SERPIHAN CERMIN RETAK 3
Tung Widut
Wajah Yuandra terlintas di matanya. Wajah manis yang selalu tersenyum Berpenampilan cuek, sangat percaya diri. Seakan-akan dunia miliknya. Selintas kalau orang belum kenal akan membencinya karena terkesan sombong.
Sebenarnya perhatiannya kepada Yuandra sejak semester lalu. Saat pertama kali Yuandra mengikuti kelasnya. Kala itu dia terlambat tiga puluh menit. Dengan cueknya duduk begitu saja saat Carlos menjelaskan materi yang disampaikan. Gadis itu tanpa perasaan duduk di deretan paling depan paling dekat meja dosen. Hari-hari selanjutnya Yuandra seperti mahasiswa lain. Masuk seperti biasa, tak ada yang istimewa. Hanya sikapnya yang cuek yang selalu melekat pada dirinya. Itu menjadi khasnya yang membuat perhatian Carlos. Akhir-akhir ini, dia jarang masuk. Kalaupun masuk dia terlambat atau tiba-tiba dengan terburu-buru menghilang.
“Yuandra.” teriaknya ketika melihat sosok Yuandra berjalan di depan ruang dosen. Carlos segera ke luar dan mengejarnya.
“Yuan. Yuan. Aku ingin bicara.” Teriak Carlos setelah berhasil mengejar Yuandra. Sebenarnya Yuandra sendiri sudah mempercepat jalannya. Dia sampai setengah berlari agar pak Carlos tak bisa mengejarnya.
Tiba-tiba Yuandra berhenti. Badannya dibalikkan. Sekarang dia menghadap pada pak Carlos.
“Apalagi yang dibicarakan pak? Saya sudah melakukan sesuai perjanjian. Saya sudah melaksanakan kewajiban dan juga sudah menerima hak. Sekarang bapak bicara saja.”
“Tak mungkin bicara di sini.”
Dari arah belakang Pak Carlos terlihat Shenitra dan Hana berjalan mendekati mereka berdua. Kesempatan ini digunakan oleh Yuandra untuk pergi dari Pak Carlos. Setelah temannya dirasa dekat, segera meraih tangan pak Carlos untuk berjabat tangan. Punggung tangan diciumi bak murid telada sambil berkata,
“ Terima kasih Pak. Terima kasih sudah diberi nilai. Saya pamit dulu.” Dengan sopan Yuandra meninggalkan pak Carlos. Hanya beberapa detik ketiganya hilang itu saja dari pandangan. Tapi sebelum berbelok, Yuandra sempat menoleh kearah pak Carlos yang masih mematung memandanginya pergi. Pak Carlos melempar senyum tipis.
Pak Carlos kembali ke ruang dosen. Dia duduk di kursinya. Memejamkan mata sambil tersenyum mengingat saat Yuandra mencium punggung tangannya.
“Andaikan itu terjadi saat Yuandra jadi istriku, betapa bahagianya.” Katanya dalam hati.