Menulis Pantang Menyerah (Sumber gambar: https://parokimbk.or.id )

Oleh: Dionisius Agus Puguh Santosa, SE, MM

Sebuah kalimat sederhana terpantik di memori ingatan saya pagi ini. Kalimat sederhana itu berbunyi demikian, “Menulislah dan Jangan Mudah Kecewa. Jika Kecewa, Ungkapkanlah dalam Nasihat yang Menghibur!”. Ungkapan tersebut jika direnungkan secara mendalam akan memberikan makna yang begitu luas kepada Anda dan saya. Benarkah demikian?

Tentu sudah menjadi rahasia umum bahwasannya segala aktivitas yang kita lakukan akan selalu diikuti rasa “puas” sekaligus kerap dilekati perasaan “kecewa” di dalamnya. Beruntung sekali bila persentase rasa puas itu lebih besar jika dibandingkan rasa kecewa yang singgah di dada. Namun jika yang terjadi sebaliknya, tentu akan menciptakan pertanyaan berikutnya.

Barangkali bunyi pertanyaannya seperti ini, “Mengapa hal itu justru membuat saya kecewa?” atau “Andai saya tahu hal tersebut akan mendatangkan kekecewaan dalam hidup saya, ada baiknya sejak awal saya tidak melakukannya!”

Dalam dunia menulis, sebenarnya kita tidak perlu mengalami rasa kecewa, apalagi kecewa yang berlebihan dan tak beralasan. Barangkali 5 hal di bawah perlu mendapatkan perhatian Anda :

1. Menulis dan Berharap Tidak Kecewa

Ungkapan dalam kalimat pendek di atas sepertinya mudah dijalankan, namun tidak mudah kita jalani secara konsisten. Mengapa? Karena takut “kecewa” adalah salah satu penghalangnya! Harapan agar tidak mengalami kekecewaan usai menyelesaikan sebuah tulisan atau artikel, tentu pernah terbersit di hati setiap penulis di muka bumi ini.

Namun kenyataan tak selalu indah seperti apa yang kita harapkan. Apalagi jika kita sudah merasa menulis dengan sangat baik dan penuh bersemangat; namun mendapatkan sambutan tak seperti ekspektasi kita sebelumnya. Apakah kita memang harus kecewa?

Jika kita tetap memelihara rasa kecewa tersebut, bisa dipastikan bahwa “mood boster” yang bisa mendukung aktivitas menulis kita serta merta akan hilang begitu saja. Hilang tanpa jejak dan seakan sulit untuk menemukannya lagi. Bahkan ada penulis-penulis yang memerlukan waktu cukup panjang untuk meyakinkan dirinya lagi bahwa perjuangannya dalam dunia menulis harus tetap berlanjut. Bila ada orang-orang yang sanggup memotivasi dan mendukungnya secara berkelanjutan; barangkali proses untuk “bangkit kembali” tidak perlu memakan waktu yang lama.

2. Tetap Menulis Meskipun Sering Kecewa

Tetap menulis meskipun sering kecewa, mungkinkah? Tidak mudah mengatasi rasa kecewa yang seolah datang bertubi-tubi dan beruntun. Ibarat pepatah lama yang berbunyi: “Sudah jatuh ditimpa tangga!”

Bagi mereka-mereka yang mampu menyeberangi masa-masa sulit ini dengan tetap menjalani aktivitas menulis setiap hari tak kenal henti; lama kelamaan di dalam dirinya akan terbangun mental juara. Mental juara inilah yang akan tetap menguatkan kita untuk tetap menulis apapun yang terjadi.

Selama kita mengikuti rambu-rambu yang ada dan aturan universal yang berlaku dalam dunia menulis, maka kita tidak perlu khawatir terlampau besar. Jika pun jumlah pembaca tulisan-tulisan kita belum sebanyak yang kita impikan, tak perlu patah semangat.

Peganglah sebuah keyakinan bahwa untuk menghasilkan tulisan-tulisan yang berbobot dan isinya mantap, kita tidak bisa mempergunakan analogi tokoh Bandung Bondowoso yang berusaha membangun candi yang jumlahnya seribu itu hanya dalam waktu semalam saja!

