Kencang suaraku mengucapkan salam, dari dalam aku mendengar suara Emak yang menjawab. Tentu saja Abah masih di luar menjajakan rezeki kami.
“Ganti baju, dan segera makan. Sudah sholatkan?” selalu saja sama ucapan Emak menyambut kepulanganku dari sekolah
Aku mendekat ke arah Emak, meraih tangannya untukku cium tanda bakti sebagai anak kepada Wanita perkasa yang selalu membantu Abah dalam mencari rezeki, lihat saja tangannya masih saja terasa dingin pasti baru siap mencuci karena pekerjaan Emak sehari – hari adalah buruh cuci dan sterikaan.
Aku melangkahkan kaki menuju kamar setelah menyalami Emak, menganti baju dan keluar kamar menuju dapur untuk mengisi kampung tengah alias perutku yang sudah meronta minta di isi.
Setelah mengucapkan hamdalah karena diberi rezeki, aku membantu Emak membersihkan dapur.
Bunyi motor butut milik Abah terdengar, senyumku mengembang tidak sabar untuk memberikan kabar gembira Untuk Emak dan Abah.
Salam mengema, kebiasan yang sudah ditanamkan Emak Abah untuk selalu mengucapkan salam begitu masuk rumah.
Wajah lelah Abah, aku sambut dengan membawakan teh hangat untuk menyegarkan Abah, setelah Emak menyalami Abah, aku menyusul mencium tangan Abah, Abah berjalan menuju meja tamu yang sudah lusuh tapi selalu rapi karena Emak selalu merawatnya dengan baik. Aku meletakkan teh abah di atas meja.
“Teh nya Bah.” Ucapku salam melempar senyumku
“Ada kabar gembira Bah.” Ucapku cepat setelah melihat Abah menyesap teh yang aku hidangkan.
“Kabar apa Ain.” Ucap Abah dengan suara lelahnya.
“Sekolah mau membeli bendera kita, Ain sudah membawa catatan pesanannya. Apalagi sekolah tidak menawar harganya.” Ucapku antusias.
“Benar itu Ain, Alhamdulillan.” Netra Emak Abah berbinar ketika mengucapkan Hamdallah.
“Ya Bah.” Ucapku menyakinkan Abah.
“Mana catatannya, kita lihat apakah kita memiliki semua bendara yang dipesan sekolah. Jika kurang Abah akan memintanya dari Pak Hasan teman Abah yang juga berjualan bendara. Bagi – bagi rezeki.” Ucapan Abah sungguh membuatku merasa bangga.
Abah masih mau berbagi rezeki daripada membelinya dari angen sehingga kami mendapatkan lebih banyak rezeki.
“Kasian Pak Hasan dari kemaren bercerita kepada Abah, belum ada jualannya yang laku. Padahal Abah sudah menasehati Pak Hasan untuk tidak Ngetem di pinggir jalan, mungkin juga karena Pak Hanan sudah tua jadi tidak kuat menjajakan dagangan dengan bernaik motor.” Aku dan Emak mendengarkan apa yang Abah katanya dan mengucapkan syukur dalam hati karena sekolah mau membeli bendera kami.
Aku menjerit dalam hati, Merdeka. Tahun ini kami bisa mendapatkan rezeki dari menjual Bendara Merah Putih, Merdeka Negeriku semoga semakin bertambah usiamu rezeki kami juga tidak tersendat.***
Alhamdulillah Ain bisa merasakan kemerdekaan dalam kebahagian lakunya bendera sang Abah. Walauoun masih ada cerita lain dariAin yang menggambarkan negeri ini belum merdeka.
Merdeka
Semangat Ain
Semangat Nyak dan Abah menginspirasi sekali
Selalu mensyukuri kehidupan .