* Daftar harga, tarif dan jasa wajib dipajang
On ma biaya sahali hundul di topi Tao Nainggolan. Tarsonggot ma AU. (Inilah biaya sekali duduk di Nainggolan di Tepi Danau Toba. Kaget saya).
Ini keluhan seorang wisatawan lokal yang berkunjung ke Nainggolan, Samosir di Danau Toba, Sumatera Utara, yang disampaikan Juliati Sagala melalui akun Facebook miliknya seperti diberitakan oleh medan.tribunnews.com (5/1-2019).
Sudah sering terjadi wisatawan lokal dihajar dengan harga-harga minuman dan makanan yang tidak masuk akal. Di Banten, misalnya, pernah ada keluhan wisatawan yang terpaksa merogoh kocek sampai Rp 1 juta untuk sejumlah makanan laut yang dibakar.
Baca juga: Jangan Tipu Lagi Wisatawan dengan Harga yang Tidak Pasti
Itulah sebabnya perlu dipasang daftar menu minuman dan makanan lengkap dengan harga agar wisatawan bisa menghitung-hitung harga sehingga tidak malu kalau kekurangan uang atau kehabisan uang hanya karena ketidakpastian harga.
Pemkot Jogja jauh lebih maju dalam hal menjaga wisatawan agar tidak ditipu dengan harga. Sudah ada beberapa pedagang minuman dan makanan di trotoar Jalan Malioboro, disebut lesehan, yang ‘diusir’ karena nuthuk (menaikkan harga dengan harga yang tidak masuk akal). Hal ini membuat wisatawan nusantara yang berkunjung ke Yogyakarta merasa lega karena mereka dilindungi oleh pemerintah daerah setempat.
Baca juga: Pariwisata, Adakah “Hospitality” di Danau Toba dan DTW Lain Selain di Bali dan Yogyakarta? dan Pariwisata, Menguji Kesiapan DTW “Beyond Bali” dan “Bali and The Beyond”
Yang terjadi di Yogyakarta rupanya bertolak belakang dengan yang dialami wisatawan lokal yang berkunjung ke Samosir. Perempuan itu harus membayar harga tempat duduk, kopi hitam, teh manis, kopi saset dan air mineral sebesar Rp 115.000.
Jumlah tsb. adalah untuk harga-harga: Satu set meja Rp 30.000 + 1 gelas kopi hitam Rp 15.000 + 3 gelas teh manis @ Rp 15.000 = Rp 45.000, 1 gelas kopi saset Rp 15.000 dan 1 botol air mineral Rp 10.000.
Memang, bisa jadi disebut harga relatif. Tapi, mengapa harus bayar meja? Teh manis dengan harga Rp 15.000 tidak masuk akal lagi.
Pengalaman Juliati ini bisa jadi bumerang untuk pariwisata di Danau Toba yang belakangan ini dikabarkan mundur karena ada kasus kapal tenggelam, yaitu KM Sinar Bangun (18/6-2018).
Baca juga: Danau Toba Bisa Jadi “Kuburan” Kapal
Ketika pariwisata digeliatkan lagi dengan peluncuran kapal penyeberangan (Ro-Ro) “Ihan Batak” sejak 24/12-2018, ternoda oleh perilaku sebagian warga di daerah tujuan wisata (DTW) yang memanfaatkan wisatawan sebagai ‘sapi perahan’.
Baca juga: KMP Ihan Batak Layani Warga dan Wisatawan di Danau Toba
Celakanya, jarang sekali terdengar wisatawan mancanegara (bule) kena tipu. Kok bisa? Ya, mereka membawa ‘buku panduan’ yang berisi segala macam informasi mulai dari lokasi, tarif, harga, dll. Mereka hanya mau membayar sesuai dengan yang ada di ‘buku panduan’.
Tidak jarang pula turis bule mencari sesuatu yang ada daftar tarif dan harga. Mereka hanya mau melakukan transaksi sesuai dengan yang tertera pada papan daftar menu dan harga serta tarif. Celakanya, orang kita tidak melakukan hal yang sama sehingga selalu jadi korban.
Baca juga: Daftar Menu dan Harga Penting dalam Pariwisata
Jika pemerintah-pemerintah daerah atau badan pengelola wisata Danau Toba tidak segera bertindak dengan membuat aturan agar daftar menu, harga, tarif dan jasa ditempel di tempat usaha, maka pengalaman Juliati akan terus terjadi yang akhirnya jadi promosi buruk dan busuk bagi wisata Danau Toba (Kompasiana, 5 Januari 2019). *