“Ayo sembunyi semua. Aku hitung sampai sepuluh ya,” teriak Peri Menil sambil menutup matanya. Semua peri berterbangan mencari tempat sembunyi. Ada yang sembunyi di balik pohon, di dalam sangkar burung, di samping istana ratu peri dan tempat tertutup lainnya.
“Oke semua. Sudah ya. Aku akan mencari kalian!” teriak Peri Menil semangat. Ia lalu terbang, berputar-putar di pohon lalu hinggap di dahan. Ia memandang jauh dan mencari-cari kemana temannya bersembunyi.
“Duh, mereka sembunyi dimana ya? mereka pintar sekali,” Peri Menil kesulitan mencari teman-temannya. Ia pun terbang tinggi ke angkasa untuk menatap teman-temannya dari tempat tinggi. Tiba-tiba angin bertiup agak kencang. Karena Peri Menil terbang terlalu tinggi, angin itu menyeret Peri Menil jauh dari istana peri. Ia terjatuh lalu tersangkut di tanaman bunga melati depan rumah manusia.
“Aduh, dimana aku?” Peri Menil segera berdiri ketika tubuhnya sudah tidak terasa oleng lagi. Ia menatap sekitar dan melihat banyak manusia di sekitarnya.
“Waduh, sepertinya aku sampai di perkampungan manusia. Bagaimana ini? aku takut. Kata Ratu Peri, manusia itu sangat jahat dan suka merusak.” Peri Menil berbicara sendiri. Dia berusaha menyembunyikan diri karena takut ada manusia yang melihatnya. Saat dia mengendap-endap di antara dedaunan melati, matanya beradu pandang dengan seorang anak perempuan. Anak itu sedang menyiram tanaman. Ia segera mendekat dan mendekatkan matanya ke arah Peri Menil.
“Ja..jangan tangkap aku! Aku bukanlah makhluk jahat,” teriak Peri Menil ketakutan.
“Tangkap? Aku tidak akan menangkapmu? Tapi kamu siapa? Kamu sangat cantik dengan sayap yang bersinar. Aku tidak pernah melihat makhluk sepertimu selama ini,” jawab Syofi yang kagum dengan keindahan Peri Menil.
“Aku Peri Menil. Aku tadi terbawa angin ke sini. Aku sudah terpisah jauh dari teman-temanku. Tapi tunggu dulu. Kau tidak akan menangkapku bukan?” tanya Peri Menil penuh selidik.
“Wah, kau seorang peri? Aku Syofi. Tenang, aku tidak akan menangkapmu. Jangan berfikiran buruk dulu,” jawab Syofi sambil tersenyum. Peri Menil pun terbang ke atas kepala Syofi. Dia tidak takut lagi karena Syofi begitu ramah dan senyumnya tampak sangat tulus.
“Baiklah Syofi, aku tidak takut lagi sekarang,” kata Peri Menil sambil menggerak-gerakkan sayapnya.
“Aku tidak menyangka kalau dunia peri itu ada. Aku pikir itu hanya dongeng,” kata Syofi masih terkesima dengan kehadiran Peri Menil di depannya.
“Kami ada. Nun jauh di istana peri. Semua keluarga dan teman-temanku ada di sana. Tapi sekarang aku tersesat. Aku tidak tahu jalan menuju rumahku,” ucap Peri Menil sedih.
“Kalau tidak keberatan, bolehkah aku membantumu Peri Menil?” tanya Syofi.
“Tentu saja boleh Syofi, aku akan sangat berterima kasih kalau kau mau membantu. Tapi aku tidak tahu jalan menuju rumahku,” ucap Peri Menil sedih.
“Coba kamu ceritakan, seperti apa istana peri itu. Mungkin aku bisa membantu,” kata Syofi.
“Syofi…sudah selesaikah menyiram tanamannya? Ayo masuk rumah, sebentar lagi maghrib!” Bunda Syofi memanggil Syofi dari dalam rumah.
“Iya Bunda,” jawab Syofi.
“Bunda sudah memanggil. Ayo masuk rumah dulu,” Syofi mengajak Peri Menil masuk ke dalam rumah.
“Apakah boleh? Nanti orang tuamu tidak suka,” Peri Menil ragu dengan ajakan Syofi.
“Tenang saja. Orang tuaku pasti sangat senang aku punya teman baru,” jawab Syofi.
“Baiklah kalau begitu,” Peri Menil mengikuti Syofi masuk ke rumah. Setiba di dalam rumah, Ayah Bunda terkejut melihat Peri Menil terbang di samping Syofi. Bunda sampai melompat kaget dan Ayah ternganga.
“Jangan kaget begitu. Ini teman baruku. Namanya Peri Menil,” kata Syofi tersenyum melihat Ayah Bunda dengan wajah kaget seperti itu.
“Peri Menil? Kau cantik sekali? Bunda tidak tahu kalau peri itu ada,” kata Bunda tersenyum senang.
“Dimana rumahmu Peri Menil? Sudah mau maghrib kok masih di luar?” tanya Ayah.
“Aku tinggal di istana peri. Aku kini tersesat. Aku tidak tahu jalan menuju rumahku,” jawab Peri Menil sedih.
“Tenang Peri, ceritakan pada kami seperti apa negerimu. Nanti kami akan mengantarmu ke sana,” kata Ayah menenangkan Peri Menil.
“Ada banyak pohon cemara di negeriku. Di sana juga ada taman bunga mawar beraneka warna. Ada juga kolam dengan bunga teratai warna merah jambu. Selain itu, ada air terjun yang sangat tinggi.”
“Apakah di antara bunga mawar itu ada yang berwarna hitam?” tanya Ayah antusias.
“Iya ada. Tapi hanya satu bunga yang berwarna hitam,” jawab Peri Menil.
“Mawar hitam?” Syofi dan Bunda bertanya serentak. Mereka heran ada mawar yang berwarna hitam.
“Baiklah Peri Menil. Sepertinya Ayah tahu dimana rumahmu. Besok kita antar sama-sama ya. Sekarang sudah malam, menginaplah dahulu di sini bersama Syofi,”
“Benarkah Ayah tahu? Baik Ayah, aku akan menginap dulu di sini,” wajah Peri Menil bersinar.
“Betulkah itu Ayah?” tanya Syofi memastikan.
“Iya Sayang, sekarang biar Peri Menil menginap di sini dulu. Besok pagi-pagi kita berangkat ke sana.”
“Siap Ayah,” ucap Syofi senang.