“Assalamualaikum.” Aku memberikan salam kepada tamu yang datang dan melemparkan senyum manis kepadanya.
“waalaikumsallam” Jawabnya, masih muda, cantik tapi ada yang tidak biasa dengannya, ya perutnya besar sepertinya sedang hamil. Aku bukan bidan atau dokter kandungan kenapa dia mencariku, fikiran mulai meracau kemana – mana.
“Ada yang bisa saya bantu.” Aku membuka percakapan antara kami
“Maaf bu, mungkin saya sedikit lancang datang kemari.” Lama dia terdiam setelah itu dengan takut aku mendengar lagi suaranya.
“Saya mau minta pertanggungjawaban.” Suaranya terdengar sangat tertekan dan terus memandang kebawah ubin rumahku.
“Saya tidak mengerti maksudnya? Pertanggungjawaban apa?dengan siapa? Aku mengajukan beberapa pertanyaan. Tidak mungkin anak tertua yang membuatnya hamil, walaupun umurnya bukan hanya lebih muda sedikit dari anak tertuaku.
“Saya hamil anak bapak?” katanya lagi
“Bapak siapa?” aku bertanya, walaupun dihatiku sudah merasa tidak enak. Jangan – jangan suamiku, tapi apakah mungkin. Kurang apa aku? Bodiku masih seperti anak gadis dengan penampilan gitar spanyol. Tapi aku masih tidak mau percaya jika maksudnya suamiku
“Bapak, maksudnya suami Ibu.” Lanjutnya
Aku tersenyum, lebih tepatnya bukan senyum hanya tarikan bibir seperti tidak percaya dengan perkataanya.
“Saya Indah, sekretaris bapak bu. Bapak janji mau menikahi saya jika saya hamil. Tapi saya malah dipecat karena kata bapak bayi yang saya kandung bukan anaknya.
Aku memandang wajah yang berada di depanku, bagaikan pahatan yang sangat indah sesuai dengan namanya Indah. Aku tidak bisa menafikan dia lebih mudah dariku walaupun aku merawat badanku tentu tidak akan sebanding dengannya yang masih menang umur dariku. Biarpun aku kelihatan cantik tapi umur tidak bisa menipu, pantas saja suamiku jarang pulang sekarang. Alasan klise yang diberikannya seharusnya menjadi rambu peringatan untukku bahwa ada yang tidak beres dengan suamiku di luar sana.
Sekali lagi aku menarik garis di bibirku, aku mau dia Indah melihatku tersenyum bukannya merasa sedih. Aku gagal menjadi istri yang baik kepada suamiku, buktinya aku membiarkannya jauh dari ajaran agama sehingga dengan teganya dia berani menaman benih pada lahan yang bukan menjadi miliknya.
“kalau bapak sudah menolak kamu saya tidak bisa apa – apa. Jika bapak meminta izin saya untuk menikahi anda saya akan setuju. Sekarang silakan selesaikan urasan anda dengan bapak. Bapak sudah 1 bulan tidak pulang kerumah, katanya lagi ngurus usahanya yang baru di Kalimantan.” Setelah mengatakan itu aku berlalu meninggalkan Indah sendiri di ruang tamu.
Tok tok tok aku mendengar pintu kamarku di ketuk, pasti si bibik tidak mungkin Indah yang mengetuk pintu kamarku.
“Masuk bik.”
“Nyah, tamunya sudah pulang. Nyonya mau makan siang.” Aku melihat jam di kamarku sudah waktunya makan siang.
“Nanti saja, Saya mau sholat Zhuhur dulu bik.” Bibik berlalu mendengar jawabanku
Aku berdiri dari kasurku, mengambil kunci mobil di nakas, keluar dari kamar sambil meneriaki bibik
“Bik, saya sholat zhuhur di masjid ya.”
“Makan siangnya Nyah?’
“Saya makan siang di luar saja.” kataku menjawab pertanyaan bibik
***
Azan zhuhur sudah terdengar aku memakir mobilku pada halaman masjid menguncinya dan berjalan menuju masjid. Aku basahi tanganku membaca doa wudhu dan memulai wudhuku, sepertinya tidak ada lagi air mata, aku hanya merasakan perih saja dimataku ketika aku membasuh muka. Semua anggota badanku yang terkena air wudhu membuatku merasakan sakit yang luar biasa, sehingga aku merasa sangat lelah. Dengan gontai aku berjalan menuju ke dalam masjid. Berdiri bersama yang lainya menyusun syap untuk menjalankan kewajiban sebagai umat yang beragama.
Semua jamaah sudah meninggalkan masjid aku masih terpaku duduk di tempatku, masih berdoa meminta pentunjuk kepadanya. Aku melihat jam di pergelangan tanganku sudah 1 jam aku disini, perlahan aku bangun dan melipat mukenaku memasukkan dalam tas. Aku berjalan meninggalkan masjid menuju mobilku. Sekarang aku masih di atas mobilku yang masih berjalan, pikiranku kosong. Aku tidak tahu kemana arah mobilku, berjalan di antara mobil lain dijalan raya terus melaju.
Dret dret dret handphoneku berbunyi, aku melirik handphone yang ku letakkan cantolan handphone di depanku. Sayangku tulisan yang tertera di layar handphoneku, ternyata yang menelepon suamiku. Aku memasang earphone ketelingaku dan mengeser tombol hijau untuk menerima panggilannya.
“Assalamualaikum, Delisaha dimana?” Suara suamiku disebarang sana menanyakan keberadaanku.
“Walaikumsallam.” Di dalam mobil bang jawabku
“Pulang ke rumah sekarang?” perintahnya selalu seperti itu
“Untuk apa?” aku malah balik bertanya
“Del, jangan main – main. Aku kata pulang ya pulang saja.” suaranya di seberang sana mengancamku.
“Bang, selesaikan masalah Abang dengan Indah. Tidak usah mengurusku.” Intonasiku agak meninggi sewaktu mengatakannya
“Delisha, kamu percaya denganya?” Suara suamiku diseberang sana seperti memohon untuk aku tidak mempercayai apa yang dikatakan Indah.
“Tidak ada asap jika tidak ada api bang.” Aku lelah, aku akan pulang ke rumah Ayah buat sementara waktu, izinkan aku pulang.” Akhirnya suaraku kembali terdengar memelas.
Tanpa menunggu jawaban dari suamiku aku mematikan sambungan telephon, dan menghembuskan napasku, lelah sekali rasanya.
***
Menjelang magrib aku sampai di rumah yang selalu mengajarkan aku bersabar dalam menghadapi masalah. Mengunci mobilku, berjalan menuju pintu depannya. Aku mengetuk pintu,rumah, tak lama aku mendengar langkah kaki menuju pintu yang ku ketok.
“Delisha.” Wajah ibu sepertinya terkejut dengan kedatanganku
“Assalamualaikum bu.” Aku berusaha tersenyum walaupun aku tahu senyumku terlihat terpaksa
“Walaikumsallam.”
“Sendiri, tumben datang tidak bersama suamimu.”
“Dia sibuk bu, Ayah mana bu?” aku berusaha menghindar dan malah bertanya kepada ibu dimana Ayah
“Ayahmu biasalah di dapur dengan peliharaannya.” Jawab ibu santai
“Bu, Delisha lapar.” Ibu tersenyum mendengar perkataanku, merangkul bahunya menuju dapur.
Selalu damai jika berada dalam pelukan ibu, ibu selalu menjadi tempat aku berkeluh kesah. Ibu tidak pernah langsung bertanya, selalu menunggu aku bercerita sehingga membuat aku merasa nyaman.