Selamat pagi sobat,
Di pagi hari yang cerah ini saya mengangkat topik di rubrik NGETEH MORNING tentang makna pitutur Jawa yakni Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti.
Di masyarakat daerah Jawa mempunyai budaya atau tradisi berupa lisan atau pitutur. Kata pitutur berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti pelajaran, nasihat, atau peringatan. Pitutur biasanya disampaikan melalui berbagai cara antara lain dengan peribahasa, tembang macapat atau dongeng.
Salah satu pitutur yang cukup dikenal di masyarakat adalah yang berikut ini :
“Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti”.
Pitutur tersebut mengandung arti bahwa segala sifat keras hati, sombong, pongah atau angkara murka hanya bisa dikalahkan dengan sikap yang bijaksana, sabar dan lembut hati.
Saya jadi teringat saat menyaksikan siaran TV secara langsung saat berlangsungnya Penutupan Sidang Umum MPR RI di tahun 1983, Ketua MPR RI pada saat itu yaitu Jenderal TNI H. Amir Machmud menyampaikan pitutur Jawa seperti tersebut di atas dengan logat sunda yang kental.
Pitutur Jawa tersebut mengingatkan bahwa sesungguhnya sifat sifat keras hati, pongah, sombong atau angakara murka yang tertanam dalam diri manusia dapat dihilangkan dengan sifat sifat baik seperti lemah lembut tapi tegas, kasih sayang tapi tidak pilih kasih, bijaksana dalam hal memustuskan sesuatu, sabar dalam menfhsfapi madalah dan berbuat kebaikan.
Setiap kata dalam pitutur Jawa tersebut di atas memiliki makna tersendiri seperti diulas berikut ini :
Suro berarti keberanian. Dalam setiap diri manusia mempunyai sifat berani yang dapat bermakna positif maupun negatif. Sifat berani dapat menjadi sifat negatif ketika manusia tidak mampu mengendalikannnya, manusia akan terpengaruh dengan keberanian yang dimilikinya untuk melakukan kejahatan, kesewenang-wenangan, dan angkara murka.
Kemudian Diro berarti kekuatan. Manusia diberikan anugrah oleh Yang Maha Kuasa dengan kekuatan, baik kekuatan lahir maupun kekuatan batin. Manusia harus mampu memanfaatkan dengan baik kekuatan yang ada pada dirinya, agar kelebihan yang telah dianugerahkan padanya ini menjadi tidak sia-sia dan jangan sampai justru melahirkan sifat angkara murka dan jahat.
Selanjutnya Joyo berarti kejayaan. Kejayaan adalah hasil dari keberanian dan kekuatan. Ketika manusia sudah memiliki kejayaan, namun tidak diimbangi dengan sifat baik dalam dirinya maka manusia akan menjadi sombong, congkak, pongah, angkuh dan jauh dari nilai-nilai moral dan agama.
Sedangkan Ningrat berarti terpandang. Manusia yang terpandang sudah pasti bergelimang kenikmatan duniawi yang serba cukup atau bahkan berlebih. Baik berupa harta maupun jabatan atau gelar kebangsawanan.
Lebur berarti hancur, sirna, tunduk atau menyerah dan kalah.
Sedangkan dening merupakan kata sambung yang berarti dengan.
Dan Pangastuti berarti kasih sayang, kebaikan, kesabaran dan kelembutan hati.
Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti merupakan filosofi masyarakat Jawa untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Masyarakat Jawa percaya dan meyakini bahwa segala sifat keras hati, picik, pongah, sombong, angkara murka dan jahat, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijaksana, lembut hati dan kesabaran.
Sesuai dengan karakter orang Jawa yang mempunyai hati lembut dan sabar. Ketika menghadapi orang yang tamak dan keras hati, sebisa mungkin untuk selalu mengalah. Bukan berarti ia tidak tahu apa-apa tetapi karena orang Jawa biasanya menghindari perdebatan yang menyebabkan kerenggangan hubungan.
Sampai saat ini sebagian masyarakat Jawa masih menjadikan pitutur sebagai pedoman dalam kehidupannya.
Karena pitutur diyakini memiliki nilai moral keagamaan yang menjadi pegangan untuk membentuk perilaku sebagai manusia yang bijaksana.
Sumber : blog.iain-tulungagung.ac.id
Saya tutup tulisan ini dengan sebuah pantun :
Naik Pedati Ke Kota Gombong
Sepanjang Jalan Bau Melati
Sifat Pongah Dan Sombong
Akan Lebur Dengan Kelembutan Hati
Sobat, saatnya saya undur diri dan mari kita nikmati secangkir teh hangat di pagi hari yang dingin ini ..
Selamat beraktivitas ..
Salam sehat ..
NH
Depok, 6 April 2021