Refleksi Hari Pahlawan: Antara Revolusi Mental, Revolusi Akhlak dan Revolusi Spiritual

Terbaru34 Dilihat

SELAMAT HARI PAHLAWAN (10 NOVEMBER 2020)

Pahlawan sejatinya adalah manusia biasa seperti kita namun ia, bergelar pahlawan baik dengan adanya simbol tanda jasa atau tidak pakai simbol tanda jasa. Memiliki gelar dari negara atau tidak. Pahlawan pada intinya ada yang mengakuinya bahwa ia pahlawan, baik yang mengakuinya itu yang ada bumi (makhluk) atau yang ada di langit (kholiq).

Pahlawan adalah orang yang berjasa
Pahlawan adalah orang yang berilmu dan dengan keilmuannya dia bekerja
Pahlawan adalah orang yang beriman dan dengan keimanannya ia beragama
Pahlawan adalah orang yang berkarya dan dengan karyanya ia bermanfaat

Sebagaimana sabda nabi kita Muhammad SAW

خير الناس انفعهم للناس

“Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat untuk orang lain disekitarnya atau manusia secara keseluruhannya”

Kembali kepada tema di atas antara Revolusi Mental, Revolusi Akhlak dan Kontitusi Moral. Saya hanya ingin mengingatkan saja bahwa ketiga narasi itu ada titik temunya yaitu ketiganya bertemu pada masalah prilaku atau sikap sosial (dalam istilah pendidikan nasional kita terutama kurikulum yang berlaku saat ini yaitu Kurikulum Nasional 2013).

Dalam kurikulum yang terbaru dan masih berlaku sampai saat ini pembelajaran berpusat pada siswa yang mana pendidikan karakter adalah inti dari pendidikan. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional kita yaitu sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 Pasal 31 tentang pendidikan:

Ayat (1) Setiap warga berhak mendapat pendidikan

Ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya

Ayat (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang; dan

Ayat (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Serta, pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Sebagaimana amanat UUD 1945 yang sudah hasil amandemen tersebut bahwa telah disahkan UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pada tahun 2003:

Melalui UU No. 20 Tahun 2003 tersebut Bab 2 tentang Dasar, Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional yaitu:

Pasal 2 Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 3 Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung-jawab.

Jadi narasinya kalau kita ingin jujur maka harus mengikuti kontitusi kita yaitu adalah dikembalikan kepada konstitusi kita, sebagaimana telah dikutif di atas.

Memang kita akui bahwa “revolusi mental” muncul pada saat Bapak Presiden Jokowi jelang Pemilu 2014 (lewat teamnya yaitu pak Yudi Latief). Lalu ada istilah lain dari ketua PBNU yaitu “revolusi spiritual” sebagaimana tulisan beliau di Republika. Sedangkan istilah ‘revolusi akhlak” adalah istilah yang di perkenalkan oleh Imam Besar Front Pembela Islam yaitu seorang ulama dan habib yang pada hari ini (10 November 2020) sedang disambut kedatangannya ke tanah air setelah tiga tahun lebih bermukim di luar negeri (Arab Saudi).

Sebenarnya penulis saat itu (2014) berharap ada yang menggunakan narasi lainnya yang mana ada istilah “konstitusi moral”. Istilah tersebut yang lebih sejalan dengan konstitusi kita karena menggunakan kata “moral”. Perhatikan saja istilah-istilah atau diksi yang digunakan dalam kontitusi di atas, ada kata “moral”, ada kata “akhlak” tidak ada kata “mental”, meskipun bukan berarti kata “mental” itu tidak baik atau negatif. Antara moral, akhlak dan mental ketiganya ada titik temu tadi yaitu dalam kurikulum 2013 disebut dengan sikap sosial.

Berbeda dengan istilah “revolusi mental dan revolusi akhlak atau revolusi spiritual” yang dikemukakan oleh tokoh nasional, sedangkan istilah “konstitusi moral” dikemukakan bukan oleh tokoh sembarangan, bukan tokoh nasional tapi seorang ulama besar yang bergelar “sang hujjatul Islam” yaitu Imam Al-Ghozali.

Penulis kutif dari sebuah buku berjudul “Alam Pemikiran Al-Ghozali” karya Thaha Abdul Baqi Surur (Pustaka Mantiq), Terjemahan dari judul asli yaitu Al-Ghozali (Daar Al-Maarif Mesir), Cetakan ketiga tahun 1993.

Dalam halaman 87 dengan judul KONSTITUSI MORAL AL-GHOZALI, dijelaskan:

“Al-Ghozali menjadikan moral sebagai misinya dan yang tertinggi, mengaitkan moral dengan agama dalam korelasi yang tak terputuskan. Bahkan Al-Ghozali menjadikan moral sebagai jiwa dan tujuan agama. Mengaitkan segala prinsip dan cabang ibadah dengan berbagai corak moralitas yang mencintakannya ke dalam jiwa, menyemerbakkannya ke dalam kalbu dan memenuhi perasaan dengan rasa khusyu’, iman dan keagungan”.

Hal ini sejalan dengan tujuan diutusnya nabi kita Muhammad SAW yaitu sebagai Rahmatan Lil’alamin, yaitu sebagai rahmat bagi semesta alam (Al-Qur’an) dan Liutammima Makarimal Akhlak, yaitu menyempurnakan akhlak manusia dari biasa menjadi yang mulia (Hadits).

Bekasi, 10 November 2020

Wallahu a’lam.

Tinggalkan Balasan