Kisah-Kisah Perjalanan: Hujan Rintik dan Hujan Badai

Wisata0 Dilihat

Manado
Hujan. Hujan terus mengguyur pagi itu di kota Manado. Hari kedua di sini, perjalanan kami lagi-lagi diiringi hujan. “Tetap lanjut ke Bunakennya?” Pasangan mengangguk.

Perjalanan ke Manado sekian waktu lalu diiringi dengan sejumlah drama. Sebelumnya kami ketinggalan pesawat padahal kami sudah menyisihkan waktu empat jam lebih untuk menuju bandara. Akhirnya kami membatalkan penginapan. Pasangan yang tetap ingin ke Manado pun memesan ulang tiket keberangkatan..

Ya, kami berdua berpayungan menuju dermaga. Di sana kami kemudian tawar-menawar dengan jasa perahu yang mengantar kami ke Bunaken.

Di sana ada pasangan suami istri yang hendak memancing. Mereka juga sedang menawar. Kami pun disatukan dalam satu perahu. Ketika tiba di Bunaken, hujan berhenti. Senangnya.

Itu perjalanan dari hujan menuju terang yang menyenangkan. Kami pun pulang membawa kenangan baru, sepasang suami istri itu rekan perjalanan yang menyenangkan.

Bunaken

Hujan juga mengiringi pendakian kami ke Ijen. Pasangan ingin sekali menuju Ijen. Aku yang pernah ke sana saat kemarau tidak begitu antusias melakukan pendakian saat hujan.

Malamnya hujan deras sehingga kami batal melihat api biru. Pagi sekitar pukul enam baru kami berangkat setelah hujan berganti rintik.

Hujan kembali turun begitu derasnya di pos dua. Kami mendaki dengan jaket parasit yang kebasahan. Hujan membuat aku berjalan begitu perlahan-lahan. Ada bagian yang becek dan aku juga was-was terpeleset.

Tapi di puncak tak ada sisa-sisa hujan sama sekali. Begitu terangnya, begitu indahnya.

Hujan badai juga pernah kualami ketika menuju ke Semarang. Kami bermobil berdua. Sejak dari Cikarang turun hujan yang sangat deras. Badai.

Jarak pandang sangatlah terbatas. Kami berkendara dengan super ekstra hati-hati. Beberapa kali di ruas tol kami hanya mengandalkan lampu kendaraan. Jalanan saat itu begitu sepi dan masih belum ada Cipali.

Lalu kami melihat ada sebuah mobil yang berhenti di bahu jalan. Kasihan jika ia mogok pada saat itu karena hujan begitu derasnya.

Setiba di Pemalang, hujan berhenti. Kami yang lapar menyantap sate kambing dan sop kambing. Cuaca yang dingin menyeruput kuah sop kambing yang gurih.

Perjalanan dengan musim hujan tak selamanya buruk.

Memang aku merasa lebih yaman bepergian pada saat musim kemarau daripada ketika musim hujan. Saat musim kemarau paling-paling tantangannya hanya hawa yang gerah dan sinar matahari yang terik. Tidak perlu was-was jalan becek, kehujanan, atau jalanan yang licin dan banjir.

Tapi seringkali musim hujan tak bisa dihindari saat melakukan perjalanan. Asal sudah melakukan persiapan dan lebih waspada, maka musim hujan tak bisa selalu dijadikan penghalang, kecuali jika banjir datang.

Tinggalkan Balasan