Titik Nolku.(Part Awal)

Perih mataku, lelah terlalu lama aku hanyut  dalam tangis panjangku. Terpaksa aku membukanya, panas menerpa wajahku. Sinar matahari tidak mau kompromi dengan lelah badan serta jiwaku, dengan garang panasnya menusuk badanku yang memang terlelap di balkon kamar ku. Mengerakkan badan yang terasa sakit akibat tidur di kursi, badanku yang meringkuk saat tidur sungguh menyiksaku.

Aku berjalan masuk ke kamar, rapi masih rapi ranjangku. Aku memandang androidku, mengingat chat  terakhir dari nomor yang tidak dikenal.

” Kita berbagi Suami, malam ini Dia bersamaku. ” bukan hanya chat tapi juga nomor itu mengirim gambar yang jelas menunjukkan wajah suamiku terlelap dalam lelahnya di samping perempuan yang tidak aku kenal.

Aku menuju kamar mandi, mandi dan mengambil wudhu untuk sholat subuh ku yang terletak sedikit dari waktunya.

Aku melewati sarapanku, rasa sakit melilit membuat keringat dingin keluar dengan kurang ajarnya sehingga pusing menyerang dan akhirnya aku hilang kesadaranku.

***
“Hana. ” suara lembut itu, menusuk melukaiku aku menatap tajam kearah suamiku yang entah sejak kapan  berada di sampingku. Aku memandang sekitar, sejak kapan aku berada dikamar. Aku mengingat-ingat apa yang terjadi dengan diriku, akhirnya aku hanya mengeluh sesak. Aku pingsan di Sekolah tempatku mengajar.

“Apa yang terjadi sayang. “Sekali lagi suaranya membuatku muak. Aku memalingkan wajahku memandang kearah balkon kamarku.

“Kenapa menatap suamimu begitu, tidak ada yang berubah dari suamimu ini sayang. ” Ya Allah kemana urat dosa suamiku tanpa dosa, apakah dia melupakan perempuan yang bersamanya malam tadi. Tangannya mencoba meraih wajahku yang berpaling darinya. Aku tetap memalingkan wajahku, sehingga tangan suamiku pasrah tidak lagi berusaha lagi untuk memaksa wajahku melihat kepadanya.

“Ada apa Hana, kenapa tidak mau melihat suamimu ini. ” ucapnya sedih.
“Tinggalkan Hana sendiri Bang, Hani mau tidur” Ucapku lemah dan memejamkan mataku.
” Makan dulu, sudah telat waktu makan makan siangnya. ” Ucap suamiku lagi berusaha membujukku untuk makan.

“Hana tidak akan mati jika tidak makan sehari saja Bang. ” ucap ku kesal.
“Pergilah, Hana tidak butuh Abang. ” setetes air mataku disudut mata keluar.
“Hana, jaga bicaramu. ” cengkraman di lenganku terasa menyakitkan.

“Lepaskan, Abang menyakiti Hana. ” akhirnya tangisku pecah.
“Hana ada apa? Jangan buat Abang bingung. ” cengkraman di lenganku lepas, suamiku memilih duduk di ranjang sambil menatapku menangis.

Aku berdiri mencari tasku, setelah menemukan androidku, membuka aplikasi chat menyodorkan pesan yang aku terima kemarin malam, menyodorkannya pada suamiku.

Matanya membulat, aku melihat kegusaran tingkat dewa. Aku menatap wajah suamiku, menuntut jawaban darinya. Lama aku menunggu tapi hanya keheningan.
“Pergilah jika Abang tidak mau menjawab. Atau Hana yang harus keluar dari rumah ini. ” tegasku kesal.

Langkah kaki suamiku lemas meninggalku, sungguh aku kesal dengan sikapnya. Tapi saat ini aku butuh istirahat, pusing kepalaku terasa lagi. Aku membaringkan tubuhku dengan lelah jiwa dan raga.

***

Tinggalkan Balasan