Persahabatan bagai Kepompong

Cerpen, Fiksiana, Terbaru80 Dilihat

Persahabatan bagai Kepompong

Sumber :Pinterest.com

Sreenggg…bunyi makanan yang digoreng. Qia sedang menggoreng telur.  Kadang Qia tidak mau makan apa yang sudah disediakan Emak.  Akhirnya Qia mengambil telur di lemari es. Telur ceplok hasil gorengan Qia sendiri. Dia dengan cekatan memecah telur dan menaruh di mangkok kecil.  Katanya takut kalau langsung menggoreng di atas wajan penggorengan.  Takut kulitnya kecipratan terkena minyak.  Bau telur memenuhi ruangan dapur minimalis Emak.

 “Qiaaa, main yuk, aku tunggu di depan rumah yaa,” panggil Inay dan Via.  Mereka adalah teman bermain Qia.  Rumah mereka hanya berjarak 5 rumah.  Inay dan Via adalah kakak beradik yang memiliki badan sama besar.  Maklum usia mereka hanya bertaut satu tahun.  Via dulu teman Qia satu sekolah di TK.

“Iya, sebentar.  Aku habiskan makan dulu.” Qia menghabiskan sarapan paginya, nasi putih dengan telor ceplok yang dihiasi kecap.  Qia segera menaruh piring kotornya di tempat cucian piring. Dia mencari-cari jilbabnya.  Berlari ke tempat gantungan mukena.  Ternyata tidak ketemu.  Dia kemudian mengambil jilbab di lemari kecilnya.

“Emak, Qia main ya, tuh sudah ditunggu.”

“Kalau ada azan zuhur, kamu pulang ya,”. Emak berpesan supaya Qia tidak terlambat solat zuhurnya.

“Iya, Mak.  Qia nanti pulang,”.

Qia belum bisa belajar sendiri.  Selama daring, harus ada Emak yang mendampinginya.  Lifa sendiri sudah aktif ngezoom sejak pagi sehingga tidak bisa mengajari Qia.  Ijad jarang menemaninya, ia kadang asyik sendiri main bersama teman-temannya.  Jika Emak  jadwal WFO maka waktu untuk mendampingi belajar Qia, pada siang atau malam  harinya.

Selama satu hari, Qia belajar pelajaran umum kemudian setoran membaca Iqro.  Bu Gurunya berpesan  Qia mendengarkan hafalan 3 ayat sehari sampai sepuluh kali.  Qia masih berulang kali diingatkan. Selama daring banyak sekali kendalanya. Teman, ponsel yang bergantian, kadang sinyal yang tidak bersahabat, maupun waktu pendampingan belajar.

“Nanti sepulang Emak dari sekolah, Qia belajar ya,”.

“Ya, Mak.  Qia nanti belajar dan ngajinya di rumah.” Emak mengingatkan.  Emak pun bersiap ke sekolah dengan membawa setumpuk administrasi dan laptopnya.  Tas punggung yang sudah robek bagian atas setia menemaninya.

***

Qia asyik bermain boneka barby hadiah dari teman Emak.  Boneka yang sudah dicorat-coret mukanya.  Kata Qia, ingin diberi lipstik dan wajahnya dimake up supaya lebih cantik.  Qia juga minta dibelikan sepatu barby.

“Emak, Qia minta dibelikan sepatu barby yaa, ada kok di toko mainan,”.

“Mahal Qia, Emak tidak punya uang.” Emak sengaja tidak langsung mengiyakan supaya melatih Qia bersikap hemat.

“Emak, Inay juga punya, katanya beli di sana.” Qia menegaskan kembali.  Mukanya mulai memelas dan memandangi Emak, tanda minta dikabulkan.

“Qia janji, mengurangi jajannya ya..uangnya untuk membeli mainan itu.” Emak berkata pelan supaya lebih masuk ke hati Qia.  Akhirnya Qia menyetujui.  Sepulang sekolah Emak menjemput Qia untuk bersamanya membeli sepatu barby.

Sebelum berangkat ke toko mainan, Emak mengingatkan supaya Qia tidak minta mainan yang lain.  Emak hafal dengan perangai Qia jika ke toko mainan.  Bisa jadi saat melihat mainan yang begitu banyak, Qia berubah pikiran.  Sesampainya di toko mainan, Qia langsung berlari mencari sepatu keinginannya.  Di toko mainan, banyak dipajang aneka mainan.  Mulai dari jepitan rambut, boneka, bola, masak-masakan, binatang mainan, mobil-mobilan yang bisa dinaiki, hotwell sampai asesoris hiasan.

“Ini, Mak.  Ada kan? Qia beli sebungkus saja.”

“Ya, sudah.  Emak bayar dulu,”.

“Ibu, ini berapa harganya?” Emak menunjukkan barang yang mau dibelinya.

“Lima belas ribu, ada yang lain bu?” tanya penjual mainan.  Karena melihat Qia masih memegang-megang mainan lainnya.

“Sudah ini saja, Bu.” Seolah Emak tidak mempedulikan Qia yang masih asyik di tempat mainan.  Ada 3 orang yang sedang memilih mainan.  Semuanya bersama anaknya yang masih seusia kurang lebih 4-6 tahun.

“Ayo Qia, kita pulang, ingat janjinya tadi.” Emak sudah bersiap memberi uang parkir dan menyalakan motornya.  Qia pun keluar dari toko mainan.  Helm bergambar Winnie the Pooh dipakainya.  Sambil naik di belakang Emak, pandangan Qia masih ke toko mainan.  Dia mungkin masih punya keinginan mainan lainnya.  Cukup dipendam di hatinya.

