Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo bikin kegaduhan (lagi) dengan wacana ‘wisata halal’ di Bali dan Danau Toba, kenapa harus Bali?
Disebutkan berdasarkan data Global Muslim Travel Index (GMTI), jumlah wisatawan Muslim dunia mencapai 158 juta pada 2020. Pada 2018 jumlah kunjungan wisatawan Muslim ke Indonesia baru mencapai 2,6 juta. Pada 2019 ditargetkan mencapai 5 juta. Bisa jadi inilah yang jadi dasar bagi Menteri Pariwisata (Menpar) Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo melontarkan wacana wisata halal atau ‘wisata ramah Muslim’.
“Banyak wilayah Indonesia yang bukan muslim. Misalnya Toba dan Bali. Itu kita siapkan tempat ibadah, wudhu agar mereka nyaman,” ujar Wishnutama didampingi wakilnya Angela Tanoesoedibjo, di Jakarta, 6 November 2019.
Masalahnya adalah mengapa harus Danau Toba dan Bali?
Kunjungan wisatawan mancanegara (Wisman) ke Bali tiap tahun meningkat. Celakanya, dengan wacana ‘wisata halal’ dan pasal zina di RKUHP Wisman justru takut ke Bali. Bahkan sudah ada pembatalan Wisman karena takut dipenjara karena berzina dengan pasangannya.
Baca juga: Pariwisata Bali Dihantam Kriminalisasi Zina
Tahun 2018 dilaporkan 6,1 juta Wisman berkunjung ke Bali melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai. Ini meningkat dari 5,5 juta pada tahun 2017. Dari 6,1 juta Wisman dengan paspor China menempati urutan pertama yaitu sebanyak 1.380.687 atau 22,53% dari jumlah Wisman yang berkunjung ke Bali pada tahun 2018.
Australia ada di urutan kedua dengan 1.185.557 wisatawan atau 19,53%. Disusul India dengan jumlah turis 356.497. Kemudian Inggris, Amerika Serikat, Perancis, Malaysia, Jerman dan Korea Selatan. Jumlah Wisman dari tujuh negara ini mencapai 1.506.672 atau sekitar 25% dari jumlah Wisman yang berkunjung ke Bali.
Penyebutan “Pada 2018 jumlah kunjungan wisatawan Muslim ke Indonesia baru mencapai 2,6 juta” juga tidak jelas karena wisatawan Muslim itu tidak pakai paspor ‘Muslim’. Bisa jadi mereka dari negara-negara mayoritas dan minoritas berpenduduk Muslim.
Disebutkan “jumlah wisatawan Muslim dunia mencapai 158 juta pada 2020”. Apakah ini otomatis dari negara-negara Muslim?
Tentu saja tidak. Wisatawan Muslim yang berasal dari negara yang bukan negara Muslim tentulah di negaranya sudah terbiasa menghadapi situasi dan kondisi yang tidak dikondisikan khusus untuk penduduk Muslim. Maka, ketika mereka berkunjung ke Bali atau ke Danau Toba tidak ada masalah karena sama saja dengan negara mereka yang tidak menyiapkan sarana khusus untuk Muslim.
Menpar dan Wamenpar adalah orang muda sebagai ikon milenial yang diharapkan cara berpikirnya luas dengan pijakan yang tidak parsial, Tapi, ternyata Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo tidak menggambarkan latar belakang mereka sebagai milenial.
Lagi pula mengapa Raja Salman memilih berlibur ke Bali, bahkan memperpanjang kunjungannya di Bali, yang tidak termasuk wisata halal?
Mengapa Raja Salman tidak berlibur ke Aceh sebagai ‘Serambi Mekkah’?
Kalau saja Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo berpikir arif dan bijaksana sebaiknya mereka mengembangkan konsep wisata halal 100% di Aceh, Sumatera Barat, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Maluku Utara. Dengan langkah ini tidak perlu membuat kegaduhan.
Yang perlu ditangani oleh Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo, adalah:
Pertama, menurunkan jumlah outbound karena ini membawa devisa ke luar negeri.
Baca juga: Tugas Menteri Pariwisata Meningkatkan Kedatangan Wisman
Kedua, meningkatkan keamanan bagi Wisman dan Wisnus (wisatawan nusantara) yang sering jadi korban kejahatan seksual.
Baca juga: Kejahatan Seksual Menghantui Pariwisata Nasional
Ketiga, meningkatkan inbound karena banyak negara yang meningkat jumlah wisatawan internasionalnya.
Keempat, membuat aturan baku tentang harga dan tarif di daerah-daerah tujuan wisata (DTW) agar Wisman dan Wisnus tidak jadi korban penipuan.
Kelima, memperbaiki infrastruktur DTW, terutama ’10 Bali Baru’ yang dicanangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Baca juga: Wamen Pariwisata Angela Tanoesoedibjo Tingkatkan Inbound
Keenam, melindungi anak-anak dan perempuan di DTW agar tidak jadi korban praktek pelacuran, pedofilia dan perdagangan orang.
Ketujuh, meningkatkan edukasi terhadap masyarakat di DTW, terutama ’10 Bali Baru’ agar sikap hospitality (keramahtamahan) meningkat tidak hanya sebatas lip service (omdo atau omong doang).
Dengan hanya membawa-bawa ‘wisata halal’ dalam program awal di Kementerian Pariwisata sudah kelihatan kualitas dan kualifikasi Menpar Wishnutama dan Wamenpar Angela Tanoesoedibjo dalam bidang kepariwisataan.
Quo vadis pariwisata nasional! (tagar.id, 12 November 2019). *