Beberapa saat lalu beredar berita bahwa tiket masuk ke Borobudur akan dinaikkan menjadi 750 ribu Rupiah. Sontak banyak pro dan kontra tentang rencana ini. Nah bagi kamu yang kebetulan jalan-jalan ke Yogya, sebenarnya ada pilihan lain selain berkunjung ke Borobudur atau Prambanan. Bahkan di tempat ini, kita dapat menikmati keindahan candi-candi yang dengan tenang tanpa diganggu terlalu banyak pengunjung. Yuk kita simak:
1.Candi Sari
Lokasi candi ini masih di sekitar Prambanan, bahkan kalau dari kota Yogya masih lebih dekat ke Kalasan dibandingkan ke Prambanan.
Setiap kali melewati jalan raya Yogya Solo di kawasan Kalasan saya sering melihat sebuah masjid dengan arsitektur yang unik. Menaranya lancip-lancip dan warnanya jreng sehingga sekilas mirip dengan Katedral St. Basil di Lapangan Merah di Moskwa. Siang itu, karena memang tujuannya adalah mampir ke Sentra Ayam Goreng Kalasan, akhirnya saya sempat mampir juga ke masjid ini. Baru saya tahu bahwa Namanya adalah Masjid An Nurumi.
Tepat di belakang masjid terdapat sebuah lapang tempat parkir kendaraan. Di dekat sini pula ada gerai salah satu penjual ayam goreng Kalasan. Secara tidak sengaja saya melihat sebuah papan informasi berisi Denah Sentra Ayam Goreng Kalasan. Lengkap dengan peta dan nama masing-masing, ada lebih dari 30 penjual ayam goreng Kalasan termasuk Mbok Berek yang sudah sangat terkenal.
Namun di peta ini juga ada digambarkan Candi Sari yang letaknya sangat dekat dari tempat kendaraan parkir. Akhirnya dengan berjalan kaki saya mengikuti petunjuk dan tidak lama kemudian saya tiba di kawasan Candi Sari.
Siang itu sama sekali tidak ada orang di sini. Sekilas candi ini sangat unik karena seakan-akan berbentuk rumah bertingkat dua dengan jendela-jendela yang indah dan atap bermotifkanstupa. Pagarnya hijau dan terbuka sedikit. Di pojok ada tempat loket untuk membeli tiket. Serta ada papan nama Candi Sari dan lokasi geografisnya.
Pada papan informasi ada sekilas sejarah bahwa candi ini dibangun pada sekitar abad ke 8 dan diketemukan pada awal abad ke XX dalam kondisi rusak. Candi Buddha ini dulunya digunakan sebagai asrama atau tempat tinggal para biksu. Dan ini memang terlihat dari bentuknya yang bertingkat dan memiliki jendela.
Pintu depannya menghadap ke timur dan di atasnya ada hiasan Kala dan pada bagian bawah ada relief ornamen orang yang sedang menunggang gajah. Saya kemudian berjalan melakukan tawaf alias pradaksina mengelilingi candi. Oh ya bedanya kalau tawaf kita mengelilingi Kabah dengan arah berlawanan jarum jam, dalam melaksanakan pradaksina ini candi selalu ada di sebelah kanan.
Sambil berjalan saya melihat sambil mengangumi keindahan pahatan dan relif yang ada. Ada relief patung-patung sebesar ukuran manusia di seililung tubuh candi yang terletak di antara jendela-jendala. Konon ini adalah oatung Boddisatwa yang dalam posisi lemah gemulai atau dsebut posisi tribhangga. Kalau diperhatikan di tangan patung tersebut ada bunga teratai. Sementara di samping setiap jendela ada juga relief makhluk setengah burung setengah manusia yang disebut kinara kinari.
Selesai pradaksina, kitab isa masuk ke dalam tubuh candi dan di dalamnya ada tiga buah ruangan yang berjejer dan masing-masing dihubungkan dengan pintu yang ada pada tembok. Kalau kita melihat ke atas ada dinding ada bekas lubang untuk meletakan lantai atas yang kemungkinan terbuat dari kayu. Sehingga jelas memang candi ini terdiri dari dua tingkat. Di masing-masing bilik juga terdapat relung dengan hiasan kalau yang di dalamnya dulu mungkin terdapat patung.
Salah satu keunikan candi sari adalah adanya lapisan yang disebut dengan Vajralepa yang membuat ukiran dan pahatan menjadi lebih halus, memiliki warna yang lebih cemerlang dan juga lebih tahan lama.
Saya hanya menghabiskan waktu sekitar 30 menit menikmati keindahan Candi Sari ini dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Candi Kalasan yang konon memiliki banyak persamaan dengan Candi Sari. Oh yah sebelum lupa Candi sari disebut juga Candi Bendan karena lokasinya di Desa Bendan sementara kata Sari sendiri berarti indah atau elok alias cantik. Memang sangat seusai dengan keelokan dan kecantikannya yang penuh pesona.
2.Candi Kalasan.
Candi Kalasan letaknya sekitar 1 kilometer dari Candi Sari. Kalau Candi Sari berada di kiri kalau kita dari Yogya ke Solo, maka Candi Kalasan berada di seberang jalan alias sebelah kiri Jalan kalau kita dari Solo ke Yogya. Letaknya bahkan lebih dekat ke jalan raya Solo Yogya.
