Namanya Dewantara Putra, asli Jakarta yang bertugas di Kantor Pajak di daerahku, ya lebih tepatnya Bos di tempatku bekerja. Sebenarnya Pak Dewa kami memanggilnya punya potensi yang sesuai dengan namanya Dewa, sungguh Pak Dewa memikat penampilannya tinggi bak model 182 cm dengan badan yang proposioanl. Untuk perutnya aku tidak bisa mengatakan six – pack karena aku belum pernah melihatnya, yang pasti untuk menjadi calon idaman semua ada padanya.
Tapi aku tahu diri, terlalu jauh untuk aku menjangkaunya. Kalau hanya untuk pemanis mata dan idola dalam khayalan itu tentu tidak mengapa. Tapi entah kenapa akhir – akhir ini sering kali Pak Dewa mengodaku, jika tidak kuat iman tentu aku tergoda bagaimana tidak kami ada 6 bunga di kantor dan masih single semua, untuk kecantikan kata orang relative bagi yang memandangnya. Tapi dari survise acak aku tidak jelek tapi bisa di katagorikan cantik, tapi tentu saja aku tidak bisa boleh besar kepala.
Seperti pagi ini dengan gaya cool dia mengodaku dengan mengatakan “bisa rasa” sungguh membuatku melambung ke langit ke tujuh tapi sekali lagi aku meletakkan diriku pada level yang paling bawah tidak boleh terhanyut dalam godaanya.
Melangkah ke ruangan Pak dewa sungguh satu siksaan yang membuatku tidak semangat mengayunkan kakiku, tapi mau apalagi.
“Mbak Kia dipanggil ke ruangan Pak Dewa.” Suara office Boy menghancurkan kosentarasiku dalam membuat data di dalam laptop.
“Sekarang.” Ucapku spontan dengan muka penuh pengharapan kepada Office Boy mengatakan besok
“Iya sekarang Mbak Kia.” Setelah menjawab itu dia pergi meninggalkanku dengan seribu pertanyaan, mau apa Pak Dewa denganku.
Memandang pintu di depanku, menghela napas berat dengan separuh hati aku mengetuk pintu.(bersambung)