Pengamen Ondel-Ondel, Meninggikan Budaya Betawi atau Sebaliknya?

Humaniora, Sosbud258 Dilihat
Sumber gambar :budayajawa.id

Sebagian dari kita sudah banyak yang tahu tentang Ondel-Ondel. Ondel-ondel adalah boneka besar yang berasal dari Betawi (Jakarta). Keberadaan Ondel-ondel sudah ada sejak zaman dahulu, bahkan sebelum para penjajah menginjakkan kakinya di Nusantara.

Pada awalnya, Ondel-ondel sering digunakan sebagai penolak bala, tujuannya adalah agar roh-roh halus yang bergentayangan sering mengganggu manusia bisa diusir. Bentuk wajahnya yang menyeramkan dan matanya yang melotot dipercaya mampu untuk mengusir roh-roh jahat, selain itu ia juga berfungsi sebagai pengusir wabah di suatu kampung.

Saat ini Ondel-ondel telah menjadi maskot kota Jakarta, dan kerap tampil di acara-acara resmi Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Dalam penampilannya, Ondel-ondel juga sering diiringi dengan musik gambang kromong yaitu kesenian musik khas Betawi yang dimainkannya secara berkelompok. Boneka Ondel-ondel juga selalu terpajang di depan pintu masuk kantor pemerintahan di Jakarta, mulai dari kelurahan sampai kantor gubernur.

Namun saat ini ada fenomena baru di Jakarta dan sekitarnya. Sering kita temui saat ini, di jalan-jalan pinggiran ibu kota termasuk Depok dan Bekasi adanya sekelompok orang yang mengamen dengan menggunakan properti Ondel-ondel. Apakah keberadaan mereka ini menghibur atau meresahkan? mengangkat Budaya Betawi atau justeru merendahkannya?

Kalau kita pernah menjumpai mereka, dalam satu sisi kita menghargainya sebagai bentuk upaya dalam mencari nafkah yang halal walaupun kurang layak bagi kemanusiaan. Namun kalau kita perhatikan terkadang ada oknum atau sebagian dari mereka yang setengah memaksa dalam meminta uang (walaupun dalam jumlah yang tidak seberapa) kepada warga masyarakat yang dilaluinya. Belum lagi adanya sejumlah anak-anak usia sekolah yang dilibatkan dalam aktivitas mengamen tersebut.

Niat awal mereka sesungguhnya adalah sekedar mencari nafkah sambil memberi hiburan ringan kepada masyarakat. Namun seiring menjamurnya keberadaan pengamen Ondel-ondel dianggap sudah cukup meresahkan dan diperlukan tindakan yang tepat dan bijak terutama dari pemerintah daerah setempat.

Pengamen Ondel-ondel yang mayoritas terindikasi bukan warga Betawi (sebagai penduduk asli Jakarta) dirasa justeru telah merendahkan eksistensi dari Ondel-ondel itu sendiri. Dimana kedudukan Ondel-ondel sebagai warisan budaya bangsa harus senantiasa dijunjung tinggi, dan tidak terkesan dijadikan alat untuk “mengasihani” diri. Bisa jadi ada orang yang beranggapan bahwa orang Betawi sudah sedemikian susah dan miskinnya sehingga harus mengamen dengan budaya (baca:Ondel-ondel) mereka.

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 27 ayat (2), disebutkan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pengamen Ondel-ondel adalah juga bagian dari warga negara Indonesia, yang berarti menjadi kewajiban negara untuk menyediakan pekerjaan yang layak bagi mereka.

Mereka yang memang mencintai seni dan kebudayaan sudah selayaknya diberikan “panggung” untuk dapat mengkolaborasikan antara hiburan dan penghasilan. Selain itu juga harus ada kebijakan yang dapat menjamin setiap anak agar tidak putus sekolah dan tidak ada lagi aktivitas mempekerjakan anak di bawah usia dengan mengorbankan sekolah mereka.***

Tinggalkan Balasan