AHAD –20/03/2022—ini saya menulis seuntai puisi. Puisi ini lahir spontan tepat saat bumi menderu disiram hujan. Tidak sempat berpikir lama karena ide dan rasa yang tiba-tiba ada saat subuh ditunggu tiba. Hujan yang begitu lebat menggetarkan rasa untuk mengungkapnya melalui kata-kata. Lahirlah untaian kata ini.
Jika terasa biasa-biasa saja atau kurang berkenan di rasa pembaca, itulah gubahan kata yang terkadang dapat mengusik rasa atau juga tidak didapatkan apa-apa. Segalanya selalu berpusat pada rasa setiap kita. Selamat membaca.
TETIBA HUJAN TIBA BASUHLAH MUKA
tetiba hujan tiba pada subuh yang masih gelap gulita
masih sepertiga jam masa
menunggu subuh tiba
para jamaah tetangga rumah-Nya bersiap-siap jua
untuk bersama seperti subuh sebelum-sebelumnya
tetiba hujan tiba bukan menghalang jalan hamba-Nya
biar turunnya bagai ditumpah bah samudera
Dia menurunkan nikmat-Nya
menyiram bumi yang dirahmatkan untuk umat-Nya
menyubur tanaman yang dianugerah untuk insan
tetiba hujan tiba menutup pagar seolah
menutup pintu seolah
menarik selimut hangat seolah
melingkuk kasur seolah
bukan begitu saudara
bukan Tuhan menyuruh melawan-Nya
bukan tegah dibuat
bukan suruh dilaknat
tetiba hujan tiba di subuh yang masih gelap gulita
umat diamanat terus taat
umat diamanat jauhi laknat
umat diamanat melawan munkarat
ya Tuhan peluklah kami dalam bimbingan istiqomah suruh-Mu
kami akan basuh muka kami
Tbk, 20032022
Begitulah sedikit ungkapan rasa di pagi subuh menjelang datangnya waktu solat tiba. Salam untuk semua.***