Bila mendengar kata Amerika, biasanya yang terbayang di benak kebanyakan orang Indonesia adalah sebuah negara sekuler yang sangat anti Islam yang lebih keren disebut dengan islamofobik.
Namun acara yang digelar di Atamerica di kawasan Pacific Place dan bertajuk “Islamic Education in the US” membuka mata kita lebar-lebar untuk dapat membedakan posisi Amerika sebagai negara dan sikap sebagian rakyat Amerika yang mungkin kurang bersahabat terhadap Islam.
Bersama Imam Shamsi Ali yang merupakan tokoh muslim terpandang di New York dan Lamadi de Lamato , yang merupakan orang Indonesia yang pernah terdampar di Amerika kita akan memulai pengembaraan kita menguak salah satu sisi kehidupan Muslim di negara Paman Sam itu.
Acara dimulai dengan pemutaran video yang menggambarkan sekilas peristiwa besar yang mengubah dunia hingga saat ini yaitu peristiwa 9/11 .
Dalam video itu diceritakan betapa besarnya peran Imam Shamsi Ali dalam memberitakan wajah Islam yang sesungguhnya dan menjelaskan kepada orang Amerika bahwa bukan ajaran Islamlah yang mengakibatkan terjadinya peristiwa itu walaupun pelakunya mungkin beragama Islam.
Bahkan menurut Imam Shamsi sendiri berkata bahwa Presiden Bush pun sempat berucap bahwa Islam is a peaceful religion though some moslems are not peaceful..
Usaha Imam Shamsi Ali terutama adalah dengan membuka dialog dengan berbagai kelompok agama lain yang ada di Amerika seperti dengan kelompok Yahudi, Katolik maupun dengan kelompok Evangelist.
Menurut imam Shamsi , cara terbaik membuktikan bahwa Islam adalah agama yang merupakan rahmat bagi seluruh alam adalah dengan perbuatan dan sikap yang baik.
Sementara itu Lamadi De Lamato penulis buku “Menapak Jalan Dakwah di Bumi Barat” yang merupakan biografi pemikiran Imam Shamsi Ali juga mulai bercerita tentang kehidupannya .
Dimulai dari pengalamannya sebagai asisten khusus gubernur Papua dan kemudian diberhentikan oleh orang nomor satu di Papua itu.
Lamadi kemudian mengadu nasib di Amerika dan sempat tersesat di Atlanta dan New Jersey sebagai buruh dan tukang cuci piring.
Lamadi kemudian hijrah ke New York mencari masjid , sempat tersesat dan menggelandang di Penn Station di pusat kota New York selama dua hari sampai akhirnya bertemu dengan Imam Shamsi di rumahmu di kawasan Jamaica.
Akhirnya Lamadi boleh tinggal di rumah Iman Shamsi selama beberapa hari dan kemudian diperbolehkan tinggal di pesantren Imam Shamsi sambil menulis buku mengenai pemikiran Imam Shamsi ini.
Nah dari percakapan ini lah terungkap bahwa pesantren pertama yang ada di bumi Amerika itu sudah ada sebuah pesantren yang bernama pesantren Nusantara Madani dan terletak di sebuah kota kecil bernama Moodus di negara bagian Connecticut, sekitar 110 mil sebelah timur laut Kota New York .
Dalam paparannya , Imam Shamsi Ali juga menegaskan pentingnya interfaith dialog sehingga beliau sangat dekat dengan para pemuka agama lain termasuk rabi Yahudi.
Dalam kesempatan ini kita juga diperkenalkan dengan beberapa siswa sekolah Insan Cendikia yang pernah ikut program leadership selama dua bulan di Amerika.
Salah seorang peserta menceritakan pengalaman selama di Amerika termasuk bergaul dengan orang Yahudi di sinagoge dan membuka mata mereka tentang Amerika yang sesungguhnya . Setidaknya tidak seburuk prasangka yang selama ini ada di Indonesia.
dokpri
Ustaz Shamsi Ali juga bercerita ketika banyak penolakan pembangun Ground Zero Mosque yang sesungguhnya berada dua blok dari ground zero.
Ternyata salah satu sosok yang sangat mendukung pembangunan masjid adalah Walikota New York yang orang Yahudi.
Alasan sang Walikota bikin kita ternganga yaitu karena ia sangat menjunjung tinggi konstitusi Amerika yang memberikan kesempatan kepada semua agama untuk eksis di bumi Amerika tanpa diskriminasi .
Karena fakta di atas itulah Imam Shamsi Ali sangat positif dengan masa depan Islam di Amerika walaupun Islam di Amerika sendiri memiliki banyak wajah , salah satunya adalah wajah Islam dari Nusantara yang hadir melalui Nusantara Foundation dan pesantren di Moodus tersebut.
“Bagi kaum milenial yang mau ke Amerika bisa datang dan menginjak di pesantren yang luasnya sekitar 7 setengah hektar ini” demikian tambah sang ustaz sembari menjelaskan bahwa di pesantren ada kolam tenang dan beberapa lapangan basket.
Pada kesempatan itu diadakan juga beberapa tanya jawab dan Ustaz Shamsi Ali memberikan pandangannya tentang Islam Nusantara yang menurutnya baik baik saja selama Islam Nusantara bukan merupakan sebuah sekte keagamaan melainkan Islam yang mengusung budaya Nusantara.
“Mungkin suatu waktu akan ada Islam di Amerika dimana imamnya memakai topi koboi dan celana jean”, demikian tambah sang imam sambil tersenyum penuh damai.
Tidak terasa acara selama dua jam itu pun harus diakhiri dimana kita bisa berfoto bersama.
Siapa sangka, berkat seorang putra Indonesia yang sudah lebih 23 tahun di Amerika , di negeri ini ada sebuah pesantren sebagai salah satu media dakwah yang memberikan pesan perdamaian .
Jakarta , 17 Januari 2020A