Ketika Lemari Tak Muat Lagi Menyimpan Buku Cetak

Selamat pagi sobat,

Di pagi hari yang cerah ini saya mengangkat topik di rubrik NGETEH MORNING tentang Ketika Lemari Tak Muat Lagi Menyimpan Buku Cetak.

Buku cetak paling ideal disimpan dalam lemari buku, bisa yang tertutup dengan kaca atau yang tidak tertutup dengan kaca. Dengan disimpan di lemari maka buku akan tersusun secara berderet vertikal dan kita bisa membaca judul buku dan pengarangnya dari punggung bukunya.

Sudah lama lemari buku yang tertutup kaca di rumah sudah full alias ruangnya sudah penuh dengan buku. Saya tak pernah menghitung sudah berapa banyak buku yang tersimpan di lemari dengan panjang sekitar empat meter dan tinggi sekitar dua meter lebih.

Lemari buku tersebut berada di ruang keluarga sedangkan di ruang kerja saya ada lemari buku tertutup berukuran sedang. Di dalamnya tersimpan buku buku sebagai referensi untuk memberikan kuliah, seperti buku yang berkaitan dengan materi kuliah Riset Operasional sebanyak 14 buku.

Sementara di atas bufet di ruang kerja, berderet buku sekitar 30 buku yang kebanyakan buku buku yang saya beli setelah tahun 2000-an yang isinya tentang politik dan biografi tokoh tokoh nasional. Yang terbaru adalah buku karya kang Yudhi Latif yaitu Wawasan Pancasila.

Semenjak saya menerbitkan buku mulai tanggal 22 Agustus 2021 hingga sekarang ini, meja kecil di ruang keluarga, di sebelah laptop bertumpuk buku buku yang saya terbitkan dan sebagian besar merupakan master buku dengan cetakan hardcover sebanyak sekitar 30 buku. Dua buku terakhir yang baru bergabung di tumpukan buku tersebut adalah buku Antologi Satu YPTD dan Nurwendo Bicara Politik.

Maksud hati mau beli lemari baru untuk menyimpan buku buku yang berada di atas bufet dan di sebelah laptop namun apa daya saya terkendala tak ada ruang lagi untuk menaruh lemari tersebut, maklumlah rumah saya kalau kata orang Jawa, sakuprit alias kecil sekali.

Seperti halnya merawat batu akik koleksi saya, buku buku yang ditaruh di luar lemari kerap saya bersihkan dari debu yang mengotorinya.

Tadinya saya mau mengikuti saran istri, buku yang saya terbitkan lebih baik disimpan saja di flash disk, laptop atau google drive dalam bentuk E-Book. Namun rasanya tidak afdol juga bila tidak melihat buku buku yang saya terbitkan sebagai buku cetak dengan edisi hardcover tentunya. Ada kepuasan tersendiri bagi diri saya.

Tapi kembali lagi, nantinya bakal disimpan di mana bila ruang penyimpanan buku yang saya terbitkan sudah tidak ada lagi.

Dilema juga ..

Untuk sementara waktu, kondisi seperti sekarang ini yang paling baik, menumpuk buku yang saya terbitkan di meja kecil sebelah laptop. Di saat saya bekerja dengan menggunakan laptop maka saya bisa memandangi buku buku yang sudah saya terbitkan sehingga motivasi untuk terus menulis dan menerbitkan buku terus terjaga ..

Insya Allah ..

Saya tutup tulisan ini dengan sebuah pantun :

Lapangan Terbang Di Medan Namanya Polonia

Baru Mendarat Pesawat Supersonik

Buku Adalah Jendela Dunia

Rawat Dan Simpanlah Dengan Baik

Sobat, saatnya saya undur diri dan mari kita nikmati secangkir teh hangat di pagi hari ini ..

Selamat beraktivitas ..

Salam sehat ..

 

NH
Depok, 29 Oktober 2021

Tinggalkan Balasan