Celoteh Nyakbaye, Cerpen “Senyum Itu (1)”

Cerpen, Fiksiana, KMAB44 Dilihat

Senyum terindah yang selalu mengisi hariku hari ini bagaikan pisau ketika keindahan senyum miliknya mengoyak kesetiannya.

Tak seperti biasanya, aku selalu menikmati senyum yang tersunging di bibir sexynya, hari ini senyum itu bagai silet kecil tapi tetap menorehkan luka berdarah ketika mengiris kulit. Aku masih menatap dirinya, berharap dia menghapus senyum yang mengandung racun yang entah sejak kapan ditebarnya. Sehingga perlahan tapi pasti aku terluka cukup dalam dalam buaian senyumnya yang memabukkan.

Jika pria tidak banyak bicara hanya senyum yang membuat dirinya tampak mengoda tapi ternyata senyumnya mengandung racun yang membuat aku mati rasa.

“Apa  yang Anis suka dari abang.” Ucapnya kala kami sudah menjalin kasih setengah tahun dulu.

“Senyum, senyum abang membuat Anis merasa damai.” Ucapku malu – malu

Sejak itu jika aku merajuk karena ulanya maka senyum menjadi andalan dirinya untuk membuatku luluh dan memaafkannya.

Ternyata dibalik senyumnya aku tertipu, hanya di depanku dirinya pendiam. Hanya untuk menutup borok yang menjadi keburukan pribadinya, aku tertipu.

Untuk saja aku tidak larut dalam kebohongan yang tersimpan dari senyum palsunya, aku bersyukur jaman modern mengenal aku pada android yang menjadi penyelamat hidupku sebelum hancur tak bersisa.

Semua sudah dipersiapkan, tinggal menunggu hari H nya saja, chat tanpa sengaja terbaca olehku membuatku sadar bahwa aku tertipu dari sebalik senyumnya.

“Bang, sudah lama tidak mengejukku. Anak kita sudah bertanyakan kapan Ayah mereka pulang.” Sudah sebulan abang tidak pulang.” Chat dari seseorang yang pastinya adalah istiri sah dari Bang Awal.

Kesibukan sebulan penuh ini, terpaksa membuat dirinya tidak pulang kepangkuan anak dan istrinya. Aku mengigit bibir menahan sakit yang teramat dalam, aku tidak pernah merasa menjadi orang ketiga diantara hubungan seseorang tapi mengapa aku seperti terhakimi karena dirinya sudah ada yang memiliki.

Sengaja aku meminta untuk bertemu, hal yang tidak pernah aku lakukan selama ini. Memang kami dijodohkan tapi aku tidak melihat keterpaksaan dari diri Bang Awal, walau setengah tahun yang lalu kami saling kaku tapi berjalannya waktu aku berusaha menimbulkan rasa untuk dirinya, berharap berjalannya waktu hati kami akan menyatu sehingga pernikahan yang kami jalani bukan karena keterpaksaan tapi karena sudah ada rasa di dalamnya.

(bersambung)

Tinggalkan Balasan