulai bercerita. Syofi, Peri Menil dan Bunda mendengar dengan antusias cerita Ayah.

“Kenapa Ayah tidak pernah cerita?” tanya Bunda bingung.

“Maafkan Ayah ya. Ayah hanya sedih kalau mengingat masa itu. Ayah dan Ratu Peri dulu bersahabat, namun karena suatu hal, Ayah dan Ratu Peri tidak bisa bertemu lagi,” kenang Ayah.

“Kenapa bisa begitu Ayah?” Banyak pertanyaan muncul di kepala Syofi.

“Dulu manusia dan peri hidup berdampingan dengan rukun. Kami bersahabat dan saling membantu. Buah-buahan, sayuran, bebungaan dan pepohonan tumbuh dengan subur. Air jernih, udara bersih, lingkungan begitu lestari. Manusia dapat memenuhi kebutuhannya dari sumber daya yang sudah disediakan alam. Para peri pun hidup dengan sangat nyaman dari udara bersih dan air jernih yang sangat mereka butuhkan. Namun, lama kelamaan manusia mulai berubah. Mereka semakin banyak mengeruk dan mengambil manfaat dari alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Mereka menebang pohon, mengambil minyak, mengeruk emas dan masih banyak lagi sehingga lingkungan jadi tercemar. Satu persatu hewan yang cantik ditangkap untuk dikurung sebagai hiasan di rumah manusia. Para peri menjadi tidak nyaman lagi. Udara dan air sebagai sumber kehidupan mereka sudah tercemar. Mereka pun takut dikurung manusia sebagai penghias rumah.

Ratu Peri mengajak semua peri mencari tempat tinggal baru yang jauh dari manusia. Mereka meninggalkan negeri yang sudah lama dihuni. Saat para peri pergi anehnya semua bunga mawar di negeri yang mereka tinggalkan berubah menjadi hitam. Manusia yang ketakutan dengan bunga mawar yang menjadi hitam mencabut semua mawar hitam yang ada lalu membuangnya.

Ayah yang melihat itu semua, menyimpan satu mawar hitam untuk diberikan kepada Ratu Peri. Ayah mencari Ratu Peri kemana-mana hingga akhirnya Ayah menemukan tempat baru para peri di atas gunung. Ayah memberikan bunga itu kepada Ratu Peri. Ibu Ratu Peri yang melihat itu semua meminta Ayah pergi demi keselamatan para peri. Ayah juga diminta berjanji untuk merahasiakan keberadaan negeri peri agar tidak dirusak oleh manusia. Ayah pun menyanggupi hal tersebut. Ratu Peri menanam mawar hitam yang Ayah bawa sebagai simbol persahabatan kami. Sejak saat itu Ayah tidak pernah bertemu dengan Ratu Peri lagi. Karena itulah Ayah tahu dimana negeri peri. Nah sekarang tidurlah, kita besok akan berjalan jauh. Jadi istirahat yang cukup ya.”

“Baik Ayah,” jawab Syofi. Mereka pun tidur dengan lelap.

Keesokan harinya, Ayah, Bunda dan Syofi mengantarkan Peri Menil menuju Negeri Peri. Mereka berkendara ke kaki gunung lalu mendaki hingga mereka sampai di air terjun yang diceritakan Peri Menil. Terus mendaki sedikit lagi mereka sampai di hamparan bunga mawar beraneka warna dan salah satunya ada mawar hitam pemberian Ayah Syofi.

“Nah, kita sudah sampai di negerimu Peri Menil. Mungkin kami hanya bisa mengantarmu sampai di sini saja,” ucap Ayah Peri Menil.

“Ayah, ayo kita masuk. Aku ingin bertemu peri-peri di sini,” rengek Syofi.

“Tidak Nak, Ayah sudah janji kepada Ibu Ratu Peri untuk tidak datang lagi menjumpai Ratu Peri. Ini akan mengganggu ketentraman para peri. Kau tahu Nak? Sahabat yang baik selalu menepati janji,” ucap Ayah. Syofi mengangguk mengerti.

“Terima kasih Ayah, Bunda dan Syofi telah membantuku sampai ke sini. Aku akan selalu mengenang kebaikan kalian,” ucap Peri Menil.

“Iya Peri Menil, sampaikan saja salamku pada Ratu Peri,” ucap Ayah. Mereka pun berpisah. Peri Menil terbang menuju istana peri sementara Ayah, Bunda dan Syofi pulang ke rumah. Para peri yang sudah gelisah mencari-cari Peri Menil sangat senang melihat kembalinya Peri Menil. Peri Menil menceritakan pengalamannya dan menyampaikan salam Ayah kepada Ratu Peri. Ratu Peri pun tersenyum haru mengenang sahabat baiknya.

Tinggalkan Balasan