“Al, ada yang menganggu pikiran Alya?” ucapan Aldi membuatku mengalihkan pandangan ke arah Aldi yang ternyata lagi menatapku.
Aku hanya tersenyum dan kembali melihat ke anak – anaknya Aldi yang sedang makan dengan lahapnya, mereka berebut udang dan sotong goreng tepungnya.
“Al.” sekali lagi Aldi memanggilku tapi aku tetap melihat ke arah anak – anaknya saja.
Aku melihat Aldi beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan aku dan anak – anaknya. Tak lama aku merasa gawainya bergetas di susul dengan bunyi ringtone tanda ada panggilan masuk. Aku meraih gawaiku, tertampang nama pemanggil.
“Aldi.” Batinku, sambil kepalaku mencari sosok Aldi, tapi tidak ku temukan.
Aku mengeser tombol hijau, menerima panggilan dari Aldi.
“Al, di sudut kiri. Kemarilan.” Setelah mengatakan itu Aldi mematikan sambungan telephonenya.
Aku hanya terpaku, bingung untuk bertindak. Sekali lagi gawaiku berbunyi sekali ini ada chat yang masuk.
“Alya mau Aldi bertanya di depan anak – anak?” aku memandang Aldi yang berdiri di sudut rumah makan yang mengarah ke laut lepas.
“Bunda pergi sebentar ya.” Pamitku kepada Anak – anak.
Aku berjalan menuju arah Aldi berdiri,
“Ada apa?” ucapku setelah berdiri bersisihan memandang laut di depan kami.
“Aldi berbuat salah apa.” ucapan Aldi membuatku membeku
“Aldi tidak salah, Alya yang salah.” Ujarku pelan
“Alya salah apa?” tatapan Aldi membuatku bingung menjawabnya.
“Sepertinya ada yang tidak suka dengan kedekatan kita.” Aku menyodorkan gawaiku kepada Aldi.
“Tidak usah ditanggapi, Aldi tahu siapa pengirimnya. Alya harus percaya kepada Aldi.”
‘Bunda sama Ayah kenapa di sini?” Suara si kecil Syahnaz membuat aku mengalihkan pandangku dari Aldi.
“Bunda lagi lihat laut?” Aku langsung meraih dan mengendong si kecil Syahnaz yang menghampiri kami tak lama di Syaqilla juga sudah ada diantar kami.
“Lautnya hitam, tidak ada yang kelihatan Bunda.” Celoteh si kecil Syahnaz.
“Sudah selesai makannya, lauknya enak.” Aku mengalihkan perhatian anak – anak Aldi
“Kalau sudah selesai makan, kita jalan – jalan.” Ucapan Aldi disambut sorak gembira oleh anak – anaknya.
Kami menuju mobil, acara selanjutnya kami menuju coastal area ujung yang ada jembatan kuningnya setelah melihat – lihat kami kembali lagi ke tugu Al-quran dan menuju icon karimun melihat lampu – lampu yang menghiasi hurup besar yang menuliskan nama Kabupaten.
Waktu berlalu cepat, tak terasa sudah pukul setengah sepuluh malam, mobil Aldi sudah terpakir sempurna di depan rumahku.
“Ayah, malam ini Syahnaz tidur dengan Bunda Boleh? Besokkan libur.”
“Kakak mau juga.” sambar Syaqilla
Aldi menatapku penuh arti, dari tatapan matanya aku tahu Aldi mengharapkan aku mengabulkan permintaan anaknya.
“Kasihan Ayah, tidak ada yang menemani jika Adik sama Kakak tidur sama Bunda.” Ujarku lembut.
“Ayah tidur di rumah bunda juga ya Yah?” oceh Si Kecil Syahnaz yang spontan membuat netraku membulat, aku melihat senyum kecil tersungging di bibir Aldi sempurna.
“Ayah bisa tidur sendiri, besok pagi Ayah jemput kita jogging bersama.” Sekali lagi aku membulatkan mata memandang Aldi, sungguh aku seperti terjebak diantar permintaan Anak dan Ayahnya.
“Ya, Udah masuk. Nanti nenek marah terlalu lama di luar.” Ucapku sambil membuka pintu mobil.
***
Anak – anak Aldi sudah tertidur, aku memandang mereka dengan takjub. Ada apa dengan mereka, kenapa mereka sangat menyayangiku, batinku.
Aku melirik ke arah gawaiku yang bergetar, aku sengaja mensilentkannya supaya tidak menganggu tidur anak – anak. Tertera nama Aldi, panggilan video segera aku terima. Aku memposisikan kamera ke arah anak – anak yang sudah pulas tertidur.
“Mana wajah Bunda?” suara Aldi dari seberang sana membuatku terpukau, dengan ragu aku meraih jilbab instan dan mengenakannya sebelum menampakkan wajahku di kamera.
“Sudah pada tidur, Alya sudah mengantuk.” Ucapku cepat.
“Hanya sebentar Al, tolongkan dengarkan baik – baik. Aldi ingin melamar Alya kepada Ayah dan Umi secepatnya.” Sungguh jantungku seakan berhenti mendengar perkataan Aldi.
“Alya… Alya…al.”
“Ya.” akhirnya aku merespon panggilan Aldi singkat.
“Mau ya Al.” akhirnya aku memberanikan diri menatap wajah Aldi di layar gawaiku dengan intens, mencari keseriusan di sana tak lama akhirnya aku mengalah dengan mengalihkan padanganku tidak berani menatap Aldi lama.
“Beri Alya waktu untuk berfikir.” Akhirnya kata itu terucap dengan susah payah keluar dari mulutku.
Lama kami saling terdiam.
“Selamat tidur calon Bunda dan Istriku di masa depan, besok pagi Aldi jemput.” Aku tersenyum mendengar ucapan Aldi dan menjawab salamnya.
***
“Bunda…bunda…bunda.” Suara Shahnaz mengema diiringi suara Syaqilla yang juga memanggil namaku.
Senyum masam jelas tergambar di wajah Aldi yang merasa terganggu oleh teriakan anak – anaknya di depan kamar kami. Sambil tersenyum aku berusaha melepas pelukan Aldi berjalan menuju pintu kamar. Pintu kamar terbuka, kedua malaikat kecil berhamburan memeluk tubuhku.
“Bukannya bunda tidur dengan Syahnaz tadi malam, kenapa sekarang ada bersama Ayah.” Ucapan si kecil Syahnaz membuatku tersenyum kecil
“Bunda baru ke kamar Ayah, Bunda membantu mengemas tempat tidur Ayah.”
“Kenapa kamarnya dikunci?” Mati Aku alasan apa yang harus aku berikan, aku mengalihkan pandang kepada Aldi untuk meminta bantuannya.
“Ayah yang menguncinya, tidak sengaja.” Ucap Aldi sambil berjalan menuju arah kami bertiga yang masih berdiri di depan pintu kamar.
Sudah seminggu aku menjadi bunda anak – anaknya dan istri Aldi, setiap malam aku harus berpindah kamar setelah menidurkan kedua malaikat kecil yang begitu menyayangiku, tapi pagi Aldi kumat manjanya sehingga aku tertangkap basah berduanya dalam kamar terkunci.
“Ayo kita berangkat, matahari sudah tinggi nanti kepanasan joggingnya.” Suara Aldi memecah kecangungan yang aku rasakan.
Mobil membelah jalanan menuju coastal area, sepanjang jalan aku tersenyum. Mengingat bagaimana reuni membawa cerita tersendiri dalam kisah cintaku. Jodoh yang ku tunggu ternyata datang dengan bonusnya, bukan satu yang aku dapat, tapi tiga. ***