TUNG WIDUT
Mata Nila mencoba berkelana menyusuri ruang kafe yang tak begitu lebar. Ornamen dan hiasan dinding berupa sebuah lukisan perempuan bali. Dengan dua patung ala bali juga berkesan elegan.
Selang beberapa menit segerombolan laki-laki berseragam polisi berlari ke arah pintu yang di masuki Pras. Dada Nila semakin berdegup kencang. Dia kemudian berdiri dan melangkah menuju pintu kafe. Melongok ke kanan ke kiri. Tak nampak seorangpun. Hanya dua orang satpam berada di luar pintu lobi. Dia lalu membalikan badan. Menuju tempat duduk yang yang tadi. Diambilnya tas dan Hpnya. Lalu mengambil duduk di pojok ruang meja no dua. Memang dari tempat itu bisa melihat ke segala penjuru.
Tiba-tiba terdengar teriakan diikuti sebuah tembakan.
“Ya Allah.” Hati Nila yang sudah mulai reda kini kembari berdebar, bahkan tanganya pun gemetar. Segera dia menyambar tas ,hp dan minumanya. Dia kali ini benar-benar duduk di pojok ruang. Sengaja kursinya sedikit di geser di pojok.
“Kalau benar ada tembakan aku tinggal jonggkok dan berlindung disamping patung.”katanya dalam hati.
Belum lagi gemetarnya hilang, terdengar suara gaduh dari jauh. Lama kelamaan mendekat. Nila segera mendekap tasnya. Dia siap-siap tiarap. Dilihatnya serombongan orang turun dari tangga. Paling depan seorang laki-laki berbaju hitam-hitam. Kemudian seorang laki-laki memakai kaos dalam dan celana pendek. Di samping laki-laki tersebut seorang perempuan cantik memakai kaos merah. Baru di belakangnya berbondong polisi dan beberapa orang yang tadi masuk.
Nila masih dalam keadaan bingung. Sementara para pegawai hotel berhamburan keluar. Seakan ada yang membuatnya penasaran.
Tiba-tiba Pras masuk ruangan.
“Ehem.”
Nila masih diam. Wajahnya masih kelihatan tegang. Dia antara sadar dan tidak sadar. Kejadian yang dialami seperti dalam film-film action yang dilihatnya di tv.
“Sori sedikit ada masalah. Agak melawan.”
Nila masih saja tak merespon.
“Wajah kamu pucat sekali.” Lanjutnya. Pras mendekatkan wajahnya ke wajah Nila. Dilihatnya betul wajah perempuan yang sedang ketakutan itu. Lalu mengkernyitkan dahinya. Diambilnya minuman yang berada di meja.
“Minum dulu biar agak rilex.” Pintanya agak memaksa.
“Aku terimakasih padamu. Karena aku datang bersama kamu, target tidak curiga. Sebenarnya targetnya tiga orang lelaki yang duduk di kursi lobi sebelah itu.” Tanganya sambil menunjuk sebuah kursi.
“Untung kamu tadi nggak ketembak.”
Spontan Nila membelalakan mata.
“Hahahaha.” Pras terbahak melihat raut wajah Nila.
“Oh tidak, tidak. Bukan seperti itu. Polisi itu penuh perhitungan. Nggak akan terjadi seperti itu.”
Setelah kelakarnya membuat Nila tersenyum, Pras pun mengajak Nila keluar dari dalam kafe.
Setelah menyibak kembali kemacetan kota Surabaya, tiba saatnya duduk berdua di retaurant Botanica. Sebuah restoran mewah dengan menu lezat. Dari sekian menu nasi goreng buah naga merupakan menu unggulan.