Sesampainya di kawasan candi ini, saya kembali terpesona dengan keindahannya walau sekilas tampak lebih ramping dibandingkan Candi Sari. Ternyata ukuran candi Kalasan sebenarnya lebih tinggi dan besar dibandingkan dengan Candi Sari. Pada papan informasi terdapat sekilas keterangan mengenai Candi yang terletak di Dusun Kalibening, Tirtomatani, Kalasan, Sleman ini. Lokasinya hanya berbeda dusun dengan Candi Sari.
Keberadaan Candi ini dapat ditelusuri berdasarkan Prasasti Kalasan yang memiliki angka tahun 700 Saka atau 778 Masehi . Dalam Prasasti ini diterangkan bahwa para penasehat keagamaan Wangsa Syailendra telah menyarankan agar Maharaja Tejapurnama Panangkarana mendirikan bangunan suci untuk memuja Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta Buddha. Biara untuk pendeta Buddha ini diduga adalah Candi Sari yang sudah kita kunjungi sebelumnya sementara yang dimaksud dengan Tejapurnama Panangkarana adalah Rakai Panangkaran, yaitu putra Raja Sanjaya dari Kerajaan Mataram Hindu.
Sama seperti ketika berkunjung ke Candi Sari, saya pun menjalankan pradaksina dengan mengeliling candi ambil melihat relief dan hal-hal yang menarik. Pintu utama candi ini menghadap ke timur dan yang unik adalah terdapat batu bulan atau moon stone yang merupakan tanda masuk ke bangunan suci di depan tangga menuju ke pelataran candi.
Batu bulan merupakan batu yang dipahat setengah lingkaran sehingga berbentuk seperti bulan dan diletakkan seperti keset di depan pintu rumah. Konon batu bulan ini banyak terapat di candi-candi di India, tetapi di Indonesia hanya ada di Candi Kalasan. Di kedua sisi pintu ini ada pipi tangga dihiasi makara berbadan naga dengan kepalan yang menganga dan ada hewan berbentuk singa di dalam mulutnya.
Kalau diperhatikan di kaki candi terdapat banyak hiasan relief yang disebut kumuda . Yaitu relief bermotif jambangan yang daun kalpataru berbentuk sulur-sulur dan bunga sebagai lambang kesuburan dan kebahagiaan. Di tubuh candi terdapat banyak relung yang kemungkinan dulu pernah ditempati arca-arca yang sekarang sudah hilang. Hanya sebagian di bagian atas yang masih ada beberapa arca Dhyani Buddha dalam posisi berdiri dan memegang Teratai.
Fasad bagian selatan merupakan bagian yang paling terawat dan masih terlihat bagus dibandingkan bagian yang menghadap ke timur yang Sebagian besar sudah rusak. Di sebelah atau pintu utama terdapat relief Kepala Kala berukuran besar yang jenggernya berbentuk segitiga. Jengger ini berhiaskan ornamen berbentuk pohon dewata, dan makhluk kahyangan yang memainkan berbagai jenis alat musik. Di bawah kala ini ada relief seorang Wanita yang sedang bersila sambil memegang sesuatu benda di antara kedua belah tangannya.
Ah terasa indah dan tenang sekali menyaksikan relief yang indah penuh pesona dalam kesunyian di siang hari menjelang senja itu. Keberadaan saya di tempat ini yang hanya sendiri memang terasa sunyi, tetapi sekaligus dapat memberikan suasana yang tepat untuk menikmati kelokan candi Kalasan ini.
Uniknya lagi di salah satu sudut candi, saya masih dapat menemukan sesaji yang beralaskan daun pisang diletakkan saja di atau bebatuan candi. Hal ini membuktikan bahwa masih ada penduduk di sekitar candi yang melakukan ritual pemujaan terhadap Dewi Tara atau kepercayaan nenek moyang.
Sejenak saya melihat ke bagian atas candi yang sekilas berbentuk kubus yang melambangkan Maha Meru. Di sepanjang tepi atas tubuh candi yang berbatasan dengan atap terdapat relief ornamen orang kerdil dalam berbagai bentuk dan gaya. Orang kerdil ini memiliki nama khusus yaitu Gana.
Kalau kita melihat ke bagian atas candi nun tinggi di atas, sekilas sudah banyak bagian yang rusak. Namun sisa-sia keelokannya masih dapat dinikmati dari kejauhan. Sekilas atap candi berbentuk segi delapan dan bertingkat dua. Ada relung-relung yang dihiasi banyak arca Buddha, puncak candi yang berbentuk stupa besar Sebagian besar sudah runtuh dan tidak bisa direkonstruksi ulang.
Saya kembali ke pintu utama dan sesekali melihat ke dinding candi diimana di berbagai tempat masih tampak plaster Vrajalepa yang konon jika di malam bari bisa memantulkan cahaya keemasan dari sang rembulan.
Demikian sekilas kisah berkunjung ke Candi Sari dan Candi Kalasan. Duua candi Buddha yang usia nya lebih tua dari Borobudur. Tidak terlalu terkenal sebeperti Prambanan, tidak terlalu ramai dikunjungi, namun tetap memiliki pesona keelokkan dan keunikan yang tidak pernah lekang dimakan zaman.