Celoteh Nyakbaye, Cerpen “Seonggok Daging Bernama Hati (2)”

Cerpen, Fiksiana, KMAB61 Dilihat

 

“Intan Permata.” Batinku menyebut nama bidadariku yang terluka akibat ulahku

Dia bersinar tapi tidak sombong dengan kilaunya, tapi aku merendahkan dirinya dengan mengatakan aku mencintai kaca yang berkilau menyilaukan netraku karena kesombongan dunia yang ditunjukkannya padaku.

***

Netraku memandang lemah langkah yang menjauh setelah tadi mulutnya mengatakan sudah memaafkan diriku atas khilaf yang sengaja aku ciptakan untuk dirinya.

Meminta izin untuk menginap di rumah orangtuanya, tidak pernah dia lakukan setelah sah aku mengijab dirinya, tapi hari ini dengan berani Intan mengatakan ingin menginap di rumah orangtuanya. Ingin memberikan aku ruang dan waktu bagi menata hati yang tidak sepenuhnya miliknya lagi.

Kepergianya tadi siang, malam ini memberikan warna berbeda padaku malam ini. Setelah puas aku di temani suara merdu yang sudah dua bulan ini mengisi hatiku, belum lagi kata cinta serta sayang yang entah kesekian kalinya terucap sejak sambungan telpon kami tersambung.

Netraku melirik jam dinding, sudah lebih tiga jam kami bercengkrama lewat udara, setelah telpon tertutup aku merasakan sunyi. Biasanya jika aku belum tidur pasti ada saja minuman hangat menyehatkan menemaniku, teh sedikit gula ditambah dengan perasan leman, nikmat. Belum lagi alunan merdu salawat melantun dari mulut Intan membuat diriku merasa lelah pergi menjauh.

Pijitan lembut di tengkuk serta pundak membuatku merasa nyaman, tapi malam ini hanya aku sendiri merenung mengingat betapa aku menyakiti Intan dengan mengatakan ada cinta lain dalam diriku saat ini.

Tanganku mulai menekan tuts hp, nomor intan menjadi sasaranku ada setangkup rindu tiba – tiba hadir. Setelah tersambung tidak seperti biasanya teleponku tidak mendapatkan jawaban, ku ulang sekali lagi masih sama tersambung tapi tidak diangkat. Aku memandang layar hp ku, online.

Aku mencoba menghubungi Intan tidak melalui whatsapp, masih sama tersambung tidak ada jawaban, aku melirik jam dinding sudah hampir pukul dua belas malam mungkin Intan sudah tertidur batinku.

Akhirnya aku memilih menjemput mimpi untuk mengusir sepi serta rasa kehilangan dari kehadiran Intan yang selama ini selalu menemaniku.

***

Bersambung

Tinggalkan Balasan