KMAB-H3-Cerpen 1- Petikan Asa Gitar Khasna -Part 3

Cerpen28 Dilihat
Ilustrasi Cerpen 1 – Petikan Asa Gitar Khasna – (dok:yis)

Aku beranjak dan memacu langkah menuju ruang guru. Ada beberapa guru yang masih duduk di sana. Kulihat Bu Endang, wali kelas Khasna bersiap hendak bepergian.

“Badhe tindak pundi, Bu?” Tanyaku begitu mendekati mejanya.

“Onten kegiatan MGMP, Bu,” sahutnya.

Baiklah, berarti nanti saja aku bertanya soal Khasna. Begitu sampai di mejaku, kukeluarkan charger laptopku dan kembali kunyalakan sembari dichas. Laptop jadul ini memiliki kenangan tersendiri. Ia mengajarkanku arti kesabaran. Hehe… aku harus bersabar manakala dia membutuhkan waktu untuk bangkit dari tidurnya, alias lola, loading lama. Meski demikian, laptop ini masih bisa berjasa untukku. Ia masih mampu diajak berselancar di dunia maya, meski tidak selihai laptop masa kini.

Begitu terbuka WhatsApp Web, segera kubuka chat dari Khasna. Penasaran tingkat dewa. Apa yang akan dikatakan Khasna selanjutnya? Kuambil headset, aku nggak ingin pesan suara khasna terdengar guru lain juga. Aku harus menjaga rahasianya. Ya, barangkali apa yang dia katakan adalah sebuah rahasia, menurutnya. Sama seperti ketika aku memeriksa buku diary para siswa kemudian mengomentarinya. Mereka berhak memiliki privacy dan menjaga rahasia adalah amanah, meski mereka mengumpulkan diary untuk menambah poin keaktifan harian.

Oh iya, mengapa Khasna tidak pernah mengumpulkan diary ya? Mungkin karena dia lebih senang menyampaikan segalanya secara langsung. Baiklah, setiap anak punya stile sendiri. Lagipula menulis diary hanya tugas tidak terstruktur yang sifatnya pengayaan saja, bagi yang mau dan mampu. Hastin pendiam, namun rajin curhat melalui diary. Tetapi Khasna unik lebih suka mendapatkan perhatian dan respon secara langsung. Ia tidak mau terlalu lama dibayangi oleh rasa ingin tahunya.

“Bu, saya sudah bisa memainkan gitar untuk beberapa baris dari lagu sederhana. Bisa tidak lirik lagu Mars Himnenya difoto dan dikirimkan ke sini saja? Maaf ya, Bu. Saya merepotkan Ibu,” ucap Khasna dalam pesan suara keduanya.

Syukurlah, sepertinya Khasna baik-baik saja. Suaranya sedikit lemah mungkin karena ia takut didengar ibunya. Berlanjut ke pesan ketiga.

“Bu, maaf, Saya hari ini tidak berangkat. Saya sedang di rumah sakit. Tapi Ibu tahu? Saya di rumah sakit bawa gitarnya lho. Jadi kalau saya bosan saya mainan gitar saja,” lanjut Khasna.

Masyaallah… tak sadar mataku berkaca-kaca. Khasna kontrol atau jadi operasikah? Ia begitu gigih meraih asanya.

“Bu, saya dijadwalkan dalam waktu dekat ini operasi. Katanya, dokter mau memperbaiki semuanya yang di Jantung saya. Saya semangat kok, Bu. Saya ingin sembuh. Saya ingin membanggakan Matsandaba. Ini saya sudah opname, jika dokter lama datangnya, saya akan merekam permainan gitar saya. Nanti disimak ya, Bu.”

Mendengar ini, aku merinding. Ya Allah, tanpa sadar bulir bening menetes dari mataku. Terbayang tubuh rapuhnya di ranjang rumah sakit, memeluk gitarnya sembari tersenyum. Khasna anak yang hebat, kuat, dan semangat. Ia tak pernah membiarkan sakitnya sebagai penghalang dan alasan untuk terpuruk dalam ketidakberdayaan. Ia begitu ikhlas dengan sakit yang dideritanya. Ia mencoba pasrah dan tetap menjalani hidupnya dengan bahagia.

Pesan yang terakhir ini ternyata selang 40 menit kemudian. Tanganku gemetar, kuarahkan kursor untuk mengeklik tombol play pada pesan suara terakhir Khasna. Lama hening. Terdengar suara seperti gesekan benda sebelum akhirnya terdengar petikan gitar yang tidak teratur dan sedikit sumbang. Kemudian terdengar suara lantunan petikan gitar dalam lagu Kasih Ibu, suara lembutnya mengalun pelan.

“Kasih ibu… kepada beta.. tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali…. hening sejanak, terdengar suara tawa lembut.
Maaf, saya baru bisa samai itu, Bu. Nanti saya akan coba lagu Himne MTsN 2 Bantul yang Ibu ciptakan. Saya akan terus belajar hingga bisa. Semoga Allah sayang sama saya dan mengabulkan impian saya. Doakan saya terus, Ya Bu,” jelasnya.

Tubuhku tergetar, sekuat tenaga kutahan semua gejola rasa. Sikap, ucapan, asa Khasna menohok tepat pada hati ini membuatnya tak berdaya dengan segala rasa takjub, sedih, bangga yang membuncah. Ah, aku seolah tak menemukan kata yang tepat untuk mendeskripsikan Khasna. Bagaimana aku hendak membalas pesan Khasna ini? Baiklah, Khasna tentu tak ingin bersedih, ia ingin semua bahagia. Kubalas melalui chat tertulis saja.

“Masyaallah, Khasna. Kamu hebat, Sayang. Ibu tidak menyangka kamu bisa bermain gitar secepat ini. Ibu senang sekali. Apalagi kamu mau memainkan gitar untuk lagu Himne madrasah kita. Ibu tunggu karya hebatmu, Ya. Pasti semua akan takjub dengan permainan gitarmu nanti. Semangat selalu ya, Khasna Sayang. Percayalah, Allah pasti menyayangimu. Ibu senantiasa mendoakan untuk kesembuhanmu. Ibu tunggu di madrasah ya, ibu ingin menemanimu berlatih gitar sesekali. Sekarang semangat berobat dulu. Bismillah ya, Sayang.” (Bersambung)

Tinggalkan Balasan