Sesekali aku mendengar suara gemeretuk gigi Emak menahan sejuk yang mencekam, rapal doaku terus mengema dalam hati semoga hujan cepat berlalu.

Dan Alhamdulillah hujan mulai mereda hanya tinggal rasa dingin yang mencekam, memastikan tidak akan turun hujan lagi aku membangunkan Emak untuk meminta dirinya pindah ke atas dipan guna mengusir sedikit rasa dingin akibat tidur di lantai hanya beralas kasur tipis.

Tanganku menyentuh lengan Mak, terkejut aku mendapatkan lengan Mak begitu panas, akhirnya aku mengalihkan tanganku ke arah kepala Emak, memegang kening Mak yang seperti membakar punggun tanganku, mendadak hatiku menjadi ciut sepertinya tidak bisa menunda mengantar Emak ke rumah sakit, bisa – bisa hal yang tidak kami inginkan terjadi kepada Mak.

Untung saja, Bang Dahlan pulang sehingga aku tidak perlu galau sendiri, setelah mengatakan kondisi Emak kepada Bang Dahlan, aku berlari menuju rumah Pak RT satu – satunya tetangga yang mempunyai angkot untuk membawa Emak ke rumah sakit daerah yang lumayan jauh dari perumahan kami.

Setengah jam waktu yang kami butuhkan untuk sampai ke rumah sakit, selama perjalanan aku berusaha menghangatkan Emak dengan memeluknya, hatikan bertambah sakit ketika tidak mendapatkan pergerakan Emak sejak kami meninggalkan rumah menuju rumah sakit, tapi aku masih berpikiran positip jika Emak terlalu nyenyak tidurnya atau mungkin Emak pingsan karena terlalu sakit.

IGD menjadi tujuan utama, setelah Emak di tangani oleh pihak rumah sakit aku dan Bang Dahlan menunggu hasil pemeriksaan sementara Pak RT sudah pulang dengan memberikan pesan jika kami membutuhkan bantuan untuk tranfortasi Bang Dahlan bisa menghubungi dirinya.

Rasanya bertahun menunggu Emak diperiksa oleh Dokter, pikiranku sudah berkeliran kemana – mana sampai hal – hal negatifpun hinggap bagaimana jika Emak harus di rawat lama di rumah sakit, sentuhan di pundakku melerai pikiran yang sedang bercelaru.

Bang Dahlan sekarang memelukku erat, aku merasakan air hangat keluar dari sudut mata Bang Dahlan membasahi pucuk kepalaku karena saat ini Bang Dahlan memelukku dengan kepalanya berada di pucuk kepalaku.

Deg jantung seakan berhenti, jangan katanya aku tidak mendengar apa yang dikatakan Dokter yang saat ini berdiri di depanku dan Bang Dahlan.

Akhirnya tangisku pecah, tidak mungkin Bang Dahlan menangis jika tidak terjadi apa – apa dengan Emak.

Akhirnya aku bisa menangkap suara Bang Dahlan yang mengatakan Emak telah menyusul Abah dan meninggalkan kami sebagai anak yatim piatu.

***

Tinggalkan Balasan