Perjalanan Cinta Seorang Guru (2)

Edukasi, Humaniora, KMAB, YPTD91 Dilihat

Kedatangan awal ini memang tidak langsung ingin mengajar. Tidak juga ingin masuk kelas di akhir tahun seperti itu. Karena baru menerima SK pengangkatan itu dia ingin segera melapor. Itu saja. Waktu mendapatkan keputusan sebagai CPNS, itu Jamel masih berstatus guru honorer di SMP/ SMA Nurul Falah Pekanbaru. Dia memang harus minta izin kepada Kepala Sekolah di Nurul Falah untuk melaporkan SK tugasnya ke SMA Negeri Tanjungbatu. Nun jauh di Pulau Kundur sana. Dia sudah berjanji akan kembali lagi untuk menyelesaikan tugas-tugas di Nurul Falah setelah menyampaikan surat keputusan ke Kepala Sekolah di Tanjungbatu.

“Saya sudah merencanakan, hanya melaporkan SK saja, lalu kembali ke Pekanbaru untuk menylesaikan tugas-tugas di sekolah hingga perpisahan. Baru akan kembali ke Tanjungbatu untuk mengajar sebagaimana mestinya.” Kalimat itu berulang-ulang diucapkannya di dalam hatinya untuk meyakinkan neneknya yang tidak mengizinkannya berangkat.

Jamel menjadi guru PNS, diangkat bersamaan tiga orang temannya. Mereka, Ali Anwar dan Maharni temannya yang dua orang lagi, datang sebagai guru di awal berdirinya SMA Negeri Tanjungbatu, waktu itu. Mereka bertiga datang dari seberang (pulau) Kundur tempat dibangunnya sekolah negeri baru saat itu. Jamel dan Pak Ali dari Pekanbaru, Riau sementara Pak Maharni dari Sumatera Barat sana. Jadilah mereka sahabat ‘tiga serangkai’ di awal berdirinya sekolah negeri tempat ditugaskannya kami mengabdi.

“Sepertinya kita guru PNS pertama selain Pak Kasek, nih,” kata Ali Anwar suatu sore ketika mereka berkumpul di rumah Maharni.

“Iya, kitalah orang pertama. Tapi kawan-kawan honorer juga sudah ada,” timpal Jamal.

Mereka bertiga menjadi lebih akrab, selain karena sama-sama merasa di rantau yang jauh dari keluarga, juga karena mereka mengingat baru mereka bertiga yang bergelar doktorandus (drs) alias berijazah S1/ A4 sementara rekan-rekan guru lainnya baru berijazah D3/ A3. Bahkan Kepala Sekolah mereka hanya bergelar BA alias sarjana muda. Rupanya status sarjana cukup membuat bangga tersendiri, bagi mereka waktu itu.

Dalam kesibukan sebagai guru Jamel diajak oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Kundur, Ambok Salima untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan dan kemasyarakatan. Jika ada kesempatan menjadi khatib atau berdakwah, Ambok Salima yang sudah dianggapnya sebagai orang tuanya di Tanjungbatu akan mengajak Jamel dan beberapa teman lainnya di SMA Negeri Tanjungbatu. Jika ada aktivitas keagamaan seumpama MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) Tingkat Kecamatan dia juga mengajak Jamel. Ini kesempatan penting bagi Jamel.

Bahkan Pak Ambok, begitu orang menyapa lelaki tua yang berjenggot lebat itu juga memberi kesempatan mereka untuk ikut berdakwa ke beberapa pulau di luar Pulau Kundur. Itulah awal mula dan pembuka jalan pertama Jamel terjun di kegiatan sosial di luar kesibukan tugas sekolah. Dan sejak itu pula tekad dan konsep ‘dalam kekurangan aku melakukan’ menajdi moto hidup Jamel. Apapun kegiatan, terus dia buktikan.

“Saya sadar, pasti banyak kelemahan dan kekurangan tapi tekad saya telah membuat keyakinan bertambah kuat,” kata Jamel kepada teman-temannya yang bertanya mengapa dia mau diajak Pak KUA berkegiatan di luar pekerjaan sebagai guru SMA. Pekerjaan sekolah sebagai guru, ‘kan banyak dan berat? Nanti akan terganggu pekerjaan sekolah. Tapi Jamel tidak menajdikan omongan teman-temannya itu sebagai alangan. (bersambung)

Tinggalkan Balasan