Perjalanan Cinta Seorang Guru (6)

Walaupun  dia sudah berprofesi sebagai guru –Jamel sudah mengajar di sekolah swasta– namun lelaki rada humor itu tetap mengajukan lamaran untuk menjadi guru negeri. “Saya memang tidak ingin selamanya di swasta. Menjadi PNS masih merupakan harapan kebanyakan orang, termasuk saya.” Itulah cita-citanya. Targetnya ada jaminan pensiun. Begitu pulalah pandangan yang umum waktu itu.

Berkaitan dengan penempatan tugas, pada tahun-tahun itu, karena masih kurangnya guru para calon guru masih dapat memilih beberapa tempat mengajar ketika mengajukan lamaran. Intinya boleh kembali ke daerah asal (kelahiran), misalnya untuk diangkat menjadi pegawai negeri atau ke daerah lain yang kita mau.

Jamel sendiri semula ditawarkan bertugas di sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Kampar (Bangkinang, sekitarnya) sebagai daerah asal dan tanah tumpah darah kelahirannya. Itupun jika dia mau. Tapi Jamel ternyata tidak bersedia dengan alasan ingin mencoba merantau. Selain ke Pekanbaru (jarak 50 km dari kampungnya, Kabun Airtiris) dia belum pernah pergi ke daerah lain. Makanya Jamel ingin merantau. Itulah alasan utama mengapa dia memilih ke negeri orang dari pada ke kampung halamannya sendiri.

“Jadi, bagaimana? Apakah mau balik kampung, Mel?” Seorang staf Kantor Pendidikan Kota Madya Pekanbaru menanyakan kembali kepada Jamel, apakah bersedia pulang kampung ke Kampar, misalnya. SK mengajar akan diusulkan ke Jakarta. Tempat mengajar masih boleh dipilih.

“Tidak, Pak. Saya mau ke Pulau. Saya ingin merasakan naik kapal.” Jamel sudah lama bercita-cita ingin naik kapal. Sebagai orang Sumatera yang tinggal di Airtiris dan Pekanbaru Jamel memang belum pernah naik kapal. Melihat kapal di laut juga belum pernah dia rasakan. Apalagi naik kapalnya. Sungguh harapannya jika diangkat menjadi guru di daerah kepulauan sana.

“Mau ke Natuna?” Tanya Bakhtiar, pejabat yang mengatur penempatan calon pegawai baru sebagai guru.

“Natuna itu dimana? Kalau di Pulau saya mau.” Jamel sama sekali tidak tahu daerah itu. Dia bahkan belum pernah mendengar nama daerah itu.

Dialog itu putus sampai di situ. Bakhtiar kenal dengan Jamel yang kebetulan satu daerah asal. Di awal-awal dia tawarkan pulang kampung agar membangun kampung karena Bakhtiar memang sekampung dengan Jamel.(bersambung)

Tinggalkan Balasan