JANGAN GAMPANG TERPUKAU DENGAN BUNGKUSNYA
Oleh: Nanang M. Safa
Tulisan ini terinspirasi dengan curhatan seorang teman. Dengan wajah muram dia bercerita tentang peristiwa yang benar-benar telah membuatnya tersungkur. Ibarat seorang petinju dia benar-benar mendapatkan pukulan telak sehingga sulit baginya untuk bisa bangkit lagi.
“Tidak pernah saya duga sama sekali jika akhirnya akan jadi begini”. Begitu teman saya tersebut mengawali ceritanya.
Semua berawal dari kehadiran seorang lelaki yang memang masih kerabat dari istrinya. Maka wajarlah jika kehadiran laki-laki tersebut dia sambut dengan tangan terbuka dan penuh rasa kekeluargaan.
Dari hari ke hari semuanya berjalan wajar. Hingga sekian waktu berlalu mulailah muncul gelagat tidak beres yang dia rasakan. Namun buru-buru ditepisnya sakwasangka tak beralasan tersebut. Rasa-rasanya tidak ada sedikitpun alasan yang membenarkan rasa curiganya. Selain memang masih kerabat dekat istrinya, laki-laki itu juga cukup agamis. Kegiatan kesehariannya juga tak jauh dari kemasan berbau ibadah. Namun entahlah, semakin dia menepis rasa curiganya, justru semakin kuat pula rasa tidak nyaman menghantuinya. Hingga akhirnya dia terserang insomnia (gangguan sulit tidur) akibat rasa curiga yang mengendap dalam benaknya tersebut.
Hingga suatu hari ….
Iseng-iseng dia mengaktifkan WhatsApp Web di laptopnya. Ketika dia membuka pesan pada WhatsApp Web tersebut di kantornya, ternyata muncul satu kalimat pendek yang tidak biasa bagi seorang yang sudah berumah tangga. Apa maksud kalimat yang dia kirim ke WA istrinya tersebut? Ketika itulah kecurigaanya memuncak. Tak dapat lagi dia berpura-pura bersikap wajar. Sudah cukup menjadi bukti sebaris kalimat tersebut. Kedatangan laki-laki tersebut ke rumahnya ketika dia sedang kerja juga bisa menjadi bukti tambahan yang memperkuat kecurigaannya. Konon sudah seringkali laki-laki itu datang ke rumahnya ketika dia sedang tidak di rumah. Tentu dengan berbagai alasan. Dan sungguh di luar dugaannya, ternyata laki-laki tersebut memang menyimpan maksud buruk kepada istrinya. Namun yang sangat disayangkan juga, mengapa istrinya juga tidak berterus terang kepadanya sejak awal tentang sikap laki-laki tersebu, dan justru malah disembunyikannya kebusukan laki-laki tersebut. Dengan alasan apapun mestinya istrinya memberitahunya sejak awal agar bisa segera diselesaikan, bukan malah dibiarkan berlarut seakan memberikan kesempatan hingga laki-laki itu semakin berani berbuat semau-maunya. Ataukah …?
“Na’udzubillah min dzalik …. Na’udzubillah min munafiq” Begitu ucap teman saya berkali-kali.
Inilah yang menggerakkan saya untuk menulis postingan ini.
Kebanyakan manusia seringkali terlalu cepat mengambil kesimpulan tentang karakter seseorang. Seseorang seringkali dilabeli sebagai orang baik atau orang jahat hanya dari sisi penampilan luarnya saja. Cara ini mungkin merupakan cara praktis dan paling mudah dilakukan. Falsafah Jawa mengatakan, “Ajining raga dumunung ing busana.” –harga diri seseorang tergantung pada pakaian yang dikenakan-. Falsafah ini mungkin dimaksudkan agar kita juga selalu memperhatikan penampilan luar kita agar orang lain tidak memperlakukan kita semau-maunya.
Memang secara umum orang akan dianggap berwibawa dan terhormat ketika penampilan luarnya meyakinkan. Makanya seringkali penyamaran para artis YouTube dengan pendapatan ratusan juta rupiah yang sedang membuat content untuk chanel YouTubenya dengan melakukan penyamaran menjadi seorang gembel akan menangguk sukses besar, sebab jarang sekali penyamarannya terbongkar. Namun tidak lantas pula penampilan luar selalu selaras dengan kenyataan atau karakter asli manusianya. Maka jangan gampang tertipu oleh penampilan luar. Hati-hati dan waspada! Banyak musang berbulu domba. Banyak sekali orang-orang munafiq bertebaran di sekitar Anda, dan keberadaan mereka sangat sulit dideteksi. Terlena sedikit saja, Anda akan ditikam dari belakang.
Rasulullah Muhammad SAW telah memberikan sinyal tentang keberadaan orang-orang munafik dengan mengenali ciri-cirinya. Ada 3 penanda sebagai indikasi seseorang disebut munafik.
Tanda pertama: Orang yang seringkali bohong atau berdusta ketika berkata. Jika hanya sekali dua kali bohong, mungkin Anda masih bisa menoleransi. Apalagi jika kebohongannya menurut Anda masih “masuk akal”. Namun jika kebohongan yang dilakukan sudah berstatus “sering” maka ini sudah menjadi sinyal agar Anda lebih berhati-hati bergaul dengannya.
Tanda kedua: Orang yang suka berjanji namun juga suka mengingkarinya. Tidak menepati janji bagi orang munafik merupakan hal yang biasa. Bagi mereka, janji itu tak lebih sekedar selingan bicara saja atau sekedar pemanis pembicaraan. Padahal bukankah “janji sama dengan hutang?”. Maka fase kedua seseorang terindikasi mengidap penyakit munafik adalah seringkali mengingkari janji.
Tanda ketiga: Orang yang suka melakukan penghianatan. Ini merupakan level tertinggi sebagai penanda orang munafik. Ada orang berpenampilan culun dan innocent di depan Anda sehingga Anda terpukau dengan penampilannya tersebut. Lantas Anda memberinya kepercayaan lebih. Dan setelah kepercayaan itu dia dapatkan, ternyata dia menyalahgunakan kepercayaan yang Anda berikan tersebut. Akibatnya tentu fatal, bisa-bisa Anda kehilangan segalanya. Na’udzubillah min dzalik. Maka sekali lagi, janganlah Anda terlalu gampang terpukau dengan bungkusnya, namun cobalah kenali dulu isinya. Baru setelah itu Anda membuat kesimpulan.
#kmab#16