“Selamat Hari Pendidikan Nasional!”
Kalimat tersebut berseliweran di beranda akun media sosial sejak dinihari tadi. Begitu banyak twibbon yang beredar menyampaikan ucapan selamat kepada para pelaku pendidikan. Hampir semua komponen masyarakat menggaungkan pernyataan mengenai betapa pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia.
Saya membaca beberapa quote yang memberi motivasi kepada semua orang yang bergerak di bidang pendidikan. Terus terang, saya sebagai seorang pendidik menjadi tergugah dan semakin bersemangat menjalankan tugas mulia yang saya emban. Terutama di masa pandemi saat ini. Saya lalu mengambil beberapa pendapat para ahli berikut:
1. Ir. Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia menyatakan bahwa “gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit! Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh diantara bintang-bintang”.
2. Mahatma Gandhi, seorang pemimpin spiritual dan salah satu tokoh gerakan kemerdekaan India, memberikan sebuah pesan moral kepada semua orang bahwa “Hiduplah seolah engkau mati besok. Belajarlah seolah engkau hidup selamanya”.
3. Nelson Mandela, seorang tokoh revolusioner dari Afrika Selatan, memberikan sebuah pernyataan bahwa “Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia karena dengan pendidikan Anda dapat mengubah dunia”.
4. Aristoteles, seorang filsuf Yunani, menyebutkan bahwa “Pendidikan adalah bekal terbaik untuk perjalanan hidup”.
5. Rasulullah Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam, seorang Nabi yang bergelar sebagai rahmatan Lil ‘aalamiin (Rahmat bagi seluruh alam) menyampaikan sebuah pesan indah bahwa “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan akan memudahkan baginya jalan menuju Surga”.
Subhaanallaah… Maka jaminan apalagi yang lebih mulia selain surga-Nya? Setiap pendidik adalah perpanjangan tangan Tuhan yang mengemban sebuah tugas mulia, yakni mengajarkan kebaikan kepada orang lain. Seorang pendidik adalah duta kebaikan penerus tugas-tugas para Nabi untuk menjaga kelestarian semesta.
Setiap kali saya membaca pesan-pesan kebaikan dari para pendidik terdahulu, saya merasa bahwa selalu ada titik harapan dalam pengabdian. Semua usaha yang selama ini saya lakukan dalam mendidik tidak akan sia-sia. Sedikit banyak hal yang saya berikan kepada peserta didik, baik berupa perkataan maupun tingkah laku, tentunya ada yang mereka ingat dan gunakan seumur hidup mereka. (Insyaallah, aamiin…)
Saya sepakat sekali dengan pernyataan pak H. Thamrin Dahlan (Direktur YPTD) dalam sebuah tulisannya dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei 2021 hari ini. Beliau menyatakan bahwa “Semua orang adalah guru ketika memberikan nasehat kebaikan. Terlepas dia berprofesi guru atau tidak, apabila berbicara tentang kebaikan, sejatinya kegiatan itu adalah proses belajar mengajar”.
Lalu bagaimana peranan para pendidik di masa kritis pandemi Covid-19 ini? Tentunya semua orang sepakat bahwa tugas dan tanggung jawab para pendidik selama satu tahun terakhir ini menjadi dua kali lipat lebih berat dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan mungkin berkali-kali lipat beratnya. Mengapa demikian? Coba direnungkan dan ditelaah dengan hati dan pikiran yang jernih!
Di masa sebelum pandemi, kegiatan pembelajaran berfokus di ruang-ruang kelas yang ada di sekolah. Guru membimbing sekelompok peserta didik dalam satu kali pembelajaran di sebuah kelas (indoor maupun outdoor). Pendidik mengklasifikasikan tingkat kemampuan dan daya terima peserta didik lalu mengaturnya sedemikian rupa agar semuanya terlayani dengan baik. Terkadang peserta didik dikelompokkan secara heterogen agar mereka yang ‘cepat’ dapat membantu temannya yang lebih ‘lambat’.
Nah, ketika masa pandemi datang sejak awal tahun 2020, para pendidik tetap memberikan layanan pendidikan kepada seluruh peserta didik. Proses pembelajaran tidak lagi dilakukan di sekolah, tetapi di rumah masing-masing. Artinya, pelayanan diberikan per individu di waktu yang tidak bersamaan. Persebaran letak geografis rumah peserta didik yang begitu luas harus dikuasai dan didatangi oleh guru. Dalam kondisi bagaimanapun dan bentuk pembelajaran apapun.
Bagi pendidik yang berada di beberapa wilayah perkotaan mungkin tidak begitu rumit sebab mereka dapat melaksanakan pembelajaran berbasis teknologi informasi. Daya dukung keluarga peserta didik dan akses kunjungan cukup memadai untuk itu.
Lalu bagaimana dengan pendidik di daerah pedesaan? Mereka harus mengunjungi peserta didik di rumahnya masing-masing. Ada beberapa yang rumahnya berdekatan satu sama lain, tetapi banyak juga yang tinggal di daerah pelosok desa. Berbagai cara harus ditempuh agar mereka dapat memberikan pelayanan ke peserta didik.
Dalam hal pembelajaran di rumah, tentu peranan orang tua juga sangat menentukan keberhasilan pendidikan. Sebagian besar orang tua peserta didik memberikan kontribusi dalam pembelajaran, namun ada juga yang acuh tak acuh dan bahkan tidak mau bekerjasama dengan pendidik. Masa pandemi yang juga sangat berimbas pada sektor ekonomi menyebabkan beberapa orang tua terpaksa ‘meminta bantuan’ anaknya dalam menghidupi keluarga. Dengan demikian alokasi waktu belajar anak di rumah menjadi sangat minim.
Ada beberapa pandangan miring sebagian orang yang menganggap bahwa para pendidik saat ini bekerja lebih santai dari sebelumnya. Bahkan ada yang menyatakan bahwa sejak pandemi ini guru makan gaji buta. Sungguh pernyataan ini begitu melukai hati para tenaga pendidik. Anggapan ini sangat bertolak belakang dan tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Hal ini harus diluruskan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam masyarakat.
Para pendidik berusaha memberi penjelasan mengenai hal tersebut. Ada yang menjadi tercerahkan, ada juga yang tetap ngotot pada pendapatnya. Meskipun demikian, para tenaga pendidik tetap tegak berdiri dan terus bergerak mengabdikan jiwa raga demi keberlangsungan pendidikan. Sesulit apapun kondisinya, pendidikan tidak boleh berhenti hanya karena adanya pandemi. Para pendidik akan selalu tegar menghadapi rintangan dan hambatan yang ada, walau bagaimanapun pandangan masyarakat terhadap mereka.
Satu hal yang menjadi prinsip dan pegangan hidup para pejuang pendidikan Indonesia, bahwa para pendidik harus bermental baja. Bagaimana mungkin kami mengajarkan peserta didik untuk membina mentalnya jika mental kami begitu lemah? Kami mendidik dengan niat murni, lillaahi ta’ala (hanya berharap pada Allah semata).
Tetap jaga semangat itu, kawan-kawan! Masa depan bangsa ini ada di tangan generasi yang sedang kita didik sekarang. Selamat berjuang dalam pendidikan! Salam pengabdian!