Novel | Seruni, Catatan Isteri Seorang Politisi #8

Fiksiana, Novel169 Dilihat

Catatan 8

Banyak hal yang tidak bisa diduga-duga, itulah pertanda kita manusia tidak berkuasa atas apa pun, karena ada yang Maha Mengatur atas semua peristiwa yang terjadi dimuka bumi ini.

Sebagai umat yang beriman kita wajib mengimani dan meyakininya, sebagai bentuk pengejawantahan dari makna beriman itu sendiri, itulah yang dikatakan ustad di Majelis.

Tadi pagi tanpa aku duga mas Tyasto datang, seperti biasanya dia datang gak pernah bilang dulu, padahal aku sudah janji sama mas Todhy, mau ke Bank hari ini untuk pencairan deposito. Aku jadi gak enak sama mas Todhy begitu dia datang, dia melihat ada mas Tyasto.

Mas Tyasto datang mau mengajak aku beli perlengkapan bayi, alasannya sih gitu, dia memang selalu ingin cari peluang untuk pergi berdua, aku menolaknya, karena aku sudah janji sama mas Todhy,

“Mas Tyas kok mau kesini gak kasih tahu aku dulu?” Tanya aku tadi pagi

“Ya mas pikir masih pagi, dan kamu pasti selalu dirumah,” jawabnya kayak gitu

“Soalnya aku mau pergi ke Bank diantar mas Todhy, kemarin kami sudah janjian, mungkin sebentar lagi dia sampai,” aku jelasin aja seperti itu, enak gak enak deh

“Mas sih sebetulnya mau ajak kamu beli perlengkapan bayi dan kebutuhan persalinan kamu,” jawab mas Tyasto lagi

Gak lama setelah itu, mas Todhy datang, aku benar-benar gak enak sama mas Todhy, aku susul dia ke halaman, aku bilang ada mas Tyasto di dalam, untungnya mas Todhy biasa-biasa aja sikapnya. Mas Todhy datang sama anaknya yang paling kecil,

“Hai cantik, nama kamu siapa?” Aku menyapa anaknya mas Todhy, anak itu diam saja sambil memegang erat tangan ayahnya, mungkin karena belum kenal

“Raini, bilang dong sama tante runi,” ujar mas Todhy

“Raini tante,” jawab anak mas Todhy

“Umur kamu berapa?” Aku coba lebih dekat dengan dia

“Empat tahun tante,” jawab Raini

Aku kasih tahu mas Todhy, bahwa di dalam ada mas Tyasto,

“Mas di dalam ada mas Tyasto, dia datang mendadak gitu, gak bilang dulu,” aku coba kasih tahu mas Todhy

“Gak apa-apa, ntar juga dia pergi sendiri kok” jawab mas Todhy

Eh benar aja, baru saja aku mau ajak mas Todhy dan Raini masuk, mas Tyasto keluar mau pamit pulang, dia menyapa mas Todhy,

“Hai bro, apa kabar lo? Ketemunya disini kita ya,” ujar mas Tyasto

“Baik bro, aku mau antar nyonya Grasto nih ke bank, kok buru-buru bro?” Tanya mas Todhy

“Iya tadinya aku mau ajak Seruni, belanja kebutuhan bayi dan persalinannya, eeeh katanya dia udah janjian sama lo, yaudah gue pamit ya.”

Mas Tyasto juga pamit sama aku, dia sepertinya agak kecewa, aku gak ngerti mesti ngapain, habis dia datang kayak Jailangkung, sesuka hatinya saja. Aku ajak mas Todhy masuk dulu, sambil aku pendekatan sama Raini anaknya.

“Raini mau tante bikinin minuman apa sayang?” Aku tanya pada Raini, dia diam saja, sambil melirik ke ayahnya

“Mas Todhy mau minum apa? biar aku pesankan sama mbak Sum, biar aku ganti pakaian dulu,”

“Gak usah Runi, kita udah mau jalan, ntar malah mubazir.” jawab mas Todhy

Aku tinggalkan mas Todhy dan Raini di ruang tamu, aku langsung ke kamar untuk ganti pakaian. Selesai aku dandan dan ganti pakaian, kami langsung jalan, aku kasih tahu mbak Sum untuk jaga rumah,

“Mbak Sum, saya dan pak Todhy mau ke Bank sebentar, mbak Sum jaga rumah ya,”

“Iya Bu.” Jawab mbak Sum

Kami langsung jalan setelah pamit dengan mbak Sum. Di mobil aku mau pangku Raini di depan, mas Todhy gak kasih, dia takut mengganggu perutku yang lagi hamil, akhirnya Raini duduk di belakang, aku kasihan lihat Raini sendirian.

“Mas kasihan aku lihat Raini sendirian di belakang, biar aku pangku aja ya, gak apa-apa kok,” aku minta sama mas Todhy

“Gak usah Runi, dia udah biasa kok seperti itu, ntar juga dia tidur sendiri,” jawab mas Todhy

“Atau aku jagain dia di belakang ya mas? Takutnya kalau dia tidur malah berabe.” Aku kasih alasan pada mas Todhy

Akhirnya mas Todhy menyetujui permintaanku, aku pindah ke bangku belakang memdampingi Raini, aku peluk dia, aku belai-belai rambutnya. Aku gak tega lihat Raini, anak sekecil itu sudah di tinggal ibunya. Aku kasihan sama anak mas Todhy, aku ingin sekali jadi ibu sambung dari anak-anaknya.

Sepanjang perjalanan, Raini tertidur di pangkuanku. Tanpa aku sadari mataku basah karena air mata, aku merasakan betapa Raini membutuhkan kasih sayang seorang ibu, seperti yang aku rasakan saat aku masih kecil, tidak merasakan kasih sayang ibu, ibu meninggal saat aku masih kecil.

Tanpa terasa kami sudah sampai di Bank, aku bangunkan Raini,

“Raini, bangun sayang, kita sudah sampai,” aku bisikkan di dekat telinganya, dan Raini terbangun

“Kita dimana tante?” Tanya Raini kebingungan

“Kita sudah sampai di Bank sayang, yuk kita turun?” Aku tuntun Raini untuk turun dari mobil, mas Todhy menyaksikan semua itu. Raini gak canggung lagi sama aku.

“Terima kasih Runi, kamu sudah jagain Raini,” ucap mas Todhy

“Gak apa-apa mas, aku suka kok sama anak-anak, mas gak usah sungkan titipkan Raini sama aku, kalau mas sibuk.”

Kami masuk ke Bank, mas Todhy yang mengatur semuanya. Di dalam kami disambut dengan baik, rupanya rerata karyawan Bank itu sudah sangat mengenal mas Todhy. Kami di bawa kesebuah ruangan customer, yang di dalamnya ada sofa dan seperangkat meja yang dikhususkan untuk transaksi dengan customer.

Aku dan Raini duduk di sofa, mas Todhy dan pegawai Bank di meja traksasi. Aku bilang sama mas Todhy, kalau bisa dana dari depositonya di pindahkan ke rekening aku saja.

Tidak lama prosesnya, setelah semua berkas yang disiapkan aku tanda tangani, semua urusan beres, aku tinggal mengecek saldo di rekening tantanganku.

Setelah selesai semua urusan kami pulang, mas Todhy mengajak aku makan disebuah restoran, sebelum kami pulang ke rumah.
Itulah cerita sepanjang hari ini yang bisa aku tuliskan dalam catatanku.

Hidup ternyata memang tidak seperti yang kita duga, semua bisa berubah, dan tidak sesuai dengan apa yang kita rencanakan.

 

Tinggalkan Balasan