Dalam Kematian Kita Pun Berbeda

Wellington adalah ibukota New Zealand yang – sama seperti Jakarta,- banyak dipenuhi oleh berbagai macam museum . Asyiknya ,hampir semua museum tadi dapat dikunjungi secara gratis. Senja itu, masih di sekitar kawasan Wellington waterfront, saya menemukan sebuah gedung tua yang dulunya berfungsi sebagai bond store atau gudang penampungan sementara ketika barang-barang impor belum dibayarkan pajak nya. Namun gedung tua itu kini sudah disulap menjadi sebuah museum dengan nama yang mentereng : Museum of Wellington City and Sea.Museum ini tepatnya terletak di sebuah tempat yang disebut Queen’s Wharf.

“Death and Diversity”, demikian tertera pada sebuah kotak berbentuk kubus yang seakan-akan memberitahukan kepada calon pengunjung tentang sebuah tema khusus yang sedang dipamerkan dimuseum ini sampai bulan Juni 2012 nanti.

Saya kemudian mengikuti petunjuk menuju pintu masuk museum dan sama seperti di tempat-tempat umum di New Zealand, sebuah tulisan Kia Ora dan Welcome menyambut saya dengan ramah. Seorang lelaki berumur empat puluh tahunan ,kemudian juga menyambut saya sambil memberikan sebuah brosur tentang petunjuk kunjungan ke museum ini.

Saya pun belok ke kiri dan memulai pengembaraan saya di dunia orang mati dengan tema Death and diversity tadi. Di sini saya dapat melihat keanekaragaman ritual dan segala pernak-pernik yang berhubungan dengan kematian dari berbagai macam etnis dan bangsa yang tinggal di New Zealand.

Secara kebetulan, display pertama yang saya temukan adalah tentang tata cara kematian bagi orang yang beragama Islam. Dijelaskan tentang tata cara penguburan dimana jenazah diletakan menghadap ke Mekah dan juga mengenai persatuan Muslim yang tidak mengenal sekte baik Sunni maupun Syiah.

Yang unik, sebuah kisah tentang kematian di Kolombia, dimana menurut, Natalia, seorang penduduk New Zealand yang berasal dari Kolombia, dia sering melihat orang datang ke makam dan kemudian mengetuk batu nisan dan kemudian berbicara dengan si mati.

Saya terus berjalan melihat satu persatu barang yang dipamerkan. Pameran tantang kematian ini memiliki enam tema yaitu,air, api, tanah, kata-kata, warna,, dan makanan. Pameran ini meliputi beberapa etnik dan agama yang ada di Selandia Baru dari sekitar 200 bangsa yang ada di sana. Selain Muslim, juga di pamerkan tentang ritual dan pernak-pernik kematian penganut Hindhu dan Yahudi. Sedangkan berdasarkan etnis, dipamerkan ritual kematian dari  etnis Cina, Meksiko dan Kolombia,

Di sebuah tempat lain, dipamerkan tentang perayaan Dia de los Muertos yang diadakan setiap tanggal 2 November di Meksiko. Pada hari itu, orang-orang yang telah meninggal seakan-akan kembali diundang untuk berjumpa dan berkumpul kembali dengan sanak saudara dan orang-orang yang dicintai sewaktu hidupnya. Tradisi ini telah berlangsung lebih dari 3000 tahun dan walaupun sebagian besar orang Meksiko saat ini merupakan penganut agama Katolik, perayaan ini terus dilakukan.

Pada perayaan dia de los muertes atau hari orang mati ini, Salah satu makanan yang sangat menarik adalah tengkorak yang berwarna warni dan terbuat dari gula. Tengkorak gula ini kemudian diletakkan di sebuah altar yang digunakan untuk memperingati orang yang telah meninggal. Kadang-kadang nama si mati pun ditulis di kening tengkorak gula tadi. Selain sebagai hiasan gula-gula tengkorak  ini juga kemudian dapat dimakan ketika perayaan usai.

Sementara itu, di bagian agama Hindu dijelaskan juga tentang penggunaan warna putih yang melambangkan kematian, Namun seandainya seorang wanita meninggal sedangkan suaminya masih hidup, maka si mati akan dikuburkan menggunakan sari yang berwarna-warni, Seakan-akan sang wanita ini pergi atau meninggal sebagai seorang pengantin.

Masih banyak lagi yang dipamerkan di tempat ini , namun yang mengesankan adalah sebuah tulisan yang menjelaskan tentang kebiasaan orang Maori yang selalu mencuci tangan ketika meninggalkan kuburan.

Akhirnya saya pun meninggalkan museum ini setelah sempat mencuci tangan saya di rest room yang ada di dekat souvenir shop. Dan kemudian melanjutkan pengembaraan saya di Kota Wellington dengan kesadaran bahwa setiap orang, baik Muslim Hindu, Katolik, Yahudi dan dari semua etnis dan bangsa pasti akan menemui kematian.

Uniknya, seperti juga dalam kehidupan, manusia pun memiliki keberagaman dalam kematian.

 

Tinggalkan Balasan