Manusia dan “Faktor X”

MANUSIA DAN “Faktor X”

X Factor atau biasa disebut Faktor X yang dimiliki seseorang, adalah “value” yang membuatnya bernilai lebih. Sebagian besar orang yang sukses karena memiliki faktor x, yang membuatnya berbeda dengan yang lain.

Jenis pemikiran baru sangat penting jika umat manusia ingin bertahan hidup dan bergerak ke tingkat yang lebih tinggi. ~ Albert Einstein

Saya sependapat dengan apa yang dikatakan Albert Einstein diatas, pemikiran baru yang dimaksudkan tentunya perubahan pola pikir (mindset), yang akan memberikan nilai lebih pada diri seseorang, sehingga dia berbeda dengan orang kebanyakan.

Beberapa hari ini saya sering nonton X Factor, dari situlah saya melihat dan bisa membedakan, mana penyanyi yang memiliki faktor x dan mana yang tidak. X factor jelas beda dengan Indonesian Idol dalam pola penyaringannya dari setiap audisi.

X factor lebih melihat sisi keistimewaan dan keunikan yang khas dari setiap peserta, sementara Indonesian Idol lebih kepada kualitas vocal dan teknik bernyanyi, serta performance diatas panggung.

Dalam persaingan global, setiap orang yang ingin menjadi orang yang terpilih, tentunya harus memiliki keistimewaan dibandingkan orang yang lain. Jeli melihat kebutuhan dan peluang, juga terampil dalam keahlian yang dimiliki.

Hampir rerata peserta X Factor yang mendapatkan 5 Yes dari dewan juri, karena sudah memahami apa yang dibutuhkan, sehingga saat mengikuti audisi sudah mempersiapkan diri dan memaksimalkan keistimewaan yang dimiliki.

Cara ini kalau dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, maka setiap orang yang memiliki faktor x (keistimewaan) akan lebih mudah menghadapi persaingan. Dalam bisnis pun harus demikian, bisnis yang digeluti harus memiliki faktor x yang dibutuhkan konsumen.

Seseorang yang memiliki skill yang mumpuni dalam bidang apa pun, akan mudah mendapatkan kesempatan dalam sebuah persaingan. Faktor disukai dan mudah beradaptasi pun mempunyai peranan penting untuk bisa diterima banyak orang.

Saya menuliskan ini karena saya sudah mengalaminya dan membuktikan apa yang saya tuliskan. Saya bisa bertahan sampai saat ini menggeluti profesi sebagai praktisi seni, karena saya selalu melakukan antisipasi dan inovasi secara kreatif. Sebagai upaya menambah nilai lebih agar tetap dibutuhkan.

Sebagai manusia, ikhtiar menambah nilai lebih adalah sebuah keharusan untuk menghadapi persaingan. Tanpa ada “greget” tersebut, maka kita hanya menjadi manusia yang biasa-biasa saja dan tidak diperhitungkan dalam persaingan.

Aji Najiullah Thaib

Tinggalkan Balasan