Kanker Nasofaring (Karsinoma Nasofaring/KNF) Membunuh Dengan Perlahan (Part 4)

Drama baru pun dimulai. Beberapa hari sepulang rumah sakit, saya menanyakan suami, “Bagaimana kondisi ayah selepas operasi? “Masih ngilu”, kata suami. Saya kembali berkata
“Wajarlah Masih sakit.” Paling semingguan nyeri juga hilang. Kembali suami berkata,”tapi kepala masih sakit.” “Mungkin masih pengaruh obat bius”, saya menimpali. Meskipun kondisi suami masih nyeri, saya menganggap hal semacam itu wajar saja. Hasil SC persalinan saya juga semingguan baru mulai normal.

Setelah operasi, suami benar-benar mogok makan nasi. Masih saya anggap wajar, yang dioperasi kan gigi, wajarlah belum bisa mengunyah yang keras-keras.Jadi makanan yang dikonsumsi sifat nya lembek dan mudah ditelan dibantu air minum.

Seminggu setelah kontrol dan pencabutan benang, belum ada perubahan terhadap pola makan. Saya pun mengingatkan beliau untuk melatih mengunyah. Dokter berkata,”Latihlah membuka mulut agar tidak kaku nanti nya.” Suami pun kaget,’Masa dokter bilang begitu?” Saya pun berkata, “Iya, masa ayah tidak dengar.” Setelah mendengar kalimat tersebut, beliau berusaha untuk mengunyah, tapi memang tidak bisa karena posisi mulut sebelah kiri tidak singkron.

Suatu pagi, tiba-tiba saya kembali bertanya, ” Gimana yah, ada perubahan?” Beliau langsung menjawab,”Kepala masih sakit.” Dengan nada agak tinggi saya berkata, “Masa tidak ada perubahan sama sekali, operasi sudah dilakukan, jadi Bagaimana?” Sambil memelankan suara, saya kembali bertanya, “Sakit nya sama persis seperti sebelum operasi atau Bagaimana?” “Sakitnya sama persis seperti sebelum operasi”, beliau berkata.
Jadi Bagaimana? Kita ke dokter sekarang? “Saya berkata.” “Tunggu beberapa hari lagi”, suami pun menjawab.

Hari-hari yang melelahkan terus dilalui, banyak tugas yang harus dikerjakan, sementara suami masih terbaring lemah. Tapi saya tidak boleh lemah dan menyerah. Aku harus kuat. Ada satu jagoan dan 2 balita manis yang harus dirawat. Mereka dalam masa pertumbuhan dan sangat membutuhkan perhatian. Apa jadi nya jikalau saya sendiri drop dan down. Siapa yang akan peduli dan mengurus mereka.

Yang menjadi penguat tubuh dan raga ini adalah mereka. Melihat kemanjaan mereka membuat saya sering tersenyum. Mereka makhluk yang lugu tanpa dosa. Kakak oktober nanti berumur 4 tahun, adek dan abang November nanti berumur 3 dan 8 tahun, mereka akan melewati hari-hari tanpa senyuman dan keceriaan dari sang ayah.Tapi
aku harus menghadirkan kegembiraan untuk mereka.
Jangan sampai mereka ikut sedih melihat kondisi sang ayah.

Apakah aku sedih? Pertanyaan yang tak perlu dijawab. Kondisi Ku bukan hanya sedih tapi benar-benar berantakan seperti orang bingung. Terlalu banyak masalah yang harus diselesaikan di kepala ini. Kalau kepala bisa bicara, dia akan berkata,”Lebih baik saya pecah.” Saking banyak masalah yang dihadapi. Aku harus pintar membawa diri, jangan sampai diri ikutan stress. Untung saja kebersihan rumah dan pakaian ada yang beresin, begitu pula dengan anak-anak, ada yang bantu jagain. Tapi tetap saja tidak mengurangi beban di pikiran.

Yang mengurus energi tubuh ini adalah otak. Otak berpikir terlalu jauh. Jangan sampai terjadi apa-apa dengan suami. Jangan-jangan suami…
Stop it.

Just Positif thinking.
Positif thinking…
Jangan terbawa perasaan. Jangan kepikiran terlalu jauh.
Anak masih kecil, jaga dan rawat mereka dengan baik.
Perang batin akhirnya usai, tapi tetap pikiran tidak bisa tenang. Anak-anak kalau sudah ketemu ibu, tidak mau sama siapapun. Semuanya mau ibu. Ibu hanya punya dua tangan. Kadangkala jadi rebutan bikin yang satu nangis. Ada-ada saja ulah mereka.

Ya Allah, jagalah selalu keutuhan rumah tangga ini. Apapun yang terjadi, satukan kami kembali.
Tiada tempat kami mengadu selain pada Mu.

Ya Allah Zat Yang Maha Sempurna, berikanlah kami kesabaran dan keiklasan dalam menjalini ujian dari Mu.
Engkau Maha Tahu segala yang terbaik untuk kami. Semoga kami sabar dan sanggup menjalani ujian dari Mu. Aamiin.

Tinggalkan Balasan