SERPIHAN CERMIN RETAK 11
Tung Widut
“Aku tak mau kehilangan pekerjaan lagi,” kata Yuandra.
Mobil Soni kelihatan melaju mendekati mereka berdua, sambil membuka kaca bagian depan dia melambaikan tangan sambil berkata.
“Cabut dulu bro.”
Pak Carlos menjawab dengan lambaian tangan juga.
“Nah, tak mungkin dia mengehentikanmu,” kata pak Carlos.
Alis tebalnya terangkat membuktikan kalau dia mempunyai kuasa atas nasib Yuandra di café itu.
Pak Carlos mengangkat kotak nasi dari motor Yuandra ke dalam mobilnya. Sambil terus nerocos berbicara. Menjelaskan lebih baik menggunakan mobil agar bisa sambil bicara dengan Yuandra.
Setelah mengantarkan semua barang, Yuandralah yang meminta Pak Carlos untuk berbicara. Dia berharap semua cepat selesai. Dia tak lagi dikejar-kejar Pak Carlos yang kepala batu, egois.
“Pak, permasalahan kita sudah selesai, saya sudah melaksanakan kewajiban saya. Bapak sudah mendapatkan hak sesuai kesepakatan. Apalagi yang mau dibicarakan?”
“Mengapa kamu lakukan itu,” tanya Pak Carlos.
“Melakukan apa?”
“Kau berikan kehormatan mu di luar pernikahan?”
“Bapak tidak usah mengurusi saya,” Nada bicara Yuandra sangat tinggi. Wajahnya merah padam. Tanda dia sangat marah. Tak peduli tempat itu sebenarnya tempat romantis. Sebuah taman bukit Tunggulmanik namanya. Pemandanganya sangat indah. Angin dingin meniup tipis puncak hijau. Di jauh bawah sana terlihat pemandangan kota kecilnya. Tapi perasaan mereka sangat berlawan. Mereka berdua sama-sama dibakar api emosi.
“Oh… Hanya karena nilai A. Ternyata saya salah menilai kamu selama ini,”
“Pak dosen yang terhormat, seharusnya Bapak bisa berkaca. Hati bapak itu terbuat dari batu. Egois. Kiler. Bapak tidak pernah menghargai usaha mahasiswa yang semalaman nggak tidur mengerjakan tugas. Bapak hanya berikan nilai B untuk mahasiswa istimewa. Itu saja hanya beberapa mahasiswa dalam sejarah perkuliahan bapak. Sampai-sampai mereka mengadakan samyembara dua puluh lima juta untuk nilai A dari Bapak.”
Kali ini amarah Yuandra sudah tak terkendali. Wajahnya didekatkan ke wajah Pak Carlos. Matanya yang melotot bagai harimau yang akan menerkam mangsanya. Apalagi telunjuk tangan menunjuk ke wajah Pak Carlos. Suaranya melengking sekuat tenaga.