Di keesokan harinya, gantian Qia yang menghampiri rumah Inay dan Via.  Dia sudah menenteng tas LOL warna pink dan boneka barby.  Qia paling banyak memiliki banyak dibandingkan saat Lifa kecil.  Lifa tidak suka main boneka.  Dia paling sering mainan ke luar ataupun berkejar-kejaran.

Inay dan Via berbeda agama dengan Qia.  Inay, Via dan Qia begitu akrab.  Qia saat bermain ke luar tak pernah menanggalkan jilbabnya.  Qia juga pernah bercerita, saat azan telah tiba kadang Inay yang usianya paling tua mengingatkan,” Qia, kamu ga solat dulu?”.  Akhirnya Qia pun berlari pulang untuk menunaikan kewajibannya.  Bapak juga sering berpesan, saat tiba waktu solat, waktu bermain berhenti dulu.  Jika Qia melanggar, pasti Bapak yang bertindak.

“Qia, kamu sudah beli sepatunya ya. Wah, bagus-bagus, ada yang peach, biru, ada juga sandalnya.” seru Via.  Sepatu barby dengan aneka model dari yang jenis hak tinggi sampai sepatu model mayoret.

“Kemarin siang, aku beli sama Emak di toko mainan yang kamu tunjukkin,” Qia nampak girang.

“Ini sepatu untuk pesta, sama untuk pergi jalan-jalan.  Aku suka warna peach.  Aku pinjam ya,” Inay memilih sepatu baru Qia.  Dari dalam tas LOL keluarlah isinya berupa dot bayi, sepatu mungil boneka LOL, baju dan tasnya.

Sore hari yang cerah.  Banyak anak bermain di perempatan jalan.  Anak laki-laki bermain badminton, yang perempuan bermain kejar-kejaran.  Ada juga yang usia 2 tahun berlarian mengikuti kakaknya.  Ibunya tak mau kalah sudah pasti harus mengikutinya.  Maklum dia sedang senang-senangnya bisa berlari.

Inay dan Via berbaju piyama warna biru tua, bergambar burung hantu.  Mereka tampak anak kembar.

“Qia,Qia, main yuk,” Via memanggil di balik kaca riben.  Via tidak tahu bahwa yang di dalam rumah ada Lifa yang sedang melihat gayanya menata kunciran rambutnya.

“Sebentar, Qia baru mau pakai baju.” Lifa menjawab dari dalam rumah.

Qia pun melongok lewat kaca, dilihatnya Inay dan Via memakai baju piyama.  Qia pun melipat kembali kaos kelap kelip dan celana abu-abu adidasnya.  Qia berubah pikiran ingin memakai baju piyama yang sama dengan mereka.

Seminggu yang lalu Qia minta dibelikan baju piyama.  Qia bercerita ingin punya baju kembaran.  Emak juga kaget Qia mengenal istilah baju piyama, karena sebelumnya Emak hanya mengatakan baju tidur.  Mungkin dari obrolan mereka sehingga Qia menambah lagi kosa katanya.

Di daerah dekat rumah sakit memang ada dua toko.  Saat memasuki toko tersebut, Qia tidak menemukan baju yang dimaksud.  Akhirnya setelah mau pulang barulah menemukan tokonya, yeahh.. ternyata TUTUP. Qia tidak mau selain membeli baju itu.  Emak hanya bilang besok lagi kita ke situ mungkin tokonya sudah buka.

“Emak, kita cari lagi yuk, ke toko yang kemarin,” rayu Qia.

“Nanti sore ya, mudah-mudahan tidak hujan,” Emak menjawab sambil mengetik surat untuk undangan besok pagi.

“Janji ya, Mak. Nanti jam 4, kita kesana,” Qia melirik jam di dinding. Qia sudah paham jarum jam.  Ada dua jarum panjang dan pendek.

Akhirnya Emak memenuhi janjinya.  Emak juga berpikir pasti Ijad yang akan protes jika tahu Emak membelikan baju baru.  Lain waktu, Emak berjanji akan membelikan kaos pendek permintaan Ijad sebulan lalu.

Baju piyama warna biru.  Qia mencari jilbab yang cocok dengan warna baju piyamanya. Diambilnya jilbab biru berenda garis pelangi dengan hiasan gambar kuda little pony.  Mereka bertiga pun tersenyum dan tertawa lepas bersama.  Seolah tidak ada beban.  Dewasa nanti akan menjadi kenangan.  Emak pun mengambil ponselnya, dan menyuruh mereka bertiga berpose di depan ruang tamu.  Klik…jadilah foto bertiga.  Emak mengirimkan hasil jepretannya ke mama Inay dan Via. Makna sahabat ini menjadikan Emak teringat dengan lagu yang dinyanyikan oleh band Sind3ntosca :

Persahabatan bagai kepompong

Mengubah ulat menjadi kupu-kupu

Persahabatan bagai kepompong

Hal yang tak mudah berubah jadi indah

#Tantangan menulis hari ke 22 Lomba menulis di blog menjadi buku.

Profil Singkat Penulis

Safitri Yuhdiyanti, S.Pd.AUD. Aktifitas sebagai guru di TK Negeri Pembina Bobotsari. NPA : 12111200300 , email : safitriyuhdiyanti@gmail.com.

Tinggalkan Balasan