Teknologi Tebu (5) : Pengolahan Limbah Cair Pabrik Gula

Teknologi70 Dilihat

Pemerintah sudah menerbitkan Undang-undang dan Peraturan Pemerintah dalam upaya untuk mengendalikan pencemaran dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.

Saat ini sudah ada perangkat regulasi yaitu UU No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan PP No. 18 Tahun 1999 Jo PP No 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Kemudian PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan peraturan perundangan lainnya.

Regulasi tersebut untuk mengatur dan mengarahkan para pelaku industri dalam upaya pelestarian lingkungan. Selain regulasi sudah disiapkan pula program Pemerintah untuk pembinaan dalam upaya mewujudkan pengelolaan industri yang ramah lingkungan.

Salah satu program untuk mendorong ketaatan  pengusaha dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dituangkan dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 07 Tahun 2008 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dikenal dengan PROPER .

Program ini merupakan pelaksanaan pengawasan oleh Pemerintah terhadap ketaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan.

Bertumpu sepenuhnya berdasarkan pada kinerja pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar lingkungan perusahaan yang berorientasi pada output yang dicapai.

PROPER diberlakukan terhadap semua jenis usaha dan atau kegiatan yang mempunyai potensi dapat menimbulkan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.

Penilaian Peringkat dilakukan oleh Tim Teknis dan hasilnya diumumkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup setiap setahun sekali.

Peringkat kinerja yang diberikan terdiri dari 5 peringkat yaitu EMAS, HIJAU, BIRU, MERAH DAN HITAM.

Peringkat EMAS dan HIJAU merupakan peringkat yang melebihi batas ketaatan yang dipersyaratkan dalam pengelolaan lingkungan dengan memuaskan. Peringkat EMAS diberikan kepada 1 % terbaik dan peringkat HIJAU diberikan kepada 7% terbaik dari peserta PROPER di masing-masing sektor industri.

Sementara peringkat BIRU merupakan peringkat pada batas ketaatan yang dipersyaratkan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Hasil penilaian pada perusahaan yang belum taat diberikan peringkat MERAH dan  hasil penilaian pada perusahaan yang tidak ada upaya proteksi lingkungan diberikan peringkat HITAM yang merupakan reputasi terbawah dalam PROPER.

Limbah Cair Pabrik Gula

Kegiatan produksi gula selain memberikan dampak positif seperti penyediaan lapangan pekerjaan, peningkatan kesejahteraan petani, pengembangan ekonomi daerah dan sebagainya, juga menghasilkan  dampak negatif yang bisa saja muncul dari rangkaian kegiatan produksi gula mulai dari kebun tebu sampai pabrik hingga menghasilkan gula pasir.

Sejauh ini sumber dampak negatif potensial yang sering menjadi perhatian masyarakat adalah pembakaran tebu, pembakaran limbah kebun, limbah proses produksi, limbah produksi energi, dan emisi cerobong.

Pencemaran air berasal dari proses produksi seperti stasiun gilingan, pemurnian, penguapan, masakan dan kristalisasi; dari produksi energi seperti stasiun ketel dan dari laboratorium.

Pabrik gula tergolong industri yang banyak menggunakan air. Sebagian besar air sekitar 90% diperlukan sebagai air kondensor untuk membuat tekanan hampa di evaporator dan pan masak.

Sisanya diperlukan untuk memenuhi keperluan air imbibisi, ketel, pendingin peralatan,  pencucian peralatan dan sarana pabrik.

Penekanan input air akan berarti penekanan jumlah limbah cair dan air kondensor yang terbuang. Efisiensi input air mengurangi biaya air dan biaya bukan produk. Biaya investasi pengolahan limbah juga menjadi minimal dan juga biaya pengolahan dan pembuangannya.

Sementara dampak lingkungan yang teridentifikasi antara lain berupa  pencemaran air. Hal yang terakhir ini sangat mengundang perhatian masyarakat jika terjadi air buangan pabrik yang tercemar terbuang ke sungai.

Penanganan Limbah Cair  Tercemar

Pabrik Gula (PG) di Indonesia sudah melakukan upaya dalam program pelestarian lingkungan termasuk diantaranya pengolahan air limbah pabriknya.

Saat ini hampir semua PG sudah memiliki Anstalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang sangat memadai. Beberapa parameter pencemar dengan sangat ketat selalu mendapat pengawasan rutin.

Parameter pencemar tersebut diindikasikan dengan ukuran BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand). Kadar BOD air limbah dari proses bervariasi antara 400 – 15 000 mg/l dan kadar COD bervariasi antara 700 – 25000 mg/l tergantung dari jenis pencemarnya.

Sementara kadar BOD nira bisa mencapai lebih dari 100.000 mg/l, sedangkan blotong cair bisa mencapai kadar BOD 40.654 mg/l.

Karakter limbah cair pabrik gula didominasi oleh kandungan bahan biologis yang bersifat kandungan organik. Ceceran gula dari stasiun gilingan yang berasal dari perahan nira adalah senyawa organik berupa sukrosa dan gula reduksi.

Berdasarkan karakter tersebut, pengolahan limbah cair pabrik gula dilakukan dengan cara biologis dengan memanfaatkan aktivitas sejumlah mikroba.

Teknologi Pengolahan Air Limbah Sistem Aerasi Lanjut

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) di Pasuruan sudah sejak lama menemukan teknolgi pengolahan air limbah pabrik gula yang sangat efisien dan efektif. Teknologi tersebut dikenal dengan nama Sistem Aerasi Lanjut (SAL).

Pada prinsipnya sistem ini berdasarkan metode pengolahan lumpur aktif yang umum digunakan dalam menangani limbah biologi seperti air buangan pabrik gula.

Namun metode SAL hanya membutuhkan lahan yang relatif lebih kecil dengan waktu retensi yang lebih singkat. Juga SAL memiliki kelebihan dalam hal jenis mikroba yang sudah terseleksi dari hasil temuan riset di laboratorium.

Prinsip kerja SAL adalah menguraikan air limbah yang masuk dalam IPAL dengan menggunakan mikroba pengurai. Melalui 4 kolam aerasi yang secara simultan bekerja selama 24 jam sebelum air buangan tersebut diendapkan dalam kolam pengendapan.

Di kolam pengendapan dipisahkan antara endapan dan cairan. Endapan bisa dikeringkan untuk digunakan sebagai pupuk rabuk. Sedangkan cairannya berupa air yang sudah terolah bisa digunakan sebagai air irigasi untuk kebun tebu.

Kriteria air buangan yang masuk ke dalam kolam aerasi yang mengandung mikroba tersebut harus sesuai dengan kriteria dasar yaitu kadar COD maksimum 1000 mg/l, pH 6-7, suhu 37-38 derajat Celcius.

Dengan pengolahan metode SAL ini cemaran air buangan bisa diturunkan menjadi sekitar 100-300 mg/l yang sesuai dengan kriteria air irigasi. Air tersebut bisa kembali digunakan untuk pengairan kebun tebu.

Teknologi ini sudah banyak diterapkan beberapa Pabrik Gula di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.

@hensa

Tinggalkan Balasan