Celoteh Nyakbaye, Cerpen “Mengurai Cinta (2)”

Cerpen, Fiksiana, KMAB30 Dilihat

Sudah sebulan aku menumpang di rumah mertua, sebulan pula suamiku berusaha merubah pendirianku untuk mau berbagi dirinya dengan perempuan lain.

“Bang, Syah lelah. Syah tidak akan pernah merubah keputusan Syah.” Ucapku dengan kelelahan yang sudah menggunung di dada.

“Syah, Abang tidak akan memenuhi keinginan Syah untuk berpisah.” Intonasi meninggi yang jarang aku dengar akhirnya meledak bagaikan larva yang meletus dari gunung.

“Tidakkah Abang egois.” Bentakku tidak mau kalah

Aku melangkah meninggalkan kamar, menuju ke kamar Ibu.

“Bu, Syah mau menginap di losmen, mungkin dua atau tiga hari.” ucapku meminta izin kepada mertuaku, hanya beliau yang saat ini membuatku mau bertahan dengan perbuatan Bang Farhan.

Tidak ada kata yang keluar dari mulut mertuaku, tangan tua itu merengkuh badanku dan memberikan dekapan yang selalu membuatku merasa nyaman.

Aku menunggu Bang Farhan meninggalkan rumah, sejak aku menumpang di rumah ini Bang Farhan tidak pernah mendapatkan perlakuan baik dari Ibu mertuaku. Karena itu setiap Bang Farhan datang memujukku tempat perlarianku hanya kamar mertua.

Setelah mendengar mobil meninggalkan rumah, aku melangkah kembali ke kamar tempat aku tidur. Mengambil beberapa helai bajuku memasukkan kedalam tas, membawa apa yang perlu dan pamit kepada mertua. Ada tetes air keluar dari mata tua itu, maafkan Syah bu, batinku.

***

Beginikah nasib dari seorang perempuan yang tidak bisa memberikan keturunan, harus berbagi suami dengan perempuan lain. Aku memandang ke arah jalan, dari sudut tempat duduk aku sekarang. Berkeliaran mereka yang tidak mempunyai orang tua, mengais sesuap nasi dari sedekah yang mereka minta. Aku jadi mengenang masa kecilku ketika menumpang di rumah Pakcik Adik Ayahku. Umurku baru sepuluh tahun, tapi pekerjaan gadis remaja sudah biasa aku lakukan dari mencuci piring mencuci baju, menyeterika sampai dengan menyapu dan menanak nasi. Semakin bertambah usia semakin mahir aku mengerjakan pekerjaan rumah seorang wanita, nasib hidup orang menupang untung saja aku diberikan pendidikan sampai S1 oleh Pakcikku.

Tekat untuk menjadi Ibu terbaik dari anak – anakku, tidak akan membiarkan mereka kehilangan masa kecil seperti diriku, ternyata hanya hayalan saja.

Sudah lebih dari cukup aku mendatangi dokter sampai alternative aku  tapi hasilnya semua mengatakan tidak ada masalah dengan kami tapi kenapa sampai sepuluh tahun berlalu dari bahtera rumah tangga kami tidak juga diberikan kepercayaan yang namanya buah hati.

Netraku terus berlayar melihat mereka di sana masih meminta – minta, sudah aku sampaikan niat untuk mengambil anak tapi selalu ditolak Bang Farhan, berbagai alasan yang aku berikan tapi akhirnya madu pahit juga yang menjadi jalan untuk mendapatkan keturunan.

***

Bersambung

Tinggalkan Balasan