3. Memaknai Kecewa Sebagai Pelecut Semangat

Apabila sebagai penulis kita bisa mengubah rasa kecewa di hati sebagai “pelecut semangat”, maka kita akan lebih banyak merasakan dampak positif daripada dampak negatif dari aktivitas menulis yang kita jalani setiap hari.

Jika di setiap tulisan yang kita buat selalu mendapatkan kritikan pedas dari para pembaca, anggaplah kritikan itu sebagai “bumbu penyedap” yang akan membuat tulisan-tulisan kita berikutnya menjadi semakin nikmat untuk dicicipi.

Semua penulis yang saat ini sudah mempunyai nama di kalangan pembacanya; tentu harus mengalami perjalanan panjang yang penuh tantangan. Memaknai kecewa sebagai pelecut semangat bisa menjadi salah satu rumus yang dapat kita terapkan setiap saat.

Jangan pernah menumpuk-numpuk rasa kecewa yang pernah kita alami di sepanjang karir kita sebagai seorang penulis. Tetapi kikislah dan berusahalah untuk menghilangkan sama sekali serpihan-serpihan rasa kecewa itu, akan langkah-langkah kita menuju kesuksesan sebagai penulis semakin dekat dan nyata di depan mata!

4. Lebih Baik Pernah Kecewa Daripada Tidak Pernah Menulis

Saat pertama kali kita memutuskan diri untuk terjun dalam dunia kepenulisan, tentu sebenarnya kita sudah sadar-sesadarnya bahwa rasa kecewa pasti akan pernah kita alami di suatu ketika. Bila pengalaman itu terjadi di masa-masa awal saat memulai perjalanan kita sebagai penulis, maka di sini seringkali rasa putus asa yang mendera kita kemudian menjadikan kita segera mengambil keputusan untuk keluar dari dunia menulis.

Agar hal-hal demikian jangan sampai terjadi dan kita alami, maka kita memerlukan rekan-rekan seperjalanan yang nantinya bisa menopang kita sekaligus mendukung kita di sepanjang karir sebagai penulis telah kita pilih sebelumnya.

Menemukan atau mendapatkan rekan seperjalanan seperti ini tentu tidak mudah juga. Namun terkadang kita menemukannya begitu saja dalam perjalanan yang kita lalui.

Dan jika sebagai seorang penulis kita pernah mengalami rasa kecewa, sudah dapat dipastikan bahwa kecewa itu hadir karena kita pernah menulis. Sehingga barangkali akan ada yang berujar dengan santai seperti ini, “Jika tidak siap kecewa, ya sebaiknya tidak usah menulis. Titik!”

Bila di masa lalu maupun di saat ini kita tengah memendam harapan untuk menjadi seorang penulis ulung dan terkenal; maka jejak-jejak para penulis tersohor Indonesia dapat kita ikuti. Bayangkan saja jika Kakek Pramoedya Ananta Toer pada masa itu kecewa lalu tidak melanjutkan hobi menulisnya selama menjalani masa tahanan di Pulau Buru; tentu karya-karya besar seperti tetralogi “Bumi Manusia” dan karya lainnya tidak akan pernah lahir!

5. Jika Kecewa, Ungkapkan dalam Nasihat yang Menghibur!

Nah, judul kecil di bagian terakhir tulisan ini menjadi sesuatu yang tidak mudah untuk kita lakukan. Sebab banyak terjadi, rasa kecewa yang dialami oleh seorang penulis terkadang dilampiaskan dalam kisah atau tuturan yang justru bisa “mematahkan semangat” para calon penulis lainnya.

Maka akan sangat bijak bilama sebagai seorang penulis kita belajar untuk mengungkapkan rasa kecewa tersebut dalam beragam nasihat yang menghibur. Tentu untuk mewujudkannya, kita harus mau banyak belajar sekaligus bertekun dalam perjuangan yang sedang kita jalankan.

Menjadi seorang penulis sejati tidak mengenal kata “instan”; karena semua keberhasilan yang diraih hanya bisa didapatkan dengan perjuangan yang tak mengenal kata henti dan menyerah.

“Orang sukses adalah orang yang menggunakan waktu dengan optimal. Dan ia melakukan sesuatu yang tidak diminati oleh orang gagal. Orang malang yaitu orang yang hari-harinya diisi dengan kekecewaan.” (K.H. Abdullah Gymnastiar)

 

Banjarmasin, 8 Februari 2021

Tinggalkan Balasan