Mengejar Bayang-Bayang Sejati

Bayang-bayang biasanya dimiliki oleh sebuah benda yang terkena sinar atau cahaya. Pada umumnya bayang-bayang berwujud hitam, dengan bentuk yang menyerupai benda aslinya.

Dalam konteks Ilmu Pengetahuan Alam, bayang-bayang dapat dihasilkan oleh cermin, lensa atau air. Bayangan itu bisa timbul akibat adanya sifat cahaya yang dapat dipantulkan atau dibiaskan.

Dari pengertian empiris ini dapat dikatakan pula bahwa bayang-bayang sesungguhnya adalah sesuatu yang seakan-akan ada, tetapi sebenarnya tidak ada . Ia bersifat semu dan hanya bisa dilihat, namun tidak bisa digapai.

Dalam konteks sosial, sering kita takut pada sesuatu yang sifatnya semu dan masih merupakan bayang-bayang. Banyak orang yang hidup dalam kejaran bayang-bayang gelap masa lalunya, atau takut dengan bayangan masa depan yang suram dan menakutkan.

Padahal hidup adalah pilihan, yang di dalamnya kita diberi kebebasan memilih. Ketika ada pilihan menjadi orang yang bahagia dengan memiliki impian manis menjadi orang sukses, mengapa kita harus memilih untuk larut dalam kesuraman dan kesedihan serta ketakutan akan bayang-bayang?.

Dahulu ketika kita masih berusia Sekolah Dasar, mungkin banyak di antara kita yang membayangkan bahwa sekolah di SMA sangat sulit dan “menyeramkan”.

Namun, seiring perjalanan waktu, akhirnya masa-masa tersebut kita dapat lalui dengan baik-baik saja, dan tidak sesulit yang dibayangkan. Sesuai dengan sifat dari bayang-bayang yaitu : berwujud hitam, semu, dan seakan-akan ada, maka sebaiknya kita tidak perlu takut berlebihan dengan sesuatu yang masih berupa bayang-bayang dan belum jelas.

Lantas, ketika kita sudah tidak lagi “dihantui” oleh bayang-bayang hitam masa lalu atau sudah tidak takut lagi dengan bayang-bayang suram masa depan, apa yang sebaiknya kita lakukan?

Sebaiknya kita mempunyai sebuah optimisme hidup yang bernama impian. Impian adalah sesuatu yang kita harapkan walaupun sulit untuk diwujudkan. Agar sebuah impian tidak sebatas angan-angan kosong belaka, maka harus ada langkah nyata dalam mewujudkannya. Seorang yang memiliki impian dan keinginan yang ingin dicapai, ia harus “bangun dari mimpinya” dan segera bangkit dari buaian indah mimpi tersebut.

Sebagai contoh, seseorang bermimpi ingin memiliki sebuah mobil mewah. Ia sudah membayangkan sedang bepergian mengendarai mobil tersebut, namun tidak ada langkah-langkah nyata dan terukur untuk mewujudkannya, maka yang ia lakukan adalah sebuah angan-angan kosong dan khayalan belaka. Tak ubahnya ia sedang tertidur dan masih larut dalam bunga-bunga tidurnya.

Memiliki cita-cita dan impian yang tinggi tidaklah dilarang, justru ini adalah sesuatu hal yang sangat dianjurkan demi sebuah kemajuan hidup. Banyak orang yang gagal atau hidupnya begitu-begitu saja tidak banyak perubahan karena sejak awal sudah tidak memiliki keberanian untuk bermimpi. Bagaimana mau berhasil dan sukses dalam hidupnya, kalau bermimpi saja sudah tidak berani.

Impian tidak mengenal waktu dan tidak dibatasi usia. Ia harus terus tumbuh dan berkembang sepanjang hidup seseorang. Bagi Anda yang sudah berpendidikan sarjana, harus dikejar  impian selanjutnya untuk mencapai magister atau bahkan Doktoral. Dalam pekerjaan, jika ada di antara kita yang sudah menjadi karyawan maka harus punya mimpi menjadi manager atau kepala bagian, dan seterusnya.

Tetapi ada satu hal yang harus kita ingat dalam mengejar impian tersebut. Karena pada hakikatnya impian adalah merupakan bayang-bayang. Ketika ia sudah berhasil kita kejar, maka sifat kebahagiaannya adalah sesaat dan sementara. Agar kebahagiaan yang diraih bersifat kekal dan hakiki, maka perlu dilandasi dengan sesuatu yang berasal dari yang abadi.

Landasan dari sebuah impian yang kita kejar adalah niat yang tulus semata-mata karena Illahi, zat yang Maha Abadi. Ketika kita bercita-cita ingin memiliki pendidikan yang tinggi, maka dasarnya adalah karena ibadah dan sebagai salah satu bentuk pengabdian diri kepada Allah SWT. Sehingga dari ilmu yang didapatkan, akan diimplementasikan untuk sebesar-besarnya kebaikan ummat manusia, dan bukan untuk sebuah kesombongan.

Demi kemajuan hidup, kita harus bekerja sungguh-sungguh untuk masa depan kita, seolah-olah kita akan hidup selamanya. Namun, kita juga harus menghindari diri dari menjadikan dunia ini seperti air laut, yang semakin diminum akan semakin menimbulkan dahaga, dan melupakan tujuan akhir dari perjalanan hidup di dunia ini, yaitu menuju perjalanan yang lebih panjang yaitu akhirat.

Semoga kita tidak termasuk manusia yang larut dalam mengejar bayang-bayang semu. Sebaliknya, yang kita kejar adalah bayang-bayang sejati, hidup penuh dengan optimisme dan cita-cita yang tinggi serta fokus pada perjalanan hidup yang sesungguhnya (akhirat) tanpa melupakan nasib kita di dunia.  ***

Tinggalkan Balasan